Tumben-tumbenan baru jam tujuh malam Thole sudah meringkuk keatas kasur. Padahal biasanya jam-jam ba’da Isya adalah jam usilnya pada bapaknya. Walau biasanya aku (pura-pura) marah, tapi sebenarnya gangguan-gangguan itu adalah obat lebihku dikala penat dengan segala aktivitas pekerjaan.
Dengan perlahan akupun mendekat dan mencoba memegang kening anak pertama ku itu. Hmm, terasa hangat di telapak tanganku.
“Mas, badanmu panas. Mas sakit yah?” tanyaku retoris, tak perlu jawaban sebenarnya.
“Tidak bapak, Aku tidak sakit” jawabnya sambil tetap memeluk guling.
.....
Aku menghela nafas, tabiat tukang ngeyel masih belum hilang juga darinya walau sakit mendera. Tanpa banyak kata akupun segera keluar dari kamar dan menuju ke tempat kotak obat.
Memang, dalam kondisi darurat seperti ini aku kadangkala lebih memilih segera mencari parasetamol cair untuk anakku. Salah satu jalan praktis pengobatan ala barat yang memang sudah teredukasi kepadaku sejak lama. Tembak langsung ke titik perkara itu istilahnya. Soal nanti sakitnya merembet yang lain, itu perkara lain yang penting jangan sampai anakku tersiksa dengan rada nyeri penyakitnya. Toh banyak ini obatnya, tinggal beli ke apotik (kalau ada duitnya, hehehe...).
Apalagi generasi ku yang memang sudah mulai berkurang kepercayaannya kepada pengobatan ala timur yang konon nenek moyang ku banyak meninggalkan warisan ilmunya.
Aku tahu, beberapa dekade ini, kedokteran barat telah berhasil menemukan berbagai macam obat, dari Aspirin untuk meredakan sakit hingga obat patent lainnya yang harganya juga pasti selangit. Belum lagi berbagai paket imunisasi untuk para bayi yang baru lahir. Semua berasal dari senyawa organik amupun non-organik yang diproduksi dan dikemas dengan teknologi yang tinggi.
Maksud dari senyawa organik itu sendiri adalah senyawa yang dapat terurai dalam tubuh kita, dan yang non-organik adalah senyawa yang tidak mudah terurai seperti Nitrogen, Natrium atau senyawa logam seperti seng, magnesium, calsium dan lain sebagainya. Katanya, jika kita minum air 2 liter perhari maka tumpukan senyawa non-organik tersebut akan keluar bersama air seni kita. Itu bagi yang minum air putih banyak loh, bagi yang tidak, ya ginjalnya mesti harus sering-sering ikut erobik atau fitnes karena mau tidak mau mesti berkerja keras untuk mengurai senyawa logam tersebut. Hihihi...
Nah, soal pengobatan ala timur berbeda lagi. Pengobatan timur lebih banyak memakai ramuan dari tumbuh-tumbuhan alamiah. Dan pencarian penyaitnya mengikuti kaidah keseimbangan alam. Tabib dari Tiongkok menyebutnya keseimbangan Yin dan Yang.
Sebagai contoh nya jika batuk, batuk adalah hasil dari tidak seimbangnya energi dalam tubuh kita. Dengan pengobatan ala timur, di cek dahulu penyebabnya apakah batuk oleh ‘panas’ atau oleh ‘dingin’. Jika penyebabnya panas, tentu tubuh dalam harus didinginkan, namun sebaliknya jika dingin tubuh harus dipanaskan. Pengobatannya bisa melaui obat dari tumbuhan/herbal, akupuntur dan turunannya atau yang lainnya. Memang sih rata-rata prosesnya panjang dalam pengobatannya, walau aku sendiri pernah sembuh instans dari batu ginjal dengan pengobatan ala timur ini melalui minum rebusan tunas bambu kuning.
........
“Ini mas, minum obatnya biar cepetan turun panasnya”
“Tidak bapak, aku tidak sakit. Aku hanya....”
“Hanya apa mas?”
“Hanya belum makan es krim saja” jawabnya.
Istriku tampak tertawa tertahan, sepertinya hangat suhu anaku memang dari dalam tubuhnya. Tepatnya di dalam hati-nya karena sore hari sebelumnya sedang jengkel, es krim nya di embat bapaknya hingga terbatuk-batuk. Terbukti saat kugoda untuk membeli obat manis yg tidak dibeli di apotik alias permen Sugus di Indomart. Thole langsung sembuh dan meloncat turun dari kasur dan meng-iya-kan rayuan mautku.
Hahay, ternyata Thole anakku seng paling ngganteng dewe ini dendam rupanya. Maaf Le... hehehhe
[Bekasi, 3 Juli 2011]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H