Mohon tunggu...
Sri Widya Ningsih
Sri Widya Ningsih Mohon Tunggu... -

Blessed with the power of dream, motivation, ambition and perseverance. | You never reach perfection, you just keep striving for it. | A Simple Humanist

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Harapan dan Cinta di Balik Sayap Cendrawasih

17 Mei 2015   21:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:53 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerita ini ku tulis di bawah temaram senja……..

Di kala aurora mulai nampak di cakrawala……

Di saat hatiku telah membisu dan tak mampu lagi berbisik karena gelora cinta yang tak pasti

Hari masih pagi, matahari belum begitu tinggi, hujan semalam kini telah berhenti. Tanah masih basah dan rumput masih tampak berselimut embun. Embun pun masih melekat pada ujung dedaunan. Semua itu masih menyisakan basah dan sejuk di pagi hari. Kicau burung yang bernyanyi menyadarkanku dari paraduanku. Seolah-olah sayup suara sang bayu membangunkanku dan mengajak terbang menyambut pagi.

Hari ini hari senin, langit biru memayungi kawasan cendrawasih saat itu. Ku langkahkan kaki memasuki gerbang sekolah. Ku lihat hamparan indah bunga-bunga di taman, begitu indah dan sedap dipandang mata. Beberapa ekor burung gereja menukik di lapangan hijau. Aku melemparkan senyum pada teman-temanku. Sering aku berpikir bahwa hidup ini begitu indah jika kita bisa membuat orang lain bahagia, salah satunya dengan tersenyum.

Namaku Airin. Aku adalah salah seorang siswi di SMA 3 Sumbawa Besar. Aku siswi kelas XII. Terlahir dari keluarga yang cukup berada, membuatku merasa sebagai orang yang paling beruntung. Bayangkan, apapun keinginanku selalu dituruti. Namun, aku selalu merasa tak bahagia atau aku merasa ada sesuatu yang kurang dari hidupku, karena sudah 17 tahun usiaku, tak pernah kurasakan rasanya berbagi hati dengan lawan jenis. Mungkin karena aku telalu sibuk dengan pelajaran-pelajaran di sekolahku. Aku memang salah satu siswa berprestasi di sekolah.

Suatu siang saat istirahat pertama.

Ooooooopppppsssssssssss……………….

Sesosok tubuh tinggi tegap tepat berada di depanku. Ku hentikan langkahku secepat kilatan cahaya. Eeeeiiiitttssss……,, lebih lambat ku rasa.

“ Hai…Rin…. Mau kemana?? Sapa Alvin.

Sosok yang selama ini mampu membuat jantungku bekerja 1000 x lebih cepat darikondisi normal.

“ Mau ke perpus” , jawabku lega.

Kali ini jawabanku tepat, karena biasanya jawabanku selau 150’ berbeda dengan kenyataan.

“ Bareng yuk…”., tawarnya.

Tanpa pikir panjang ku iyakan langsung tawarannya. Kamipun berjalan berdua menuju perpustakaan.

Hari-hari berikutnya, kami selalu ke perpustakaan bersama. Entah sengaja atau tidak kadang khayalan liarku menemukan bahwa Alvin sengaja menungguku tepat di koridor. Namun, menurutku ini adalah sebuah kesengajaan yang mengasyikkan karena aku bisa lebih dekat dengan Alvin. Menurut sahabatku Intan, ini karena ulah teman-temanku dan keluarga kami yang selalu berusaha menjodohkan kami sehingga kami tidak bisa bersikap secara wajar sebagai teman yang sudah lama saling kenal. Apalagi Alvin adalah temanku dari SD sekaligus tetangga. Namun kami selalu merasa jauh, entah apa yang menyebabkannya kami tak tahu.

Malam ini aku ingin segera menyelesaikan tugas kimiaku. Apalagi Alvin akan datang ke rumahku malam ini. Mengingat Alvin yang akan datang malam ini ke rumahku lebih ku pikirkan daripada memikirkan orchestra lambungku yang sedari tadi bernyanyi minta diisi.

Aku sedang asyik bergulat dengan bilangan Avogadro untuk menambahkan mole agar reaksi berlangsung seimbang. Namun ini tentu saja karena Alvin. Padahal selama ini aku seperti dipaksa menelan sebutir aspirinsaat mengerjakannya. Namun saat ini, detik ini aku serasa mampu mengerjakan setumpuk soal kimia , bahkan soal kalkulus sekalipun.

“Rin……………,, cepatan keluar, ada Alvin” , teriak kak Siska kakakku satu-satunya yang juga sangat cantik itu memanggilku agar segera keluar kamar.

Ketika ku buka pintu di hadapanku berdirilah sosok yang ku kagumi selama ini.

“ Ini dari mamaku buat mamamu” kata Alvin mengangkat sebuah bingkisan plastikberisi jeruk dengan wajah berseri. Tiba-tiba muncul ide jail di kepalaku.

“ Bagaiman kalau jeruknya kita yang makan” kataku.

“mmmmmmm………………” .

Ia kemudian mengangguk pasrah. Al hasil kami sukses menyikat jeruk itu hingga ludes tak tersisa.

Malam ini benar-benar indah. Jutaan bintang menyaksikan kami berdua. Fakta baru yang ku temukan adalah bahwa selain kami sama- sama menyukai jeruk, ternyata Alvin juga menyukai astronomi.

“Rin, seandainya kamu jadi planet, kamu mau jadi planet apa? Tanya Alvin

“Tentu saja Bumi, jawab ku cepat.

“Kenapa? Tanya Alvin lagi.

“ Karena Bumi adalah sumber kehidupan yang bermanfaat bagi makhluk hidup, dan aku ingin seperti bumi yang bermanfaat bagi orang lain” , jelasku.

“ Terus,, kamu mau jadi planet apa, aku balik bertanya.

Sambil menatap bintang-bintang yang gemerlapan di langit malam, Alvin menjawab.

“ Kalau aku menjadi planet aku akan memilih menjadi mars, jawab Alvin yakin.

“ Kenapa? Tanyaku bingung.

Karena mars adalah planet yang dekat dengam bumi dan gadis yang aku sayang tinggal di bumi “ .

“ Ya ampuuun….????.

Apa itu aku????, jerit batinku.

Namun, itu adalah hal yang tidak mungkin selain impianku meraih nobel kimia. Mengingat Alvin adalah teman sekaligus tetanggaku juga dan selama ini Alvin selalu bersikap biasa saja bahkan bisa dikatakan cuek. Jadi, menurutku itu adalah hal yang tidak mungkin. Dan, aku mencobamenerapi diriku sendiri bahwa itu bukan aku.

Langit cendrawasih terasa terik. Udara siang itu terasa kering. Hujan yang dua hari lalu bagai ditumpahkan dari langit kini telah reda. Di tempat-tempat tertentu, tampak hiruk-pikuk siswa-siswi yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Di salah satu sekolah ku dapati sahabatku Intan tengah memasang madding sekolah untuk edisi minggu depan. Itu memang tugas rutinnya tiap minggu. Ku hampiri dirinya dan kubantu menawarkan jasaku. Akhirnya kami bersama-sama memasang madding. Sesekali ku baca puisi buatan Intan.

“Taaaaannnnn……….. ,puisi buatanmu bagus banget, Aku rasa kamu jelmaan Chairil Anwar.

“Airin…,, Chairil Anwar itu cowok,,, balas Intan gemas.

“ Iya ya, jawabku dengan wajah tersipu malu.

Kuperhatikan wajah Intan yang tiba-tiba berseri. Dia sedang memandang Indra yang sedang bergurau dengan teman-temannya. Sosok yang sejak dua tahun terakhir ini disukainya, tetapi hanya mampu ia pandangi dari jauh.

