Polemik ribut-ribut impor beras akhirnya selesai. Kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) turun jadi wasit.
Menurut perhitungan BPS, produksi beras tahun ini 32,4 juta ton. Itu sudah memasukkan angka padi sejak dipanen, jadi gabah kering panen (GKP), gabah kering giling (GKG), sampai jadi beras siap masak. Sedangkan konsumsi beras nasional 29,6 juta ton.
Jadi secara total, kondisi beras nasional kita lebih 2,8 juta ton. Tapi ingat, kelebihan itu tidak berarti kemarin pemerintah salah karena telah mengimpor beras.
Menurut data BPS yang dipaparkan Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, surplus beras nasional di tahun 2016 lalu malah mencapai 20,11 juta ton. Artinya, surplus tahun ini tidak ada apa-apanya. Malah cenderung bahaya. (Sumber berita)
Kenapa?
Sebab tidak semua dari 2,8 juta ton itu ada beredar di pasaran. Karena petani juga punya kebiasaan menyimpan beras hasil panen. Kira-kira mereka biasa menyimpan 5-10 kg per ke luarga. Bila dikalikan dengan jumlah petani Indonesia yang mencapai 4,5 juta kepala keluarga, setidaknya ada 45 ribu ton beras yang masih disimpan petani untuk makan keluarganya sehari-hari.
Parahnya lagi, pada bulan Maret 2018 kemarin, ketika impor beras dilakukan, stok di Bulog hanya 500 ribu ton. Menurut Darmin, tidak pernah terjadi kondisi beras sesedikit itu. terlalu rendah menurutnya.Â
Untung saja kita tidak langsung percaya pada klaim Kementerian Pertanian yang mengatakan persediaan beras kita surplus sehingga tidak butuh impor. Kalau kita waktu itu percaya, pasokan beras akan tergerus dalam waktu cepat. Ujungnya, harga beras bakal naik, meroket, menggila.
Tapi kenyataanya, kita Cuma kelebihan 2,8 juta ton. Itupun sudah disumbang oleh impor beras kemarin. Weleh..