Mohon tunggu...
Sri Wahyuningsih
Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Geografi UIN SUSKA RIAU

Perkenalkan nama saya Sri Wahyuningsih, berasal dari Sumatera Utara, hobi saya membaca komik dan mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Penyebab dan Akibat Gempa Bumi 5-6 SR di Mentawai: Tinjauan Geologis

11 Juni 2024   09:00 Diperbarui: 11 Juni 2024   09:35 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Kepulauan Mentawai merupakan sebuah kabupaten yang masuk ke dalam provinsi Sumatera Barat yang letaknya berada di luar pulau Sumatera. Kepulauan Mentawai merupakan bagian dari serangkaian pulau non-vulkanik dan kepulauan ini merupakan puncak dari suatu punggung pegunungan bawah laut.

Kepulauan Mentawai terletak memanjang di lepas pantai barat pulau Sumatera yang semua sisinya dikelilingi oleh perairan Samudera Hindia dan terletak di daerah lempeng bumi yang rawan gempa meskipun tidak berada di daerah vulkanik, yang dikenal sebagai zona megathrust Segmen Mentawai-Siberut. Dalam kepulauan Mentawai terdapat salah satu pulau yaitu pulau Siberut. Pulau Siberut adalah kumpulan bukit yang bergelombang yang dikelilingi oleh dataran pantai. Di daerah pantai didominasi oleh tanah lunak (kelas E) dan tanah sedang (kelas D), dan di bagian tengah pulau Siberut didominasi oleh tanah keras atau batuan lunak (kelas C). setelah mengalami pelapukan, beberapa batuan di pulau Siberut bersifat lunak, lepas, belum kompak (belum terkonsolidasi), dqan memperkuat efeknya. Di pulau Siberut terdapat batuan berumur pra tersier dan tersier yang terdiri dari batuan metamorf dan meta sedimen. Selain itu,

Pada 10 februari 1797, gempa besar berkekuatan M 8,5 dan tsunami yang melanda Kepulauan Mentawai dan menyebabkan lebih dari 300 orang meninggal. Di tahun berikutnya, gempa bumi yang kuat dengan magnitude di atas 6 sering terjadi pada tahun 2016, 2018, 2019, dan 2023. Diperkirakan gempa bumi bermagnitu do 8,9 tidak akan terjadi lagi seperti tahun 1797, karena membutuhkan kekosongan yang cukup lama untuk menimbulkan gempa bumi yang besar.

Saat terjadi gempa bumi berkekuatan 5-6 SR, warga Kabupaten Kepulauan Mentawai, yang berada di dekat pusat gempa bumi, merasakan guncangan yang kuat selama beberapa detik, yang membuat mereka panik dan meninggalkan rumah mereka.Sebagian besar penduduk di Kecamatan Siberut Barat, Kecamatan Siberut Barat Daya, dan Kecamatan Siberut Utara melarikan diri ke dataran tinggi yang lebih aman.Orang-orang di Desa Sikabaluan, yang terletak di Kecamatan Siberut Utara, Kepulauan Mentawai, memilih untuk mengungsi ke bukit di Tamairang.Karena jalan masih licin, ratusan orang yang mengungsi dengan sepeda motor dan jalan kaki sempat terhambat selama lima belas menit karena menumpuk di jalan menuju Tamairang.Orang-orang di Kecamatan Siberut Barat, yang paling dekat dengan pusat gempa, juga langsung mengungsi setelah gempa.Dia mengklaim bahwa banyak orang yang tinggal di pesisir. 80% dari 2.000 orang di Desa Simatalu bermukim di pantai, begitu juga dengan Sigapokna yang jumlah penduduknya lebih dari 2.000 jiwa. Sementara di Simatalu ada sekitar 500 jiwa yang bertempat tinggal di lokasi rawan bencana.

Dalam upaya pemulihan pasca bencana gempa bumi, pemerintah menerapkan beberapa strategi langsung yang digunakan untuk mempercepat upaya dan proses pembangunan kembali dan pemulihan mata pencarian di kepulauan Mentawai. Strategi-strategi ini termasuk relokasi ke daratan yang lebih tinggi dan menumbuhkan tanaman di pekarangan rumah untuk membantu penduduk yang terkena dampak bencana mendapatkan uang setiap hari. Pemerintah provinsi dan kabupaten memindahkan warga yang tinggal di daerah pantai ke sepuluh tempat yang lebih baik di sekitar Pagai Utara, Pagai Selatan, dan Sipora. 2.072 kepala keluarga direlokasi, termasuk yang terkena dampak bencana dan yang tidak terkena dampak bencana, tetapi ingin meninggalkan wilayah yang rentan bencana. Hingga saat ini, mereka masih tinggal di perumahan sementara di lokasi relokasi sampai dana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi tersedia. Salah satu cara yang efektif untuk membantu masyarakat korban bencana memperoleh penghasilan harian sambil menunggu panen tanaman tahunan seperti kakao dan nilam adalah mengembangkan tanaman di pekarangan atau halaman belakang rumah seperti talas, pisang, singkong, dan jagung. Penelitian ini menemukan bahwa masyarakat yang terkena dampak bencana membutuhkan bantuan untuk panen yang efektif, teknologi pasca panen, pemrosesan, pengemasan, dan pemasaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun