Mohon tunggu...
Sri Sutrianti
Sri Sutrianti Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP

tertarik belajar menulis sebagai upaya ekspresif terapi.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Ketika Kaki Dan Tangan Berkata

27 Januari 2025   13:23 Diperbarui: 27 Januari 2025   17:54 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash


                                                                                     https://www.youtube.com/watch?v=le1q3-2347Q

"Akan datang hari, mulut dikunci..." demikian Chrisye memulai nyanyiannya. Mengalun dengan suara lirih,  seperti bisikan dari masa depan. Lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata, karya Taufiq Ismail ini, tak sekadar menjadi musik yang mengisi ruang dengar.  Liriknya yang puitis  adalah perenungan yang menembus keheningan batin.  Membangunkan kita dari keterlenaan dunia. Ada yang abadi dalam tiap nada, ada yang mendalam dalam tiap kata.
Mungkin, karena rindu  akan suara Chrisye, suara yang lembut namun penuh makna. Saya kembali mendengarkan lagu ini. Seperti doa yang terselip di antara kenangan dan perenungan. Bertepatan dengan hari  libur Isra Mikraj dan bulan Ramadhan yang mendekat, Ketika Tangan dan Kaki Berkata hadir bukan hanya sebagai musik, melainkan gema dari sesuatu yang lebih dalam: kesadaran yang perlahan menyapa, mengingatkan kita pada kefanaan dan pertanggungjawaban

"Ketika Tangan dan Kaki Berkata" adalah sebuah lagu religi yang direkam dan dinyanyikan oleh Chrisye (1949--2007) dari albumnya yang ke-17, Kala Cinta Menggoda. Lagu ini diciptakan oleh Chrisye dan liriknya ditulis oleh penyair terkenal di Indonesia, Taufiq Ismail, berdasarkan pandangannya tentang  Hari Pengadilan dan  ini sebetulnya adalah sebuah kutipan dari Surah Yasin ayat 65.
Lirik lagu ini lahir dari  dua kepekaan, musik Chrisye yang lirih dan lirik Taufiq Ismail yang tajam menembus relung batin. Dalam setiap baitnya, terdapat  renungan panjang. Tak hanya tentang kehidupan, tetapi juga ketidakberdayaan manusia di hadapan sesuatu yang lebih besar dari dirinya. Proses rekaman lagu ini bukan sekadar rutinitas di studio; ia menjadi  perjalanan spiritual bagi Chrisye. Dimana tiap kata yang terucap terasa seperti pengakuan yang begitu intim, begitu jujur hingga air mata pun tak dapat dielakkan. Lagu ini, seperti yang diakui Chrisye kemudian, adalah sebuah peristiwa batin yang begitu dalam hingga ia enggan untuk kembali menengoknya. Seolah-olah ada beban perasaan yang tak bisa diulang. Karena kejujuran yang telah tumpah di dalamnya adalah sesuatu yang telah sempurna dalam ketidaksempurnaannya.
Lagu ini, yang terakhir direkam oleh Chrisye untuk album Kala Cinta Menggoda, membutuhkan banyak waktu karena Chrisye selalu meneteskan air mata begitu menyanyikan beberapa baris. Akhirnya, sehari sebelum berangkat ke Australia, dia berhasil menyelesaikannya  dengan dukungan istrinya, Yanti Noor.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Ketika_Tangan_dan_Kaki_Berkata)
Dalam komposisi ini, musik menjadi wahana bagi lirik untuk menelusup ke ruang-ruang perasaan yang sering kali kita abaikan. Aransemen yang disusun dengan teliti menampilkan dominasi piano yang lembut, seolah-olah mengantarkan kita pada ruang sunyi dalam jiwa. Biola yang menyusul perlahan, seperti desir angin yang membawa ingatan kepada sesuatu yang telah lama kita tinggalkan: renungan tentang kehidupan setelah mati.

Lagu ini berdiri di antara dua dunia: antara yang fana dan yang baka. Struktur musiknya yang tenang, tanpa eksplosivitas melodi yang mencolok, seolah menegaskan bahwa kehidupan ini berjalan dalam keheningan yang tak terhindarkan. Ada repetisi dalam progresi chord, sebuah pengulangan yang mengisyaratkan betapa seringnya kita lupa, dan betapa kita selalu kembali pada pertanyaan yang sama: apa yang telah kita lakukan selama ini?

Liriknya, dengan diksi yang sederhana namun kuat, mengajak kita masuk ke dalam ruang introspeksi yang personal. "Tiada lagi kata, hanya ada amal...". Betapa frasa ini mengandung beban yang tak terhingga. Mengingatkan bahwa pada akhirnya, kata-kata yang kita ucapkan akan kehilangan daya, yang tersisa hanya perbuatan yang kita torehkan di sepanjang perjalanan hidup.

Lagu ini adalah harmoni antara teks dan bunyi. Chrisye, dengan vokalnya yang khas: tenang, tanpa banyak vibrato, memberikan kesan bahwa ia tengah bercerita, bukan sekadar bernyanyi. Seperti seorang petualang yang kembali dari perjalanan panjang. Suaranya menghadirkan kesaksian yang jujur tentang keterbatasan manusia dihadapan keabadian.

Taufiq Ismail, merangkai kata-kata yang tak hanya religius, tetapi juga universal. Ia mengajak kita untuk melihat ke dalam diri, mempertanyakan motif. Dan pada akhirnya menyadari bahwa kehadiran kita di dunia hanyalah sementara. Dalam suasana seperti ini, lagu menjadi lebih dari sekadar hiburan; ia adalah doa yang dipanjatkan dalam bentuk lain.

Pada akhirnya, Ketika Tangan dan Kaki Berkata bukan hanya sekadar lagu religi; ia adalah penanda zaman. Sebuah catatan tentang kefanaan yang melebur dalam keindahan musik. Kita mendengarnya, dan mungkin tanpa sadar, kita diajak untuk lebih hening. Lebih sadar akan jejak yang kita tinggalkan.
Musik adalah suara hati yang tak selalu bisa diucapkan dengan kata-kata," ujar Chrisye. Ketika Tangan dan Kaki Berkata bukan sekadar lagu, melainkan doa yang lirih dan tulus.

"Mohon karunia
Kepada kami
HambaMu yang hina
Hu hu hu huuuuuu"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun