Mbok Narti sedang duduk termenung di rumahnya yang sederhana dengan ditemani sepiring singkong goreng kesukaannya. Kebetulan sore itu hujan rintik-rintik, suhu udara lumayan dingin, sehingga menambah kenikmatan dalam kesendiriannya. Suara gemericik air yang jatuh dari talang rumahnya bagi mbok Narti merupakan irama yang indah, irama kehidupan yang merupakan ciptaanNYA.
Ketika mbok Narti sedang mengunyah singkong gorengnya, seseorang lewat dengan sandal jepit bututnya sambil membawa payung. " Mampir yu Darmi", sapa mbok Narti dengan ramah. " Mau kemana?" tanya mbok Narti masih dengan keramahannya yang khas. " Mau beli minyak mbok, buat nggoreng singkong. Anak-anak merengek lapar, hujan-hujan tidak ada makanan. Kebetulan tadi kang Tarno baru nyabut singkong di kebun belakang" jawab Yu Darmi. " Mampir dulu, ini juga ada singkong goreng, masih panas" kata mbok Narti lagi. Tapi yu Darmi memilih berlalu karena cacing-cacing di perut anak dan suaminya sudah mulai memberontak.
Mbok Narti melanjutkan kegiatannya tapi kali ini dia sambil melamun memikirkan anak semata wayangnya yang sekarang hidup di kota. Anak perempuan satu-satunya mbok Narti sudah bersuami dan nasibnya kurang beruntung. Sudah sepuluh tahun berumah tangga tapi belum dikaruniai anak. Mbok Narti tidak tau siapa yang mandul, anaknya atau menantunya. Tapi mbok Narti meralat sendiri apa yang ada dalam pikirannya ketika dia ingat bahwa beberapa hari yang lalu, anaknya mengabarinya bahwa suaminya selingkuh dan ketahuan sudah punya anak. " Berarti Sutinah yang mandul" kata hati mbok Narti sambil menyebut nama anaknya lirih. Mbok Narti hanya menghela nafas berat, mengingat nasib anaknya. Berkali-kali suaminya selingkuh tapi kali ini selingkuhannya mendatangi istri yang sah sambil membawa anaknya. Sutinah, anak mbok Narti tidak bisa berkutik. Dia mau minta cerai dan kembali ke simboknya di kampung tapi malu dengan para tetangganya. Mau bekerja di kota tapi tidak punya keahlian apa-apa.
Hujan sudah reda, mbok Narti tidak lagi mendengar suara indah gemericik air dari talang  rumahnya. Sayup-sayup terdengar suara azzan dari surau kampung sebelah yang tidak kalah indahnya dengan suara gemericik air. Bergegas mbok Narti mengambil air wudhu dan bersiap untuk melaksanakan sholat ashar. Di akhir sholatnya tidak lupa dia berzikir dan bersholawat untuk kedamaian hatinya yang sedang resah. " Ya Allah, nasib anakku seperti itu mungkin merupakan azzab dari dosa-dosaku di masa lalu. Ampunilah dosa-dosaku ya Allah, jangan Kau timpakan kepada anakku .Dulu, hambamu ini adalah orang  sesat yang mencari nafkah dengan jalan yang kotor dan menjijikkan. Tapi hambaMu sekarang sudah insyaf dan hanya mencari ridhoMu dalam mencari rejeki. Sekali lagi ampuni dosa hambaMu ya Allah, di sisa usia ini, hamba akan jalani dengan penuh ikhlas dan syukur.Aamiin". Mbok Narti menutup doanya.
Pagi itu ketika suara azzan berkumandang, mbok Narti sudah terbangun dan segera melaksanakan sholat subuh. Setelah sarapan dan sedikit beberes rumah, dia berangkat ke pasar besar untuk membeli sayuran dan bumbu-bumbu untuk dijual lagi. Ya, profesi mbok Narti saat ini adalah seorang PSK Â atau Pedagang Sayur Keliling. Setelah dari pasar dia berjalan kaki untuk menjajakan dagangannya di komplek sebelah kampungnya. Jika dagangannya tidak habis maka dia akan menjajakan ke tetangga sekitarnya atau dijajakan di depan rumahnya dengan menggunakan lincak kecil.
Pada waktu Narti remaja yaitu berusia sekitar lima belas tahun, dia akan dinikahkan oleh Bapaknya dengan laki-laki  kaya raya yang sudah beristri tiga. Orang tuanya, terutama bapaknya sudah capai hidup dalam kemiskinan. Dia ingin cepat kaya dengan cara instan. Dia berpikir, barangkali dengan punya menantu kaya maka akan ikut menikmati kekayaannya. Ibunya sebenarnya tidak setuju dengan niat bapaknya tersebut, tapi karena takut maka dia menurut saja. Bahkan bapaknya sudah menerima uang dari laki-laki tersebut sebagai jaminan bahwa dia akan menyerahkan anak perawannya untuk dinikahinya. Uang tersebut sebagian sudah dipakai untuk membayar hutang oleh bapaknya.
Narti menolak keinginan bapaknya, dia memberontak dan kabur ke kota. Dengan berbekal alamat dari temannya dia menuju ke suatu tempat. Di tempat itulah dia kehilangan keperawanannya hanya dengan imbalan dua ratus ribu. Sehingga resmilah dia menjadi penghuni tetap di tempat itu dan menyandang profesi sebagai PSK atau Pekerja Seks Komersial  Narti menangis terguguk saat itu, mengingat nasibnya yang pilu. Dia ingat bagaimana nasib bapak dan ibunya setelah kepergiannya. Tapi nasi sudah menjadi bubur dan hidup harus tetap berjalan.
 Keesokan harinya, laki-laki yang merampas keperawannannya datang lagi, lagi dan lagi. Akhirnya Narti menjadi langganan tetap laki-laki itu. Walaupun kadang-kadang Narti sesekali melayani laki-laki lain, tapi jika laki-laki itu datang yang lain tidak berani mengganggunya. Sampai suatu ketika Narti hamil dan laki-laki itu tidak menampakkan batang hidungnya lagi. Akhirnya lahirlah Sutinah,  yang diasuh dan dibesarkan di lingkungan kerjanya. Walaupun Narti berprofesi sebagai PSK tapi dia tidak ingin  anaknya mengikuti jejaknya. Ketika Sutinah sudah remaja dan dia sudah mulai dekat dengan seseorang maka Narti buru-buru menikahkannya. Bagi Narti, Sutinah harus segera pergi dari lingkungan yang kurang sehat bagi jiwa dan raganya. Rupanya naluri seorang ibu tetap menginginkan yang terbaik buat anaknya.
Malam itu ketika Narti sudah selesai melayani tamunya,tiba-tiba tamunya berkata, Â " Mbak Narti, bagaimana kalau kita nikah saja? Saya suka sama sampeyan", kata laki-laki itu di kamar yang pengap setelah mereka menyalurkan hasratnya. Narti terkejut mendengar ajakan laki-laki itu. Laki-laki itu memanggil Narti dengan sebutan " mbak", karena usianya memang lebih muda. Kira-kira beda sepuluh tahun dengan Narti " Apa aku nggak salah dengar?", kata Narti. " Apakah aku pantas untuk dijadikan istri?", lanjut Narti. " Kenapa tidak? Sampeyan cantik dan pandai melayani laki-laki. Saya juga cinta sama mbak Narti" rayu laki-laki itu. Dalam keremangan malam itu terlihat pipi Narti kemerah-merahan.
 Karena kegigihan laki-laki itu dalam merayu, akhirnya mereka menikah. Setelah bersuami Narti tidak ingin tinggal disitu dan mencari kontrakan di luar. Suaminya juga melarang Narti untuk melanjutkan profesinya karena dialah yang akan bekerja. Selama dua bulan suaminya menunjukkan perilaku yang baik dan bertanggung jawab karena memberikan nafkah kepada Narti. Dalan diri Narti sudah tumbuh rasa bahagia karena dia bertekad untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dan tidak hidup di dalam kubangan dosa.Dia juga sudah berusaha untuk mencintai suaminya dan menjadi istri yang baik.