Mohon tunggu...
Hazmi SRONDOL
Hazmi SRONDOL Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis/Jurnalis

Jika kau bukan anak Raja, bukan anak Ulama. Menulislah...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemecatan, Antara Prabowo & Deng Xiaoping

24 Mei 2014   23:27 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:09 1189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sedikit sedih saat membaca status seorang kawan yang dalam status FB nya mengatakan kurang lebih bahwa "walau dianggap gagal mengatasi permasalahan Jakarta dan "ndeso", namun dia tidak pernah DIPECAT..."

Ya, saya maklum--adalah hak politik seluruh warga negara Indonesia untuk mendukung dan memilih yang disukainya. Akan tetapi ada sebuah kata yang perlu saya garis bawahi yaitu soal kata "dipecat" ini.

Saya juga mengerti, kata negatif memang lebih cepat menyebar dan menjadi stigma buruk yang ditanggung Prabowo belasan tahun. Bukan hanya kawan saya tadi, masih banyak yang lainnya yang termakan statemen ini.

Padahal, kata tersebut tidak cocok untuk kejadian yang menimpa Prabowo. Prabowo memang dicopot jabatannya sebagai Panglima Kostrad, tetapi bukan dipecat sebagai anggota ABRI. Beliau pun hanya dipindahkan ke SESKOAD sebagai komandan di sekolah perwira tinggi Angkatan Darat tersebut. Boleh cek CV beliau yang diuanggah oleh situs resmi KPU.

http://www.kpu.go.id/koleksigambar/daftar_rwyt_hdp_prabowo.pdf

Walau pun soal sidang DKP yang sampai saat ini belum dibuka secara resmi isi dan hasilnya, Prabowo tidak suka berdebat atas pencopotan ini. Beliau anggap ini resiko menjadi seorang Komandan.

Karena beliau tahu dan pernah menyampaikan langsung jika bahaya jika sampai ABRI (TNI) terjadi perpecahan jika beliau ngotot menolak ini. Jikalau perselisihan politikus, paling hanya pada debat mulut saja, namun jika ABRI/TNI yang berselisih--negara lain akan senang melihat lemahnya tentara Indonesia.

Nah, setelah dipindah ke SESKOAD, barulah Prabowo meminta percepatan pensiun dini. Setelah berulang kali meminta, barulah tanggal 20 November 1998, Presiden RI waktu itu Habibie menandatangani permintaan pensiun dini Prabowo.

Infoemasinya saya kutip dari berita lama tahun 1999 dari Majalah TEMPO sbb:

=======

Sebelum bertolak meninggalkan Jakarta, Prabowo, yang (saat itu) belum menerima surat pensiun, berulang kali menemui Wiranto untuk meminta pensiunnya dipercepat. Ia juga meminta izin pergi ke luar negeri untuk urusan keluarga di Eropa, dan juga untuk berobat. Maksudnya, agar ia bisa pergi sebagai orang sipil yang tidak terikat lagi dengan dinas militer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun