Berdasarkan anjuran WHO, bahwa masyarakat di seluruh dunia wajib melakukan Physical Distancing demi meminimalkan penyebaran dan penularan Covid 19 semakin meluas.Â
Tapi di sisi lain, pemberlakuan Physical Distancing merugikan banyak pihak. Bukankah hal itu melanggar etika?
Sesuai dengan teori deontologi sendiri, bahwa konsekuensi yang lahir setelah perbuatan itu dilakukan, adalah persoalan lain dan tidak boleh menjadi pertimbangan.Â
Konsekuensi yang lahir karena adanya Physical Distancing seperti berkurangnya pemasukan, kebebasan beribadah dibatasi, proses belajar mengajar tatap muka juga terusik dan sebagainya menjadi persoalan lain.
Karena dari sisi kesehatan, wajib kita berfokus pada kesehatan manusia secara global.
Apalagi mengingat vaksin untuk Covid 19 ini belum ditemukan. Bila seluruh masyarakat di dunia sudah pulih dan terbebas dari Covid 19, maka otomatis dapat beraktivitas kembali dan berbenah di segala aspek kehidupan.
Walau saat ini Covid 19 masih mewabah, pemerintah di seluruh dunia sesungguhnya tidak tinggal diam dalam menangani wabah ini. Semua bekerja keras untuk memerangi virus Covid 19 ini.
Terlebih tenaga medis yang merawat pasien Covid 19 dan para ahli yang sedang berusaha menemukan vaksin Covid 19.
Di Indonesia pun, pemerintah terus berupaya bagaimana mengelola perekonomian negara agar tidak anjlok, salah satunya dengan berusaha memfasilitasi orang – orang yang sangat terdampak negatif akibat pemberlakuan Physical Distancing.
Maka alangkah baiknya kita mengikuti anjuran WHO dan pemerintah untuk melakukan Physical Distancing. Pasti bukan hal yang mudah bagi kita.
Namun, tidak ada salahnya kita menjaga kesehatan diri dengan melakukan Physical Distancing sebagai bentuk etika di kala pandemi Covid 19. Semoga badai Covid 19 ini cepat berlalu.