Mohon tunggu...
Hazmi SRONDOL
Hazmi SRONDOL Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis/Jurnalis

Jika kau bukan anak Raja, bukan anak Ulama. Menulislah...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Rp1.000 Triliun? Seberapa Banyak Apa Itu?

14 Maret 2014   01:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:58 15594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Jika ada politisi yang janji bangun ini itu, sana-sini, harus ditanya, bung: Uangnya dari mana? Jika tidak bisa jawab, omong kosong itu…” kata Prabowo blak-blakan seperti biasanya.

Ya, ini pertanyaan yang sebenarnya juga sering terlintas dalam hati. Bukan hanya saat bertemu Prabowo saja namun jauh sebelum itu. Paling terdekat tentu saja saat ramai-ramainya rencana buyback Indosat yang pernah tergadai beberapa tahun yang lalu.

Isyu ini mendadak hilang dan ada sebagian sahabat berkata jika pemerintah tidak mempunyai uang untuk buyback Indosat yang seharga 26 trilyun rupiah. Belum lagi asset BUMN lainnya yang juga sudah entah berapa belas atau puluh yang tergadai kepemilikannya. Lah, katanya guru SD dulu—Indonesia adalah negara yang kaya raya, gemah ripah loh jinawi. Kok “hanya” 26 trilyun saja tidak punya uang? Tidak salah ini?

[caption id="attachment_326289" align="aligncenter" width="512" caption="(dok. http://beritaekonomi.kiosgeek.com)"][/caption]

Makin mundur kebelakang, tentu cerita kisah legendaris Umar bin Abdul Azis yang sering disebut Umar II oleh ustadz di masjid sangat membekas . Khalifah yang memimpin tahun 717 sampai dengan 720 M benar-benar menyisakan tanda tanya dan rasa penasaran yang besar.

Bagaimana mungkin, dalam waktu pemerintahan ‘hanya’ 2 tahun, 5 bulan dan 5 hari ini—Umar mampu membuat seluruh dunia takjub. Pada waktu pemerintahan beliau, boleh dibilang tiada seorang pun umat Islam yang layak menerima zakat atau KJS dan sejenisnya jika dibandingkan dengan Indonesia bagian Jakarta saat ini.

Semuanya kaya. Semuanya sejahtera hingga zakat yang terkumpul di baitul maal pun harus diiklankan agar ada yang memakai. Bahkan iklan pemberian zakat ini akhirnya juga disampaikan untuk hal-hal non kesejahteraan dan kesehatan seperti pembiayaan untuk pernikahan agar ada yang mau mempergunakan. Bayangkan…! ckckck!

Nah, pertanyaan yang mengendap dibawah sadar inilah yang sering membuatku sangat ingin tahu saat bertemu atau berdiskusi dengan para politisi atau calon presiden. Apakah mereka mempunyai konsep yang bisa menjawab misteri kesuksesan Umar bin Abdul Azis ini?

Sayangnya, kebanyakan masih berkutat pada konsentrasi beberapa sisi saja. Ada yang konsen pada sisi teknik kepemimpinan, pendidikan, cara berbicara, branding, cara berkomunikasi dengan rakyat atau teknik-teknik standar “how to win friends and influence peoples” ala Dale Carniege saja.

Kalau hanya ini yang dikedepankan, saya fikir—mendingan jadi motivator saja. Toh menjadi motivator seperti Mario Teguh juga lumayan kok pendapatan dan strata sosialnya. Kalau pun ada yang saya anggap bagus, masih berkutat cara menyelesaikan masalah yang pendek-pendek saja. Penjelasan secara simple, makro dan masuk akal belum saya dapatkan.

Namun jujur, agak terkejut dengan Prabowo ini. Satu pertanyaan puluhan tahun ini begitu gamblang dijawabnya. Konsep kesuksesan ekonomi ala Khalifah Umar II terbayang jelas didepan mata. Cara penyampaiannya pun menabrak pakem cara politisi yang lain. To the point alias bloko suto atau blak-blakan.

“Kalau kita bisa menyelamatkan kebocoran uang negara Rp. 1000 trilyun pertahun. Jangankan memberi dana pembangunan desa Rp. 1 milyar/tahun yang diklai 80 ribu desa hanya 80 trilyun. Membangun jalan tol Sumatera dari Aceh hingga lampung yang beranggaran 129 trilyun itu mudah, bung. Masih ada sisa!” kata Prabowo berapi-api.

“Tapi katanya tol Sumatera sekarang budget nya 300 trilyun loh, pak” tanyaku balik.

“Nah ini, saya juga heran—kok dulu data anggarannya 129 trilyun. Mendadak tahun 2013 jadi 300 trilyun gini. Hmm…. Ya sudah, anggap saja 300 trilyun. Itu masih juga masih cukup” kata Prabowo menjawab.

Mungkin dalam hatinya membanthin, “Baru juga mau gua bangun sudah lu korup!”.

Hihihi….

“Itu baru menyelamatkan setahun. Bagaimana jika menyelamatkan selama 5 tahun? Satu periode kepresidenan? Kita punya dana 5000 trilyun rupiah. CASH! Nggak nambah bisnis baru. Hanya menyelamatkan saja apa yang sudah ada dan bocor.”

“Tapi omong-omong, tahu seberapa banyak uang 1000 trilyun ini?” kata Prabowo mendadak meredakan semangatnya sambil menahan senyum.

Yayaya, ini angka yang besar.

Setahuku, 1000 trilyun rupiah berarti ada lima belas angka nol dibelakang angka satu. Sebuah harta negara yang luar biasa besar (bocor)nya. Menguap entah kepada siapa.

Angka yang terpaksa membuatku pernah membuat sebuah kuis di twitter dan facebook untuk menebak dan menaksir seberapa besar fisik uang 1000 trilyun ini jika berupa pecahan uang kertas rupiah tertinggi yaitu pecahan 100 ribuan. Serta jika seandainya uang pecahan tersebut dimasukan kedalam kardus mie instan ala bukti penangkapan kasus korupsi ketua Mahkamah Agung terakhir.

Berbaga jawaban dalam kuis yang kuberi nama #SedotPulsa dengan edisi #1000trilyun ini sungguh mengejutkan. Dari jawaban asal-asalan hingga serius dengan metode masing-masing kudapat.

Jawaban asal-asalan seperti “100 juta dus”, “20 milyar dus” hingga “sejuta ton” kudapat. Namun jawaban menarik berbasis perhitungan matematis ala fisikawan seperti mbak Susi Riastusi yang lengkap dengan capture hitungannya pun ada.

[caption id="attachment_326287" align="aligncenter" width="522" caption="Sumber: perhitungan Susi Riastuti"]

13947146401198265127
13947146401198265127
[/caption]

Menurutnya, dengan panjang (mm) x lebar (mm) x tebal (mm) uang pecahan 100 ribuan akan menghasilkan volume 107,1 mm3. Jadi jika 1000 trilyun, secara fisik akan terhitung 1287, 5 ton dan 12 kontainer jika diandaikan kontainer itu memiliki volume 83 m3.

Jawaban akademis yang sangat bagus sekali walau secara praktik akan sulit dipraktekkan karena tidak mungkin uang akan di pas-pasin masuk kedalam kontainer. Tapi apa pun, jawaban ini termasuk benar.

Ada jawaban lain yang juga masuk akal. Kali ini datang dari mas Umar Syaifullah, menurutnya dibutuhkan 371 peti kemas ukuran 40 feed. Penjelasannya kurang lebih seperti ini:

“Uang seratus ribu rupiah mempunyai ukuran 15 x 7 cm, maka untuk 1 m2 uang seratus ribu rupiah adalah sebanyak 78 lembar atau senilai Rp. 7.800.000. Berarti untuk 1 m3 (satu meter kubik) uang seratus ribu rupiah senilai : (1 m : 2mm = 500) 500 x Rp.1.000.000 = Rp.500.000.000 x 78 = senilai Rp.39.000.000.000 atau dibulatkan menjadi Rp.40.000.000.000 ( empat puluh milyar rupiah). Jadi uang satu trilyun mencapai 25 m3. vol peti kemas 40 ft = 67.5 m3.”

Mumet? Sama. Hehehe…

Nah, terakhir ada jawaban yang lebih mudah dicerna dan lebih sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Jawaban tersebut kudapat dari mas Rey Prameswara. Bahkan ada masukan baru bahwa setiap kontainer itu hanya berisi 63% volumenya saja. Dengan gamblang ia memaparkan hitungan sebagai berikut:

“ Dimensi uang kertas pecahan Rp. 100.000,- adalah:
pxlxt : 151x65x0.1 mm
berat: 1 gram

1000 trilyun = Rp. 100.000,- x 10.000.000.000 lembar
berat total = 10.000.000.000 x 1 gram = 10.000.000.000 gram
=10.000 metrik ton

Ukuran kontainer standar 40 feet (2 teu standar) mempunyai kapasitas angkut bersih sebesar 25,6 metrik ton sehingga dibutuhkan kontainer sebanyak 10.000 metrik ton/25,6 = 390,625 => 406 unit kontainer di mana satu kontainer hanya terisi 64 persen.


Dengan asumsi 1 truk mampu mengangkut 1 kontainer ukuran 2 teu standar (40 feet) maka akan dibutuhkan armada sebanyak 406 unit truk kontainer.

Pertanyaan timbul di benakku: truknya nyewa di mana?”

Nah, betul sekali. Bayangkan lagi, sesuai jawaban mas Rey—berarti ada sekitar 406 kontainer yang dibutuhkan untuk melarikan kekayaan negara ini keluar negeri. Kemana mesti menyewa truknya? Hehehe…

Lalu terbayang sebuah kapal peti kemas yang penuh muatan uang negara Indonesia ini berjalan lenggang kangkung membawa uang milik rakyat Indonesia. Mengerikan.

Harta yang jika dalam fisik tentu satu pesawat herkules pun tidak mampu sekali terbang menmbawanya. Entah berapa kali mesti bolak balik untuk bongkar muat kardus berisi uang pecahan 100 ribuannya.

Hal yang membuatku bergidik. Ngeri. Sebanyak itu uang negara yang bocor dan dimaling setiap tahunnya. Belum lagi jika pecahannya dibuat pecahan yang normal digunakan oleh anak kos. Khususnya tanggal tua. Uang pecahan 1000 rupiah-an.

Pecahan bergambar kapiten Patimura dengan goloknya, penggambaran kelas “perjuangan”. Bukan pecahan kelas “kemerdekaan” ala uang bergambar proklamasi ini. Tentu lebih besar dan mengerikan gambaran fisik uang negara yang dicurinya. Hiii….

[Jakarta, 13 Maret 2014]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun