Bu, di galeri kecil dalam  genggamanku ini, kutemukan wajahmu
Tersenyum menahan rindu, bersama masa lalu yang kita sebrangi
Kita pernah bersama menapak jejakmu di Rangkas Bitung, kampung kelahiranmu
Namun dunia berubah katamu, jalan-jalan tak lagi mengenal langkah kecilmu.
Hanya langit yang tetap biru, saksi bisu dari musim yang lalu
Dan kau tersenyum getir, mencengkeram kenangan dalam genggaman.
Waktu itu ada rasa sakit di pinggangmu yang kau abaikan sejenak
Demi melihat tanah kelahiran, tempat rindu terpendam dalam-dalam.
Bu, di tepi pantai itu, kau pernah bermain bersama gelombang
Menunggu kail-kail kecil yang kau lempar ke laut lepas.
Kau ceritakan tangan kecilmu yang menahan ikan yang menggeliat,
Kini kenangan itu hilang, tak berjejak di pasir pantai yang berubah.
Bulan Maret itu, kita kembali dari Rangkas Bitung yang tak sama
Dan September mengubah segalanya, merawatmu di kamar yang sunyi.
Multiple Myeloma mulai menggerogoti tulang dan menghisap merah darahmu,
Dan kau tersenyum pasrah, seolah telah tahu ujung perjalanan yang kau tuju.
Ketika kusentuh tanganmu, kurasakan ada harap yang terisak dalam bisu
Jemarimu  kupijat lembut, dalam doa-doa yang kurapalkan.
Kusampaikan rindu dan cinta yang tak mampu diucapkan
Menemani malam-malam yang panjang dalam pasrah yang tabah.
Bu, Cucu lelakimu yang juga merawat suamimu itu selalu ada
Dan akan selalu ada di sisimu, menjaga dengan kasihnya yang sederhana.
Hingga lelahnya terlihat, tak mampu bangun saat kau memanggil
Dengan kelembutan, kau terus memanggilnya dalam sunyi.
Ibu ingat kan, waktu itu meminta dibawakan tongkat panjang?
Seolah tongkat itu adalah sambungan kasih, penghubung kesetiaan.
Menyentuh malam yang lelah, membangunkan sosok yang terjaga
Dalam bisikan halusmu, ada cinta tak bertepi, menyentuh kelam malam.
Setelah itu, kau menarik nafas panjang
Dan dalam tatapan matamu terselip kata maaf yang tak terucap.
Cucumu itu yang selalu setia di sisi, meski lelah namun tak pasrah
Menjadi pelipur lara, menjadi sahabat di hari-hari yang kian larut.
Bu, engkau adalah rindu yang tak pernah tuntas
Tegar dalam duka, sabar dalam nestapa.
Jiwamu mengajarkan makna menerima tanpa batas
Seperti angin malam yang menyentuh Arasy.
Bu, dalam setiap langkah kau menata langkah kami
Menyimpan rasa sakit sendiri, menyembunyikan hati yang sepi.
Bu, kaulah puisi yang tertulis di langit pagi
Hadir dalam sunyi, menggetarkan jiwa tanpa tepi