Cinta memang perasaan yang aneh dan super rumit yang diciptakan Tuhan buat manusia. Namun siapapun yang mampu merasakan cinta harus bersyukur karena tidak semua orang berkesempatan mengecap getar-getar indah saat bertemu dengan orang yang dicintainya. Contohnya Sir Isaac Newton, ilmuwan yang melegenda sepanjang sejarah ilmu peradaban manusia bahkan tidak sempat merasakannya.

Astaga…….

Untung aku ingat Newton. Aku tersadar dari lamunanku, dan segera ku ingat bahwa Pak Bambang guru kimia kami memanggilku ke ruang guru. Aku pun pamit pada Intan yang masih terlihat sibuk.

Setelah kutemui Pak Bambang ternyata aku ditunjuk untuk mewakili sekolah dalam Olimpiade kimia tingkat Provinsi. Tentu saja setelah aku berhasil mengalahkan pesaing-pesaingku dari sekolah lain. Aku memang boleh dibilang cukup menguasai kimia. Salah satu ilmu yang menjadi bukti kebesaran Tuhan. Itulah yang membuatku jatuh cinta pada kimia.

“Rin…….,, ternyata setiap helain rambut yang rontok dari kepalamu yang jenius itu tidak sia-sia, aku bangga denganmu kata Intan dengan nada puitis sambil memelukku senang.

Seminggu ini aku menyiapkan diri dalam menghadapi lomba. Aku harus benar-benar menyiapakan diri, otak, mental dan juga fisik. Mengingat ini membawa nama sekolahku. Kuhindari pertemuan dengan Alvin. Hanya sesekali ku pandangi wajahnya untuk menambah semangatku yang mulai berkurang.

Suatu hari aku bertemu dengan Alvin.

“ Rin, nanti malam aku ke rumahmu yah, tawarnya.

“ hhhmmmm,, gimana ya, pikirku seraya mengernyitkan dahi.

“ Boleh ya Rin, pintanya.

Aku pikir tak apa-apa jika aku menghabiskan waktu malam ini dengannya karena kami akan berpisah hampir satu minggu .

“ Ya udah datang aja” , jawabku menyetujui.

Tepat pukul 20.00 wita, Alvin datang ke rumahku. Kamipun duduk di taman samping rumahku.

“ Rin,bagaimana perasaanmu?. Tanya Alvin memulai pembicaraan.

“ Tentu saja tegang, jawabku. Tetapi aku akan berusaha semampuku dan apapun hasilnya nanti aku akan terima, jelasku.

“Maksudmu apa Rin? tanyaAlvin dengan raut wajah tak mengerti.

“ Perasaanku tentang Olimpiade, ini kan??. Jawabku.

Alvin makin terlihat bingung dengan jawabannku.

“ Iya kan vin, aduhhh . . .makasih banget lo, kamu datang ke sini buat dukung aku kan vin, sergahku dengan cepat.

Alvin hanya bisa mengangguk seraya menghembuskan nafas pelan dan berkata “ yaah…..” .

‘ Gitu dong, sebagai teman yang baik kamu harus mendukungku, kataku sambil menpik bahunya.

‘’J adi, kita hanya teman? Tanya Alvin.

“ Ya, kita hanya teman yang baik “ .

“ Baiklah….., teman , aku pulang dulu “ .

Setelah Alvin pamit, aku baru menyadari bahwa sebenarnya tadi kami sedang tidak membicarakan topik yang sama. Hari-hari berikutnya, sikap Alvin berubah terhadapku. Ia tidak lagi tersenyum ataupun menyapaku bila bersua denganku. Ini membuatku sedikit tak tenang.

Hari ini, aku berangkat ke Mataram untuk mengikuti olimpiade kimia. Aku diantar oleh kedua orangtuaku. Tidak lupa sahabatku Intan jugaikut mengantarkanku. Intan mengatakan bahwa tadi Alvin dating ke rumahnya dan menyuruhku agar hati-hati. Intan mengatakan bahwa selama ini Alvin tak tahu kalau aku ikut olimpiade.

Fakta baru yang disampaikan Intan menyadarkanku, bahwa mungkinkah Alvin hendak menyatakan perasaannya padaku malam itu?. Aku sedikit tak tenang. Ku coba menerapi diriku sendiri dan berjanji pada diriku sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja saat aku kembali. Namun ternyata aku salah………..

Olimpiade selama satu minggu di Mataram telah berakhir. Aku pulang tidak hanya menyandang peringkat tiga besar, namun juga sesungging senyuman tertahan di bibir ku untuk Alvin. Dengan peringkat tiga besar yang ku raih, aku bisa masuk Universitas idamanku tanpa tes. Papa memelukku bangga saat menjemput ku di bandara.

“ Kamu memang anak kebanggaan papa, papasangat bangga sama kamu nak “, puji papaku senang.

Ketika aku sampai rumah, kumasuki ruang tengah dan kulihat Alvin tengah asyik mengobrol dengan kak Siska. Aneh, Alvin sama sekali tidak melihatku. Ku keluarkan barang bawaanku dari dalam koper di bantu oleh mamaku. Ku bersihkan badanku secepat kilat. Ku ambil bingkisan kecil berisi replika mars terbelah dua kedalam kantongku. Rencananya aku hendak memberikan sebagiannya pada Alvin.

Ketika aku melangkah ke ruang tengah,aku sudah tidak menemukan Alvin di sana. Apa dia sekecewa itu denganku” ? tanyaku dalam hati. Beribu pertanyaan tak terjawab bersarang di benakku.Akhirnya pertanyaan ituterjawab ketika…..

Tiba- tiba……

“ Rin……, tebakapa yang terjadi ? kata kak Siska sambil memelukku, terlihat sangat bahagia.

“ Apa kak ? “ , tanyaku berusaha terlihat antusias padahal setengah dari diriku melayang memikirkan Alvin.

“ Kakak sudah jadian sama Alvin… !!, teriak kak Siska senang. Bagai sebuah benda bermassa ratusan kilogram jatuh di kepalaku begitu mendengarucapan kak Siska. Aku hampir tak percaya dengan apa yang aku dengar.

“ Kapan kak?, tanyaku berusaha menyembuyikan kekecewaanku.

“ Tepat sehari setelah kamu ke Mataram. Ternyata selama ini dia menyukai kakak. Ia selalu mencuri pandang saat dia datang ke rumah “ . Lalu mengalirlah cerita kak Siska tentang Alvin.

Tuuuhhhaaaaaaaaaannnnnnnn………………. !!!!!!!!!!

Tak bisakah waktu kembali pada malam itudetik itu ???

Kini yang ada pada dirikuhanya penyesalan dan penyesalan. Sosok yang selama ini ku kagumi kini telah bersama orang lain. Aku hanya bisa menangis dan menyesali semua ini , hanya diary book dan sahabat sejatiku Intan yang selalu setia bersamaku.

Akhirnya aku merelakan cintaku pada Alvin. Aku memutuskan untuk mengejar citaku untuk menjadi ahli kimia. Berbekal otak dan peringkat 3 besar yang ku raih dalam Olimpiade kimia lalu, aku diterima di Universitas Indonesia jurusan tekhnikKimia .

Ku berikan replika mars terbelah dua kepada Intan dankusemangati dirinya untuk menyatakan cintanya pada Indra. Tetapi belum sempat Intan melakukannya, Indra telah terlebih dahulu melakukannya. Ku berikan replika mars sebagian kepada Intan dan sebagian lagi masih ku simpan.

Suatu hati Alvin melihat replika yang kuberikan sebagiannya pada Intan seraya bergumam:

“ Andai waktu bisa terulang kembali, aku tidak akan kehilangan orangyang aku cinta” .

Namun, satu hal yang pasti, Alvin masih menepati janjinya padaku untuk menjaga kak Siska “ .

Ranting – ranting itu telah patah, sungai itu kini menangis. Bunga – bunga di taman di bawah naungan langit cendrawasih itu kini mekar dalam sunyi. Burung- burung gereja itu kini telah terbang bebas di angkasa. Ada ukiran kisah di Smaniga, dalam kerlip lampu warna-warni, namun aku masih ragu masih adakah mentari melintasi langit cendrawasih……

By ; Sri Widya Ningsih



HARAPAN DAN CINTA DI BALIK SAYAP CENDRAWASIH

Cerita ini ku tulis di bawah temaram senja……..

Di kala aurora mulai nampak di cakrawala……

Di saat hatiku telah membisu dan tak mampu lagi berbisik karena gelora cinta yang tak pasti

Hari masih pagi, matahari belum begitu tinggi, hujan semalam kini telah berhenti. Tanah masih basah dan rumput masih tampak berselimut embun. Embun pun masih melekat pada ujung dedaunan. Semua itu masih menyisakan basah dan sejuk di pagi hari. Kicau burung yang bernyanyi menyadarkanku dari paraduanku. Seolah-olah sayup suara sang bayu membangunkanku dan mengajak terbang menyambut pagi.

Hari ini hari senin, langit biru memayungi kawasan cendrawasih saat itu. Ku langkahkan kaki memasuki gerbang sekolah. Ku lihat hamparan indah bunga-bunga di taman, begitu indah dan sedap dipandang mata. Beberapa ekor burung gereja menukik di lapangan hijau. Aku melemparkan senyum pada teman-temanku. Sering aku berpikir bahwa hidup ini begitu indah jika kita bisa membuat orang lain bahagia, salah satunya dengan tersenyum.

Namaku Airin. Aku adalah salah seorang siswi di SMA 3 Sumbawa Besar. Aku siswi kelas XII. Terlahir dari keluarga yang cukup berada, membuatku merasa sebagai orang yang paling beruntung. Bayangkan, apapun keinginanku selalu dituruti. Namun, aku selalu merasa tak bahagia atau aku merasa ada sesuatu yang kurang dari hidupku, karena sudah 17 tahun usiaku, tak pernah kurasakan rasanya berbagi hati dengan lawan jenis. Mungkin karena aku telalu sibuk dengan pelajaran-pelajaran di sekolahku. Aku memang salah satu siswa berprestasi di sekolah.

Suatu siang saat istirahat pertama.

Ooooooopppppsssssssssss……………….

Sesosok tubuh tinggi tegap tepat berada di depanku. Ku hentikan langkahku secepat kilatan cahaya. Eeeeiiiitttssss……,, lebih lambat ku rasa.

“ Hai…Rin…. Mau kemana?? Sapa Alvin.

Sosok yang selama ini mampu membuat jantungku bekerja 1000 x lebih cepat darikondisi normal.

“ Mau ke perpus” , jawabku lega.

Kali ini jawabanku tepat, karena biasanya jawabanku selau 150’ berbeda dengan kenyataan.

“ Bareng yuk…”., tawarnya.

Tanpa pikir panjang ku iyakan langsung tawarannya. Kamipun berjalan berdua menuju perpustakaan.

Hari-hari berikutnya, kami selalu ke perpustakaan bersama. Entah sengaja atau tidak kadang khayalan liarku menemukan bahwa Alvin sengaja menungguku tepat di koridor. Namun, menurutku ini adalah sebuah kesengajaan yang mengasyikkan karena aku bisa lebih dekat dengan Alvin. Menurut sahabatku Intan, ini karena ulah teman-temanku dan keluarga kami yang selalu berusaha menjodohkan kami sehingga kami tidak bisa bersikap secara wajar sebagai teman yang sudah lama saling kenal. Apalagi Alvin adalah temanku dari SD sekaligus tetangga. Namun kami selalu merasa jauh, entah apa yang menyebabkannya kami tak tahu.

Malam ini aku ingin segera menyelesaikan tugas kimiaku. Apalagi Alvin akan datang ke rumahku malam ini. Mengingat Alvin yang akan datang malam ini ke rumahku lebih ku pikirkan daripada memikirkan orchestra lambungku yang sedari tadi bernyanyi minta diisi.

Aku sedang asyik bergulat dengan bilangan Avogadro untuk menambahkan mole agar reaksi berlangsung seimbang. Namun ini tentu saja karena Alvin. Padahal selama ini aku seperti dipaksa menelan sebutir aspirinsaat mengerjakannya. Namun saat ini, detik ini aku serasa mampu mengerjakan setumpuk soal kimia , bahkan soal kalkulus sekalipun.

“Rin……………,, cepatan keluar, ada Alvin” , teriak kak Siska kakakku satu-satunya yang juga sangat cantik itu memanggilku agar segera keluar kamar.

Ketika ku buka pintu di hadapanku berdirilah sosok yang ku kagumi selama ini.

“ Ini dari mamaku buat mamamu” kata Alvin mengangkat sebuah bingkisan plastikberisi jeruk dengan wajah berseri. Tiba-tiba muncul ide jail di kepalaku.

“ Bagaiman kalau jeruknya kita yang makan” kataku.

“mmmmmmm………………” .

Ia kemudian mengangguk pasrah. Al hasil kami sukses menyikat jeruk itu hingga ludes tak tersisa.

Malam ini benar-benar indah. Jutaan bintang menyaksikan kami berdua. Fakta baru yang ku temukan adalah bahwa selain kami sama- sama menyukai jeruk, ternyata Alvin juga menyukai astronomi.

“Rin, seandainya kamu jadi planet, kamu mau jadi planet apa? Tanya Alvin

“Tentu saja Bumi, jawab ku cepat.

“Kenapa? Tanya Alvin lagi.

“ Karena Bumi adalah sumber kehidupan yang bermanfaat bagi makhluk hidup, dan aku ingin seperti bumi yang bermanfaat bagi orang lain” , jelasku.

“ Terus,, kamu mau jadi planet apa, aku balik bertanya.

Sambil menatap bintang-bintang yang gemerlapan di langit malam, Alvin menjawab.

“ Kalau aku menjadi planet aku akan memilih menjadi mars, jawab Alvin yakin.

“ Kenapa? Tanyaku bingung.

Karena mars adalah planet yang dekat dengam bumi dan gadis yang aku sayang tinggal di bumi “ .

“ Ya ampuuun….????.

Apa itu aku????, jerit batinku.

Namun, itu adalah hal yang tidak mungkin selain impianku meraih nobel kimia. Mengingat Alvin adalah teman sekaligus tetanggaku juga dan selama ini Alvin selalu bersikap biasa saja bahkan bisa dikatakan cuek. Jadi, menurutku itu adalah hal yang tidak mungkin. Dan, aku mencobamenerapi diriku sendiri bahwa itu bukan aku.

Langit cendrawasih terasa terik. Udara siang itu terasa kering. Hujan yang dua hari lalu bagai ditumpahkan dari langit kini telah reda. Di tempat-tempat tertentu, tampak hiruk-pikuk siswa-siswi yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Di salah satu sekolah ku dapati sahabatku Intan tengah memasang madding sekolah untuk edisi minggu depan. Itu memang tugas rutinnya tiap minggu. Ku hampiri dirinya dan kubantu menawarkan jasaku. Akhirnya kami bersama-sama memasang madding. Sesekali ku baca puisi buatan Intan.

“Taaaaannnnn……….. ,puisi buatanmu bagus banget, Aku rasa kamu jelmaan Chairil Anwar.

“Airin…,, Chairil Anwar itu cowok,,, balas Intan gemas.

“ Iya ya, jawabku dengan wajah tersipu malu.

Kuperhatikan wajah Intan yang tiba-tiba berseri. Dia sedang memandang Indra yang sedang bergurau dengan teman-temannya. Sosok yang sejak dua tahun terakhir ini disukainya, tetapi hanya mampu ia pandangi dari jauh.

Cinta memang perasaan yang aneh dan super rumit yang diciptakan Tuhan buat manusia. Namun siapapun yang mampu merasakan cinta harus bersyukur karena tidak semua orang berkesempatan mengecap getar-getar indah saat bertemu dengan orang yang dicintainya. Contohnya Sir Isaac Newton, ilmuwan yang melegenda sepanjang sejarah ilmu peradaban manusia bahkan tidak sempat merasakannya.

Astaga…….

Untung aku ingat Newton. Aku tersadar dari lamunanku, dan segera ku ingat bahwa Pak Bambang guru kimia kami memanggilku ke ruang guru. Aku pun pamit pada Intan yang masih terlihat sibuk.

Setelah kutemui Pak Bambang ternyata aku ditunjuk untuk mewakili sekolah dalam Olimpiade kimia tingkat Provinsi. Tentu saja setelah aku berhasil mengalahkan pesaing-pesaingku dari sekolah lain. Aku memang boleh dibilang cukup menguasai kimia. Salah satu ilmu yang menjadi bukti kebesaran Tuhan. Itulah yang membuatku jatuh cinta pada kimia.

“Rin…….,, ternyata setiap helain rambut yang rontok dari kepalamu yang jenius itu tidak sia-sia, aku bangga denganmu kata Intan dengan nada puitis sambil memelukku senang.

Seminggu ini aku menyiapkan diri dalam menghadapi lomba. Aku harus benar-benar menyiapakan diri, otak, mental dan juga fisik. Mengingat ini membawa nama sekolahku. Kuhindari pertemuan dengan Alvin. Hanya sesekali ku pandangi wajahnya untuk menambah semangatku yang mulai berkurang.

Suatu hari aku bertemu dengan Alvin.

“ Rin, nanti malam aku ke rumahmu yah, tawarnya.

“ hhhmmmm,, gimana ya, pikirku seraya mengernyitkan dahi.

“ Boleh ya Rin, pintanya.

Aku pikir tak apa-apa jika aku menghabiskan waktu malam ini dengannya karena kami akan berpisah hampir satu minggu .

“ Ya udah datang aja” , jawabku menyetujui.

Tepat pukul 20.00 wita, Alvin datang ke rumahku. Kamipun duduk di taman samping rumahku.

“ Rin,bagaimana perasaanmu?. Tanya Alvin memulai pembicaraan.

“ Tentu saja tegang, jawabku. Tetapi aku akan berusaha semampuku dan apapun hasilnya nanti aku akan terima, jelasku.

“Maksudmu apa Rin? tanyaAlvin dengan raut wajah tak mengerti.

“ Perasaanku tentang Olimpiade, ini kan??. Jawabku.

Alvin makin terlihat bingung dengan jawabannku.

“ Iya kan vin, aduhhh . . .makasih banget lo, kamu datang ke sini buat dukung aku kan vin, sergahku dengan cepat.

Alvin hanya bisa mengangguk seraya menghembuskan nafas pelan dan berkata “ yaah…..” .

‘ Gitu dong, sebagai teman yang baik kamu harus mendukungku, kataku sambil menpik bahunya.

‘’J adi, kita hanya teman? Tanya Alvin.

“ Ya, kita hanya teman yang baik “ .

“ Baiklah….., teman , aku pulang dulu “ .

Setelah Alvin pamit, aku baru menyadari bahwa sebenarnya tadi kami sedang tidak membicarakan topik yang sama. Hari-hari berikutnya, sikap Alvin berubah terhadapku. Ia tidak lagi tersenyum ataupun menyapaku bila bersua denganku. Ini membuatku sedikit tak tenang.

Hari ini, aku berangkat ke Mataram untuk mengikuti olimpiade kimia. Aku diantar oleh kedua orangtuaku. Tidak lupa sahabatku Intan jugaikut mengantarkanku. Intan mengatakan bahwa tadi Alvin dating ke rumahnya dan menyuruhku agar hati-hati. Intan mengatakan bahwa selama ini Alvin tak tahu kalau aku ikut olimpiade.

Fakta baru yang disampaikan Intan menyadarkanku, bahwa mungkinkah Alvin hendak menyatakan perasaannya padaku malam itu?. Aku sedikit tak tenang. Ku coba menerapi diriku sendiri dan berjanji pada diriku sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja saat aku kembali. Namun ternyata aku salah………..

Olimpiade selama satu minggu di Mataram telah berakhir. Aku pulang tidak hanya menyandang peringkat tiga besar, namun juga sesungging senyuman tertahan di bibir ku untuk Alvin. Dengan peringkat tiga besar yang ku raih, aku bisa masuk Universitas idamanku tanpa tes. Papa memelukku bangga saat menjemput ku di bandara.

“ Kamu memang anak kebanggaan papa, papasangat bangga sama kamu nak “, puji papaku senang.

Ketika aku sampai rumah, kumasuki ruang tengah dan kulihat Alvin tengah asyik mengobrol dengan kak Siska. Aneh, Alvin sama sekali tidak melihatku. Ku keluarkan barang bawaanku dari dalam koper di bantu oleh mamaku. Ku bersihkan badanku secepat kilat. Ku ambil bingkisan kecil berisi replika mars terbelah dua kedalam kantongku. Rencananya aku hendak memberikan sebagiannya pada Alvin.

Ketika aku melangkah ke ruang tengah,aku sudah tidak menemukan Alvin di sana. Apa dia sekecewa itu denganku” ? tanyaku dalam hati. Beribu pertanyaan tak terjawab bersarang di benakku.Akhirnya pertanyaan ituterjawab ketika…..

Tiba- tiba……

“ Rin……, tebakapa yang terjadi ? kata kak Siska sambil memelukku, terlihat sangat bahagia.

“ Apa kak ? “ , tanyaku berusaha terlihat antusias padahal setengah dari diriku melayang memikirkan Alvin.

“ Kakak sudah jadian sama Alvin… !!, teriak kak Siska senang. Bagai sebuah benda bermassa ratusan kilogram jatuh di kepalaku begitu mendengarucapan kak Siska. Aku hampir tak percaya dengan apa yang aku dengar.

“ Kapan kak?, tanyaku berusaha menyembuyikan kekecewaanku.

“ Tepat sehari setelah kamu ke Mataram. Ternyata selama ini dia menyukai kakak. Ia selalu mencuri pandang saat dia datang ke rumah “ . Lalu mengalirlah cerita kak Siska tentang Alvin.

Tuuuhhhaaaaaaaaaannnnnnnn………………. !!!!!!!!!!

Tak bisakah waktu kembali pada malam itudetik itu ???

Kini yang ada pada dirikuhanya penyesalan dan penyesalan. Sosok yang selama ini ku kagumi kini telah bersama orang lain. Aku hanya bisa menangis dan menyesali semua ini , hanya diary book dan sahabat sejatiku Intan yang selalu setia bersamaku.

Akhirnya aku merelakan cintaku pada Alvin. Aku memutuskan untuk mengejar citaku untuk menjadi ahli kimia. Berbekal otak dan peringkat 3 besar yang ku raih dalam Olimpiade kimia lalu, aku diterima di Universitas Indonesia jurusan tekhnikKimia .

Ku berikan replika mars terbelah dua kepada Intan dankusemangati dirinya untuk menyatakan cintanya pada Indra. Tetapi belum sempat Intan melakukannya, Indra telah terlebih dahulu melakukannya. Ku berikan replika mars sebagian kepada Intan dan sebagian lagi masih ku simpan.

Suatu hati Alvin melihat replika yang kuberikan sebagiannya pada Intan seraya bergumam:

“ Andai waktu bisa terulang kembali, aku tidak akan kehilangan orangyang aku cinta” .

Namun, satu hal yang pasti, Alvin masih menepati janjinya padaku untuk menjaga kak Siska “ .

Ranting – ranting itu telah patah, sungai itu kini menangis. Bunga – bunga di taman di bawah naungan langit cendrawasih itu kini mekar dalam sunyi. Burung- burung gereja itu kini telah terbang bebas di angkasa. Ada ukiran kisah di Smaniga, dalam kerlip lampu warna-warni, namun aku masih ragu masih adakah mentari melintasi langit cendrawasih……

By ; Sri Widya Ningsih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun