Mohon tunggu...
Sri Yamini
Sri Yamini Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Benci dan Dendam dengan Baca/Tulis Puisi?

27 Januari 2017   12:44 Diperbarui: 27 Januari 2017   13:02 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada tahun 1981-1982 saya baru masuk sekolah di SMP Swasta yg berada di kota Bandung, mungkin usiaku baru berapa belas tahun. Hobbyku adalah olah raga yaitu bola volly dan bulu tangkis. Diantara teman-temanku ada seorang pemuda yg usianya lebih tua dari usiaku.Saya sendiri tidak tahu bahwa dia menyukaiku karena memang dia orangnya baik suka menolong dan suka membantu.kalau saya punya PR suka membantu dan mengajariku dengan baik seperti guru privat ( guru bimbel).

Begitu masuk ruangan kepala sekolah dipersilahkan duduk. Hatiku berdetak..... detak....... dan takut di hukum??? Bapak kepala sekolah bertanya kepadaku:"Kamu tahu tidak dengan nama... (maaf saya tidak bisa menyebutkan nama jelas). Oh.. Ya, Bapak Kepala Sekolah, itu tetanggaku di rumah. Beliau suka mengajar aku untuk bermain bola volly dan bulu tangkis karena dia anggota atau pengurus Karang Taruna.

Nah..kata bapak kepala sekolah berarti kamu kenal yah..., ini ada surat untukmu dari si dia yang tadi bapak ceritakan. Surat tersebut diberikan kepada ibu guru bahasa Indonesia. Kata ibu guru:" Bagi yang sudah menulis puisi silahkan kumpulkan di meja ibu dan boleh istirahat, nanti setelah istirahat dilanjutkan lagi. Saya langsung mengambil buku bahasa Indonesia karena menulis puisinya sudah selesai. Waktu ke meja ibu guru,kata ibu guru:"Kamu tidak usah mengumpulkan puisi karena sudah ada puisinya".

Saya bingung mengapa dibilang sudah mengumpulkan bukunya juga ada di saya, sambil keluar mau istirahat. Waktu istirahat sudah selesai, pelajaran bahasa Indonesia dilanjutkan lagi kata ibu guru bahasa Indonesia. Sekarang giliran yang membaca puisi adalah kamu sambil menunjuk kepadaku. Saya ke depan kelas sambil membawa buku yang berisi puisi yang sudah kutulis, kata ibu guru :"Kamu tidak usah bawa buku, ke langsung ke depan. Saya langsung berdiri di depan kelas, kata ibu guru ayo anak-anak tepuk tangan dulu ada yang mau membaca puisi yang pertama nanti diberi nilai 100. Saya senang sekali dan sangat gembira karena mau mendapatkan nilai 100 yang pertama.

Waktu dibuka lembaran kertas tersebut, saya kaget sekali ternyata yang mau dibaca di depan kelas adalah surat dari kepala sekolah untukku dari seorang pemuda tetanggaku. Saya terdiam dan berdiri sambil menggelepar tanganku. Kata ibu guru bahasa Indonesia, ayo bacakan kertas tersebut !!!Saya tidak membacanya tetapi langsung menangis,sedih dan sakit hati terhadap guru tersebut. Surat yang saya pegang diambil dari tangaku, diberikan kepada temanku untuk dibacakan isi surat tersebut. 

Di dalam kelas sangat ramai dengan dibacakan surat dari pemuda tetanggaku. Saya sendiri belum membacanya karena langsung dirampas oleh guruku. Sudah terbayang bagaimana isi surat cinta yang menyatakan dia senang dan jatuh cinta kepadanya.... Hampir 1 bulan saya jadi bulan-bulanan temanku dan mengejekku. Tetapi saya tetap masuk sekolah sampai teman-temanku bosan mengatakan isi surat tersebut.

Dari uraian di atas bisa dijadikan sebuah contoh bahwa seorang guru harus bijaksana dan bertanya dulu masalah yang dihadapi oleh siswa dan siswinya. Jangan main hakim sendiri, berilah suatu nasihat bahwa masih sekolah jangan pacaran dulu nanti sekolahnya terganggu dan bisa merugikan dirinya sendiri, untuk di masa yang akan datang. 

Cerita di atas adalah pengalamanku sewaktu jadi remaja. Sekarang usiaku 51 tahun. Mungkin dengan cerita tersebut bisa dijadikan sebagai contoh oleh siswa-siswi sekarang. Supaya bisa berhasil untuk mencapai cita-citanya, harus rajin belajar dan rajin sekolah. Semoga cerita tersebut menjadi sebuah inspiratif bagi bapak/ ibu guru dan siswa-siswi yang kebetulan membacanya, semoga bermanfaat. Amin Yrb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun