Mohon tunggu...
Sri Sugiastuti
Sri Sugiastuti Mohon Tunggu... -

Saya seorang Muslimah, pemilik http//astutiana.blogspot.com.Nenek dari 3 orang cucu, mengajar di SMK Swasta Surakarta. Punya passion menulis dan berbagi kisah hidayah dari orang-orang yang ada di sekitar saya. Tidak ada kata terlambat dalam belajar, dan amat sangat berharap mendapat kemudahan dalam menggapai ridha Allah. Mempunyai moto bahwa “Hidup adalah berjuang untuk taat pada aturan Allah sampai ajal menjemput” Punya obsesi berdakwah lewat tulisan. Kontak person 085728304241 atau akun fb. http://www.facebook.com/astutiana.sugiastuti. twitter@astutianaM ...

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Rambu Rambu Penting Bagi Pria yang Ingin Berpoligami

27 Juni 2011   21:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:07 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini bukan untuk mengajurkan kaum Adam untuk berpoligami. Tapi justru merenungkan hal ini sebelum mengambil keputusan yang penuh resiko ini. Masalah poligami adalah masalah yang sangat sensitif dalam pengamalan ajaran Islam. Ini lah yang paling sering diserang kaum orientalis Barat.

Serangan mereka terhadap Islam – untuk menghancurkan Islam – adalah dengan menyebarkan berbagai kebohongan melalui media massa yang mereka kuasai. Mereka mengatakan bahwa Islam tidak menghargai wanita. Sehingga mereka membuat suatu faham persamaan hak antara pria dan wanita, dan terkenal dengan nama feminisme. Mereka berkeinginan bahwa pria dan wanita harus setara dalam hak dan kewajiban

Padahal Firman Allah sangat jelas:“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (Q.S. An-Nisaa’ : 3).

Kesimpulannya:


  1. Pria boleh menikahi satu, dua, tiga, bahkan empat istri.
  2. Kalau tidak mampu, cukup satu istri saja.
  3. Ketika berpoligami, sang suami harus bisa berlaku adil pada istri-istrinya.

Jadi, poligami merupakan syariat Islam yang akan berlaku sepanjang zaman hingga hari akhir. Poligami diperbolehkan dengan syarat sang suami memiliki kemampuan untuk adil di antara para istri.

Berlaku adil kepada masing-masing istri untuk menerima hak-haknya. Adil di sini lawan dari curang, yaitu memberikan kepada seseorang kekurangan hak yang dipunyainya dan mengambil dari yang lain kelebihan hak yang dimilikinya. Jadi, adil dapat diartikan persamaan. Berdasarkan hal ini maka adil antar para istri adalah menyamakan hak yang ada pada para istri dalam perkara-perkara yang memungkinkan untuk disamakan di dalamnya. Definisi adil kurang lebih adalah memberikan sesuatu kepada seseorang sesuai dengan haknya.

Sebelum berpoligami ingat nasehat ini dan rambu rambunya.

·Satu istri satu rumah.

Mampu menyediakan rumah untuk setiap istrinya. Harus mapu menyenangkan hati tiap istrinya. Pada dasarnya tidak ada istri yang sudi diduakan. Kalau pun ada itu karena ketaqwaannya kepada Allah dan Rasulnya. Hak pertama dari setiap istri adalah mendapatkan tempat tinggal tersendiri atau memilik rumah sendiri sebagaimana Allah SWT berfirman; “Menetaplah kalian (wahai istri-istri Nabi) di rumah-rumah kalian.” (Q.S. Al-Ahzab : 33).

·Setiap istri mendapat giliran yang sama

Setiap istri harus mendapat jatah giliran yang sama. Imam Muslim meriwayatkan hadits yang artinya Anas bin Malik menyatakan bahwa Nabi  memiliki 9 (sembilan) istri. Kebiasaan beliau bila menggilir istri-istrinya, beliau mengunjungi semua istrinya dan baru berhenti (berakhir) di rumah istri yang mendapat giliran saat itu.

Ketika dalam bepergian, jika seorang suami akan mengajak salah seorang istrinya, maka dilakukan undian untuk menentukan siapa yang akan ikut serta dalam perjalanan. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Siti Aisyah r.a menyatakan bahwa apabila Nabi hendak safar, beliau mengundi di antara para istrinya, siapa yang akan beliau sertakan dalam safarnya. Beliau biasa menggilir setiap istrinya pada hari dan malamnya, kecuali Saudah bintu Zam’ah karena jatahnya telah diberikan kepada Siti Aisyah r.a.

·Tidak boleh beralasan untuk pindah tempat pada istri yang bukan pada gilirannya

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan tidak dibolehkannya masuk rumah istri yang lain di malam hari kecuali darurat, misalnya si istri sedang sakit. Jika suami menginap di rumah istri yang bukan gilirannya tersebut, maka dia harus mengganti hak istri yang gilirannya diambil malam itu. Apabila tidak menginap, maka tidak perlu menggantinya.

Syaikh Abdurrahman Nashir As-Sa’dy rahimahullah pernah ditanya tentang hukum menginap di rumah salah satu dari istrinya yang tidak pada waktu gilirannya. Beliau menjawab bahwa dalam hal tersebut dikembalikan kepada ‘urf, yaitu kebiasaan yang dianggap wajar oleh daerah setempat. Jika mendatangi salah satu istri tidak pada waktu gilirannya, baik waktu siang atau malam tidak dianggap suatu kezaliman dan ketidakadilan, maka hal tersebut tidak apa-apa. Dalam hal tersebut, ‘urf sebagai penentu karena masalah tersebut tidak ada dalilnya.

· Batasan Malam Pertama Setelah Pernikahan

Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas r.a bahwa termasuk sunnah bila seseorang menikah dengan gadis, suami menginap selama tujuh hari, jika menikah dengan janda, ia menginap selama tiga hari. Setelah itu barulah ia menggilir istri-istrinya yang lain.

Dalam hadits riwayat Muslim disebutkan bahwa Ummu Salamah r.a mengatakan bahwa ketika Rasulullah saw menikahinya, beliau menginap bersamanya selama tiga hari dan beliau bersabda kepada Ummu Salamah, “Hal ini aku lakukan bukan sebagai penghinaan kepada keluargamu. Bila memang engkau mau, aku akan menginap bersamamu selama tujuh hari, namun aku pun akan menggilir istri-istriku yang lain selama tujuh hari.”

·Memberi nafkah yang sama pada setiap istri

Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa bersikap adil dalam nafkah dan pakaian menurut pendapat yang kuat, merupakan suatu kewajiban bagi seorang suami. Sedangkan Imam Ahmad r.a meriwayatkan bahwa Anas bin Malik r.a mengabarkan bahwa Ummu Sulaim r.a mengutusnya menemui Rasulullah s.a.w dengan membawa kurma sebagai hadiah untuk beliau . Kemudian kurma tersebut untuk dibagi-bagikan kepada istri-istri beliau segenggam-segenggam.

Bahkan ada keterangan yang dibawakan oleh Jarir bahwa ada seseorang yang berpoligami menyamakan nafkah untuk istri-istrinya sampai-sampai makanan atau gandum yang tidak bisa ditakar/ditimbang karena terlalu sedikit, beliau tetap membaginya tangan pertangan.

·Demi keadilan bila akan mengajak bepergian dengan cara diundi

Bila seorang suami hendak melakukan safar dan tidak membawa semua istrinya, maka ia harus mengundi untuk menentukan siapa yang akan menyertainya dalam safar tersebut.

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan bahwa kebiasaan Rasulullah s.a.w bila hendak safar, beliau mengundi di antara para istrinya, siapa yang akan diajak dalam safar tersebut.

Imam Ibnu Qudamah menyatakan bahwa seoarang yang safar dan membawa semua istrinya atau menginggalkan semua istrinya, maka tidak memerlukan undian.

Jika suami membawa lebih dari satu istrinya, maka ia harus menyamakan giliran sebagaimana ia menyamakan di antara mereka ketika tidak dalam keadaan safar.

·Tidak Wajib Menyamakan Cinta dan Jima’ di Antara Para Istri

Seorang suami tidak dibebankan kewajiban untuk menyamakan cinta dan jima di antara para istrinya. Yang wajib baginya ialah memberikan giliran kepada istri-istrinya secara adil.

Ayat “Dan kamu sekali-kali tidak dapat berlaku adil di antara isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin demikian”, ditafsirkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa manusia tidak akan sanggup bersikap adil di antara semua istri dari seluruh segi. Sekalipun pembagian malam demi malam dapat terjadi, akan tetapi tetap saja ada perbedaan dalam rasa cinta, syahwat, dan jima’.

Ayat ini turun pada Siti Aisyah r.a karena Rasulullah s.a.w sangat mencintainya melebihi istri-istri yang lain. Beliau berkata, “Ya Allah inilah pembagianku yang aku mampu, maka janganlah Engkau cela aku pada apa yang Engkau miliki dan tidak aku miliki, yaitu hati.”

Muhammad bin Sirrin pernah menanyakan ayat tersebut kepada Ubaidah, dan dijawab bahwa maksud surat An-Nisaa’ ayat 29 tersebut dalam masalah cinta dan bersetubuh. Abu Bakar bin Arabiy menyatakan bahwa adil dalam masalah cinta di luar kesanggupan seseorang. Cinta merupakan anugerah dari Allah SWT dan berada dalam tangan-Nya, begitu juga dengan bersetubuh, terkadang bergairah dengan istri yang satu namun terkadang tidak. Hal ini diperbolehkan asal bukan disengaja, sebab berada di luar kemampuan seseorang.

Bagaimana masih berminat untuk poligami dengan syarat sayarat yang begitu berat agar bisa selamat dunia akherat????

Semoga Bermanfaat.

Soloraya26 Rajab 1432 -28 Juni 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun