Mohon tunggu...
Sri Wahyuni
Sri Wahyuni Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi

Jangan mudah menyerah:)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Urgensi Netralitas Birokrasi di Pilkada

20 November 2019   11:32 Diperbarui: 20 November 2019   11:51 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Netralitas adalah keadaan dan sikap tidak memihak/bebas. Dasar hukumnya diatur dalam UU No.5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara(ASN). Sedangkan Birokrasi adalah sekelompok masyarakat yang memiliki kekuatan untuk dimanfaatkan untuk meraih kemenangan kandidat. Jadi tidak heran jika para kandidat akan memanfaatkan keberadaan birokrasi sebagai salah satu alat untuk meraih kemenangan.

Harus diakui, posisi ASN dalam pilkada selalu dilematis. Karena satu sisi jelas ada berbagai regulasi yang melarang ASN memberikan dukungan terhadap calon kepala daerah. Bahkan ASN yang terbukti tak netral dalam pilkada bisa diberi sanksi, mulai dari sanksi peringatan hingga sanksi penurunan pangkat, Tetapi di sisi lain, Para ASN juga mau "diperalat" untuk pemenangan calon tertentu karena mereka butuh eksis dijabatannya.

Apalagi jika calon yang di dukung meraih kemenangan maka ASN tersebut akan menetapkan tempat dimata kepala daerah terpilih. Biasanya kepala daerah terpilih akan melakukan perombakan susunan birokrasi. ASN yang menjadi pendukung akan diberi posisi strategis. Sebaliknya, ASN yang tak berkontribusi untuk kemenangan akan di kotakan atau dipinggirkan.

Dilema seperti itulah yang membuat netralitas ASN terkadang sulit diwujudkan. Mengapa ASN menjadi media yang menguntungkan untuk memenangkan calon kepala daerah? Karena diyakini oleh para kandidat pemilihan para daerah bahwa satu orang ASN dapat menarik lima sampai sepuluh suara atau lebih.

Hal pertama yang perlu dipertimbangkan dalam proses pilkada adalah : apakah ASN akan bertahan untuk tidak ikut berpihak pada salah satu calon kepala daerah. Yang kedua, apakah para calon kepala daerah tidak tertarik untuk memanfaatkan potensi ASN. Jadi pada masa inilah netralitas ASN diuji.

Dalam PP No.53 tahun 2010 tentang pegawai negri sipil. Pasal 4 ayat (14) disebutkan bahwa dilarang memberikan dukungan kepada calon kepala daerah atau wakil kepala daerah. PNS tidak boleh terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon kepala daerah atau wakil kepala daerah, tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye, tidak mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu.

Namun banyak juga ASN yang melanggar peraturan itu. Sebab ASN selalu dipaksa memberikan dukungan kepada calon pemimpin. Baik dukungan secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Faktanya, jika ASN tidak memberikan dukungan posisi mereka bisa terancam. Padahal seorang ASN haruslah netral. Karena ditubuh  mereka melekat berbagai fasilitas milik negara. Setiap bulan negara harus mengeluarkan uang untuk gaji tunjangan dan berbagai fasilitas lain, karena itulah mereka tidak boleh menyalahgunakan fasilitas negara itu.

Jika ASN tidak netral maka akan menguntungkan calon tertentu dan merugikan calon lain. Jika sudah demikian maka kepentingan publik yang akan terancam. Lalu mengapa masih ada saja ASN yang tidak netral ? padahal dia tahu bahwa konsekuensi ketidaknetralan pada pilkada juga akan mengancam posisi mereka. Mungkin saja ketidaknetralan tersebut disebabkan oleh adanya kepentingan pribadi dari ASN dan penyebab lainnya kenapa ASN tidak netral karena mereka mengamankan masa depannya dengan mengambil sikap yang jelas dan mendukung salah satu kandidat. Padahal sebenarnya itu hanya membuat posisi ASN terancam.

Pada zaman sekarang ini kurangnya kesadaran politik ASN dikarenakan ASN yang lebih mementingkan kepentingan pribadi itulah yang membuat ASN diam-diam ikut melakukan kampanye ataupun hal yang lainnya. Diperlukannya kesadaran bahwa posisi ASN adalah perekat pemersatu bangsa, sehingga ASN tidak boleh "berat sebelah" terhadap salah satu calon pilkada. Dengan menjaga netralitas dalam pilkada akan turut menjaga netralitas birokrasi pemerintahan untuk memberikan pelayanan yang adil kepada masyarakat.

Namun jika ingin netralitas menjadi bagian melekat dari ASN, mungkin wacana mencabut hak suara atau politik PNS seperti yang diberlakukan pada TNI/Polri akan menjadi satu solusi konkret. Netralitas bagi ASN itu harus dan perlu serta harga mati, supaya tidak terulang kesalahan pada masa sebelumnya dan untuk lebih meningkatkan profesionalitas ASN karena memang ASN di UU No.5 tahun 2014 ini diakui sebagai "profesi". Tujuan dari UU tersebut juga menjadikan ASN netral dan tidak terpengaruh oleh intervensi politik mana pun.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun