Mohon tunggu...
Sri Wandani Sukija
Sri Wandani Sukija Mohon Tunggu... -

Buruh Ketik

Selanjutnya

Tutup

Catatan

"Permasalahan Isu Audit Terkini"

16 April 2015   13:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:02 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Update: Kronologi Kasus Dana Siluman, Konflik Ahok VS DPRD DKI Jakarta

Perselisihan antara Pemerintahan Provinsi (Pemprov) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI semakin runyam. Berawal dari persoalan anggaran, konflik ini melebar ke persoalan kewenangan lembaga KPK dan Polri, rasisme, dan upaya-upaya penggiringan opini publik. Masing-masing saling berkelindan, dan yang terutama konflik ini bermula dari persoalan “perut”.

Berikut ini adalah kronologi kasus dana siluman yang dapat membantu untuk memahami kasus dana siluman dalam APBD DKI, terbaru:

Update:

12 Maret 2015

Panitia hak angket (penyelidikan) DPRD  DKI Jakarta mengklaim mereka menemukan adanya pelanggaran peraturan dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2015. Pelanggaran itu berupa tidak diikutsertakannya lembaga legislatif dalam pembahasan program RAPBD.

Pelanggaran lainnya, menurut DPRD, adalah keengganan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk mematuhi instruksi Kemendagri. Dalam instruksi Kemendagri, DPRD DKI dan Pemprov DKI diminta membahas bersama-sama draf RAPBD 2015 yang dikembalikan. Sementara Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah menyanggah tuduhan tersebut. Menurutnya pembahasan Pemprov dan DKI yang selama ini terjadi sifatnya hanya normatif. Namun Panitia hak angket DPRD DKI tetap berencana melaporkan Ahok beserta jajarannya ke kepolisian. Hal itu terkait pelanggaran peraturan dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2015 tersebut.

11 Maret 2015

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan sangkaan melakukan fitnah dan pencemaran nama baik di berbagai media. Kuasa Hukum Pelapor, Razman Nasution menjelaskan, ia mendapat kuasa dari tujuh orang anggota DPRD untuk melaporkan Ahok yakni; Abraham Lunggana atau Haji Lulung, Maman Firmansyah, Tubagus Arif, Haji Nawawi, Bambang Kusumanto, Haji Syarifudin, dan Prabowo Soenirman. DPRD DKI melakukan rapat hak angket. Perwakilan Pemprov DKI diusir dari ruang rapat meski sudah membawa surat pemanggilan dari DPRD.
10 Maret 2015

Beredar kabar sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta berencana melaporkan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke Bareskrim Polri. Inisiatif laporan tersebut dilakukan oleh Wakil Ketua DPRD DKI, Abraham Lunggana alias Haji Lulung.

Menurut detik.com setidaknya ada lima orang anggota DPRD yang menandatangani surat kuasa kepada pengacara Razman Nasution, antara lain: Abraham Lunggana ‎(Wakil Ketua DPRD DKI), Maman Firmansyah (Fraksi PPP)‎, Tubagus Arif (Fraksi PKS), Ahmad Nawawi (Fraksi Demokrat), Bambang Kusumanto (Fraksi PAN), dan Syarifuddin (Wakil Ketua Fraksi Hanura‎‎).

9 Maret 2015

Oknum anggota DPRD DKI Jakarta dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh LBH Pendidikan. Laporan tersebut terkait dengan kekisruhan pada saat mediasi antara Pemprov dengan DPRD membahas RAPBD 2015 pada Kamis (5/3/2015) lalu. LBH Pendidikan (pelapor) menganggap bahwa umpatan yang dikeluarkan Anggota DPRD tersebut dianggap melecehkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).  Direktur LBH Pendidikan Ayat Hadiyat, menyatakan bahwa salah satu anggota DPRD disangkakan melakukan pidana dengan Pasal 156 KUHP dan atau Pasal 4 huruf b angka 2 jo pasal 16 Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

9 Maret 2015

Polda Metro Jaya berencana memanggil Komisi E DPRD DKI Jakarta terkait kasus pengadaan alat uninterruptible power supply (UPS). Komisi E DPRD adalah komisi yang menangani bidang pendidikan. Menurut Kepolisian kasus UPS mengarah pada  keterlibatan Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

8 Maret 2015

Terjadi adu mulut antara pendukung Ahok yang menamakan diri sebagai #TemanAhok dan pendukung DPRD di area car free day di Bundaran Hotel Indonesia.

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama berencana mengeluarkan mengeluarkan Pergub untuk menyelesaikan masalah pembahasan RAPBD 2015 dengan DPRD DKI. Apabila Pergub benar dikeluarkan maka pembahasan APBD di DPRD DKI sudah tertutup.

5 Maret 2015

Siang

Rapat mediasi berkaitan dengan selisih anggaran antara Pemerintahan Provinsi DKI di Kementerian Dalam Negeri. Rapat mediasi berlangsung ricuh. Muncul umpatan kasar yang diduga dilontarkan anggota DPRD DKI. Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo tidak hadir dalam rapat mediasi.

Malam

Muncul tagar #SaveHajiLulung yang beredar di Twitter. Tagar ini menjadi trending topik di Twitter setidaknya sampai Saptu, 7 Maret 2015. Munculnya tagar #SaveHajiLulung bermula dari ucapan Wakil Ketaua DPRD DKI, Abaraham Lunggana alias Haji Lulung yang salah sebut UPS dengan USB. Selain itu juga sebagai ungkapan satir netizen terhadap perilaku anggota Dewan.

4 Maret 2015

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama dan jajarannya mendatangi kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk membicarakan perihal anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) DKI 2015. Mendagri berencana melakukan mediasi antara Pemprov DKI dan DPRD DKI.

28 Februari 2015

Kepolisian Daerah Metro Jaya mulai bergerak menyelidiki kasus pengadan UPS atas dasar pengaduan masyarakat. Penyidik Kepolisian bahkan telah memeriksa 12 saksi, termasuk mantan Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Sudin Dikmen Jakarta Barat Alex Usman dan mantan Kepala Sudin Dikmen Jakarta Pusat Zaenal Soelaiman. Kepolisian merahasiakan pelapor masalah tersebut.

27 Februari 2015

Pemprov DKI mengirim surat Gubernur kepada Ketua KPK tentang laporan dinamika pembahasan RAPBD 2015. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok melaporkan adanya dugaan dana siluman dalam Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah DKI (RAPBD) senilai RP 12,1 trilliun. Ketua Plt KPK, Johan Budi, menyatakan penanganan laporan Ahok kepada KPK berbeda dengan penyelidikan proyek pengadaan uninterruptible power supply (UPS) di pelbagai sekolah di Jakarta yang ditangani Polda Metro Jaya. Johan Budi juga mengatakan bahwa laporan yang disampaikan Ahok kepada KPK bukan hanya soal pengadaan UPS, tetapi juga dugaan penyelewengan APBD DKI sejak tahun 2012 hingga 2014.

25 Februari 2015

Pemprov DKI mengirim surat kepada Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DKI tentang evaluasi RAPBD 2015.

23 Februari 2015

Pemprov DKI mengirim surat balasan penyempurnaan APBD ke Kemendagri.

23 Februari 2015

Pemprov DKI mengirim surat Gubernur kepada Ketua DPRD tentang kemajuan Raperda dan Rapergub APBD tahun 2015.

10 Februari 2015

Pemprov DKI menerima surat dari DPRD tentang persetujuan penetapan Raperda RAPBD 2015.

6 Februari 2015

Pemprov DKI menerima surat dari Kemendagri tentang Penyampaian Raperda Provinsi DKI Jakarta tentang APBD 2015 dan Rapergub DKI Jakarta tentang penjabaran APBD 2015 pada 6 Februari 2015.

4 Februari 2015

Pemprov DKI mengirimkan dokumen APBD 2015 ke Kemendagri pada 4 Februari 2015.

29 Januari 2015

Pemprov DKI menerima tanggapan Surat Mendagri Nomor 903/26/SJ tanggal 6 Januari 2015 tentang teguran atas keterlambatan penetapan peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2015.

Referensi :

http://semacamberita.blogspot.com/2015/03/update-kronologi-kasus-dana-siluman.html

BPK Pantau Anggaran Siluman

Anggaran Bodong Rp 8,8 Triliun Diduga dari Silpa APBD 2014

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan DKI Jakarta, menaruh perhatian besar terhadap munculnya dugaan anggaran siluman sebesar Rp 8,8 triliun yang diungkap Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Mereka saat ini tengah serius memantau perkembangan dugaan anggaran illegal itu dari hari ke hari.

"Kami sudah mengetahui kabar mengenai dugaan anggaran siluman Rp 8,8 triliun dalam RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, Red) DKI tahun 2015. Namun kami masih menunggu, karena gubernur dan DPRD masih melakukan proses koreksi terhadap dugaan itu," ujar Efdinal, Kepala BPK RI Perwakilan DKI Jakarta kepada INDOPOS, kemarin (22/1).

Menurut Efdinal juga, pihaknya belum bisa berkomentar lebih jauh mengenai kasus tersebut. Namun, tetap saja BPK akan terus melakukan pemantauan. Hingga nanti, saat RAPBD DKI 2015 disahkan menjadi APBD, BPK baru akan bergerak melakukan pemeriksaan. Apakah APBD DKI 2015 itu sesuai dengan pelaksanaan, atau terdapat penyimpangan.

"Hasil pemeriksaan nanti akan diungkapkan di depan Pemprov DKI dan DPRD DKI setelah APBD DKI 2015 selesai dilaksanakan," katanya juga

Di luar itu semua, dijelaskan Efdinal lagi, setiap penyimpangan anggaran harus dicegah. Karena, bisa dipastikan dengan adanya penyimpangan, berarti ada masalah dalam APBD DKI.

"Peran kami (BPK, Red) memeriksa dan mengimbau agar penyimpangan anggaran tak terjadi lagi di masa mendatang," tegas juga mantan Kepala BPK Perwakilan Banten tersebut.
Sementara itu, Koordinator Indonesia For Transparency And Akuntability (Infra) Agus Chaerudin, menjelaskan anggaran siluman dalam RAPBD DKI 2015 seperti yang diungkapkan oleh Gubernur Basuki sudah diperkirakan sejak jauh-jauh hari.
Sebab, anggaran itu berasal dari Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) dari APBD 2014 lalu. Selanjutnya, anggaran dijadikan sebagai pokok pikiran (pokir) oleh oknum dewan. "Kami sudah tidak kaget jika anggaran siluman kembali muncul. Kami sudah prediksi sejak jauh-jauh hari," terangnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat untuk kesekian kalinya sepaham dengan Gubernur DKI Basuki, bahwa pihaknya tidak akan menerima anggaran-anggaran siluman semacam itu yang masuk dalam RAPBD DKI.

"Itu kan (anggaran, Red) harus dibahas di komisi, Badan Anggaran (Banggar) dan lain-lain. Kita tidak akan terima siluman-siluman itu. Saya sudah bilang, tidak usah," ungkapnya.

Dijelaskan Djarot, hal tersebut juga bisa dikomunikasikan dengan baik, mengingat pemerintahan itu terdiri atas eksekutif dan legislatif. Dengan cara komunikasi, katanya, maka tidak akan muncul lagi anggaran-anggaran siluman yang muncul seperti saat ini.

Djarot juga mengatakan, DPRD bukanlah musuh pemerintah daerah (pemda) sehingga perlu kerjasama kedua belah pihak dengan tetap membuka ruang komunikasi. Apalagi dalam merumuskan anggaran ada tim anggaran yang dibentuk seperti Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI dan Bappeda (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) DKI.

"Kalau itu (anggaran siluman) untuk sosialisasi, saya tidak yakin semuanya sosialisasi. Itu pun harus selektif," jelas juga mantan Wali Kota Blitar tersebut. Djarot juga.berharap supaya pengesahan RAPBD DKI 2015 bisa segera dilakukan. "Jika bisa dipercepat mengapa harus molor?," ungkapnya juga.

Dengan demikian, ujarnya lagi, komunikasi pun harus dilakukan secara intensif sehingga program-program yang disusun bisa jelas. "Apalagi saat ini semua angaran dalam APBD DKI 2015 sudah memakai e-budgeting," ungkapnya lagi.

Gubernur Ahok sendiri memang sudah geram dengan sikap DPRD DKI yang karena pengajuan anggaran siluman tersebut ditolaknya, rapat paripurna penyampaian pidato gubernur atas pandangan umum fraksi-fraksi yang seharusnya digelar Jumat (16/1) lalu, tiba-tiba dibatalkan. Hal itu tak ayal akan lebih memperlama proses pengesahan APBD DKI 2015.

Sebelumnya Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi didampingi pimpinan dewan lainnya saat bertemu Ahok, Senin (19/1) lalu, kaget dengan dugaan masuknya anggaran siluman Rp 8,8 triliun dalam RAPBD DKI 2015.

"Kita sebagai anggota dewan ingin menjelaskan mengenai persoalan ini (anggaran siluman, Red). Karena kita memang belum ngasih apa-apa ke Bappeda lho, kok ada kabar anggaran Rp 8,8 triliun seperti ini di media," terang. Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 30 menit itu, Pras-sapaan Prasetio Edi Marsudi, mengaku tidak tahu menahu adanya pengajuan anggaran tak jelas tersebut.

"Itu cuma miss komunikasi aja. Saya selama ini memang sedang sibuk juga, beliau (Ahok) juga sibuk. Terus kok beredar di media seperti ini," terang juga politisi PDIP itu. (wok)

Referensi : http://www.bpk.go.id/news/bpk-pantau-anggaran-siluman

Komentar :

Untuk para wakil rakyat alangkah lebih baiknya jika beliau-beliau ini melakukan pekerjaan dengan baik, jangan menyalahgunakan wewenang dan jabatannya karena sangat merugikan rakyat. Dalam poembuatan anggaran pun begitu, jangan membuat anggaran yang tidak jelas kegunaannya, lebih baik anggaran itu di anggarkan untuk hal-hal yang bisa menambah kemajuan bangsa ini, jangan malah disalahgunakan. Uang dari rakyat yaa seharusnya juga untuk kesejahteraan rakyat juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun