Mohon tunggu...
Sri Sutrianti
Sri Sutrianti Mohon Tunggu... Guru - Guru IPA SMP

tertarik belajar menulis sebagai upaya ekspresif terapi.

Selanjutnya

Tutup

Bandung Pilihan

Bu Anah Pahlawan Lingkungan

17 Agustus 2024   09:11 Diperbarui: 17 Agustus 2024   09:14 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu Anah, pemulung di sekitar gedung Sabilulungan soreang. Dokpri.

Pada akhir bulan Juli kemarin, saya mengunjungi Pameran Nasional Pertanian yang diadakan di gedung Sabilulungan Kabupaten Bandung. Acara ini menarik perhatian banyak pengunjung dengan berbagai inovasi  dan teknologi pertanian terbaru. Namun, di tengah keramaian, ada satu momen yang tak terduga yang membuat kunjungan saya menjadi lebih berkesan.Ketika saya sedang mencari tempat untuk membuang sampah. Saya melihat seorang perempuan paruh baya yang menarik perhatian saya. Penampilannya sangat unik. Perempuan ini bernama  Anah, seorang pemulung  yang bekerja di sekitar gedung pameran. Penampilannya sangat mencolok, bajunya merah menyala dengan celana putih.  Jemarinya dipenuhi cincin besar dari batu akik. Tidak hanya itu, kalung dan topinya juga dipenuhi  berbagai batu akik  berwarna-warni. Aaaah, dia perempuan yang tak bisa dieja. Perempuan yang di luar sabda

Pesona Ibu Anah
Rasa penasaran, membuat saya mendekati Ibu Anah. Kami berbincang sejenak, dan saya merasa sangat terkesan dengan cara dia berpenampilan meskipun pekerjaannya sebagai pemulung sampah. Ibu Anah bercerita bahwa cincin-cincin batu akik itu bukan sekadar aksesori, melainkan juga simbol dari cinta. Karena sebagian besar batu-batu itu adalah pemberian dari orang-orang yang pernah bertemu dengan dia.
Dalam percakapan singkat kami, Ibu Anah bercerita, bagaimana dia mengumpulkan batu-batu tersebut dari berbagai tempat selama bertahun-tahun. Setiap batu memiliki cerita dan makna tersendiri baginya. Dia juga berbagi cerita tentang kebanggaannya  yang bekerja sebagai pemulung sampah. Sepanjang hari hidup di jalan; di antara aspal, asap, debu, kerikil, dan sampah. Pekerjaan yang sering diremehkan orang. Ibu anah sudah tidak memiliki suami, memiliki 2 anak yang sudah berkeluarga. Dan dia tidak mau membebani kedua anaknya itu. 


Tawaran yang Tulus
Setelah mendengar cerita Ibu Anah, saya merasa terdorong untuk memberinya sedikit uang sebagai bentuk apresiasi atas dedikasinya. Namun, ketika saya menawarkan uang tersebut, Ibu Anah menolaknya dengan halus. Dia mengatakan bahwa dia bekerja bukan untuk mencari  belas kasihan. Melainkan karena tanggung jawab yerhadap kebersihan lingkungan dan kebanggaan atas pekerjaannya.
Penolakan yang tulus tersebut membuat saya semakin kagum padanya. Saya merasa terinspirasi oleh rasa bangganya terhadap pekerjaan yang sering dianggap sebelah mata oleh banyak orang.

Bersama Bu Anah. Dokpri
Bersama Bu Anah. Dokpri
Kenangan Bersama
Saya ingin mengabadikan momen tersebut sebagai kenang-kenangan. Saya pun meminta izin untuk berfoto bersama Ibu Anah. Dia dengan senang hati menerima permintaan saya. Kami berfoto dengan latar belakang gedung Sabilulungan yang megah, dan senyum Ibu Anah yang hangat membuat foto itu terasa istimewa. Saya merasa bersama  satu malaikat yang dapat menyelamatkan bumi. Malaikat yang dapat memberi solusi dari masa depan yang penuh sesak plastik, udara yang kotor, bumi yang panas, kali yang kering, laut yang mengganas. Namun, masa depan tak pernah bisa kita lukis dengan model masa kini.


Pertemuan dengan Ibu Anah mengingatkan saya, bahwa setiap orang memiliki cerita yang unik dan berharga. Dia adalah contoh nyata dari kebanggaan dan dedikasi terhadap pekerjaan yang dijalani dengan sepenuh hati. Batu akik yang menghiasi tubuhnya bukan hanya sebagai perhiasan, tetapi juga sebagai simbol dari kehidupan yang penuh warna dan cerita. Selalu ada yang belum datang, yang tak kita kenal...

Tiap sampah yang bertebaran, selain bermakna dekstruktif, ia juga memberikan pengertian bahwa bencana akan datang dengan tiba-tiba. Bencana yang paling bahaya justru dari hal yang tidak disadari: kebiasaan. Ini sesuatu yang abstrak, sulit dijelaskan, juga sulit untuk mengukurnya. Datangnya dari kesadaran.

Jelas, sebelum bencana itu datang, hal terbaik adalah menyadari bahwa nilai-nilai kebaikan akan menyelamatkan manusia dari bencana. Nilai-nilai yang selama ini sering dipelajari di sekolah, kampus, atau tempat-tempat intelektual, tapi kehilangan marwahnya ketika berhadapan dengan realitas.

Bu Anah adalah pahlawan masa kini yang tak mengenal lelah. Bersama kawan-kawannya sesama pemulung, mereka berperan besar dalam menjaga lingkungan, terutama dari ancaman sampah plastik dan kardus yang menggunung. Tanpa sorotan kamera atau penghargaan besar, mereka dengan gigih mengumpulkan, memilah, dan mendaur ulang limbah yang sering diabaikan orang lain. Dalam kesederhanaan tugas mereka, tersimpan jasa luar biasa yang menjadikan Bu Anah dan para pemulung lainnya sebagai garda terdepan dalam perjuangan melestarikan bumi. Karena setiap yang dibuang harus dipertanggungjawabkan (dimintai tanggungjawab?)

Dan, seseorang yang memungut satu sampah dari kakinya, sampah itu tidak berasal darinya, jauh lebih baik dari seseorang yang membuang sampah pada tempatnya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun