Leherku protes, katanya dia bosan jadi gantungan kepala,
punggungku nyinyir: "Hei, kapan terakhir kau biarkan aku tidur?"
Urat-urat berkomplot, bikin pesta kejepit di tengkuk,
dan benjolan di tiroid mengirim undangan tanpa alamat balik.
Tubuhku ini, rupanya, warung rematik yang selalu buka.
Dokter bilang: "Ini sakit, tapi tenang, kita obati."
Aku cuma ketawa sambil berpikir: dokter ini Tuhan?
Pil dan suntikan datang seperti tamu yang tak pernah diundang,
masuk, menyerbu, dan memaksa tubuhku nyanyi.
Nada sakitnya sih, mayor, tapi tetap salah kunci.
"Jangan terlalu banyak bergerak!" nasihat kursiku tiap pagi.
Aku bilang: "Santai saja, aku sudah jadi patung setengah abad."
Punggung bilang: "Hei, jangan lupa, aku sponsor utama nyerimu."
Leher ikut teriak: "Dan aku, sang maestro!"
Hidupku ternyata stand-up comedy yang bercabang.
Tapi, aku masih tertawa meski sakitnya datang shift malam.
Aku, tubuh-tubuh lelah yang terlalu serius jadi manusia.
Kadang ingin jadi kipas angin saja: berputar tanpa beban pikiran.
Tapi kipas juga akan diam saat listrik tak datang .
Jadi, ya sudahlah, sakit ini toh cuma cerita yang kadang bercanda.
Bandung, 29 Desember 2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI