Bersama hujan, luruh rindu, kenangan dan ingin
tersangkut di dahan-dahan yang ujungnya menguning
melesap pada bumi, sampai penantian mengering
memeluk harapan dengan penuh hening
Langit dan mentari tak sanggup lagi saling menyapa
terhalang mendung dan geluduk yang menggebu
mengaduk pilu, perjamuan pagi berlalu
serupa inikah, sarapanmu ?
Secangkir kopi membeku, pada cerita kelabu
selembar roti dengan selai rindu melumat hasrat
meja makan menjelma lantai dansa
meliuk, melompat dan menari mengikuti irama
dan aku hanya bisa pasrah, dalam nikmat tercekat
Ketika hujan tak lagi rinai
dan halilintar bertalu-talu
masih juga kah, engkau enggan menyapaku
Aku ingin kita pergi bersama
membawa serta air mata, sebelum mengikatkan pada rongga dada
dengan mantra bulu perindu, agar kau tak pernah lagi melupakanku
Kudus, 24 Maret 2019
Salam fiksi.
Dinda Pertiwi  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H