Kisah tersebut mengajarkan kita betapa pentingnya menjaga perasaan orang lain, meskipun bisa jadi orang lain memiliki niat yang jahat terhadap diri kita.
Allah tidak selalu mengirim orang baik pada kita. Adakalanya Allah kirim orang yang tidak menyenangkan untuk menjadi penyelamat kita.
Baik menurut kita bisa belum tentu baik menurut Allah. Begitu pun sebaliknya. Untuk itu, kita harusnya selalu bersyukur dalam hal apapun.
Dalam suatu riwayat, Ali bin Abi Thalib berkata "lisan adalah penerjemah hati". Bila suatu ucapan cenderung pada keburukan, hendaknya seseorang yang beriman menahan diri dari berbicara, sebab apa yang sudah terucap tidak mungkin ditarik kembali.
Sebelum berbicara, pastikan perkataan kita benar dan tidak akan menyakiti perasaan orang lain, karena apa yang sudah keluar melalui bibir kita adalah sesuatu yang harus kita pertanggungjawabkan nantinya.
Jika belum bisa berkata yang baik, maka opsi yang tepat adalah lebih baik diam saja.
Sebagai umat Nabi Muhammad SAW, sudah sepatutnya kita meneladani sifat baik beliau, terlebih dalam perkara lisan. Meskipun kita dihadapkan dengan orang-orang yang berperilaku tidak menyenangkan, tetaplah berbuat baik karena Allah menyukai orang yang berbuat kebaikan.
Akan selalu ada balasan yang baik bagi orang-orang yang berbuat baik.
Semoga Allah senantiasa menetapkan dan memantapkan hati kita untuk selalu berada dijalan kebaikan dan selalu terus belajar serta mengevaluasi diri sendiri tentang penjagaan lisan kita. Banyak orang sukses bukan karena banyak ngomong, tapi lebih banyak karya melalui tindakan yang nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H