“ Rumahnya mana Mas, tolong antarkan saya sekarang nanti ongkos saya benar penuh, yang penting anak saya ketemu, Mas…”
“ Oke..Bu saya antar sekarang “
Tiba di rumah Gareng, Imoeng mendapati anaknya sedang berbaring lemah di atas tikar yang digelar di teras rumah Gareng.
“ Dwi…bangun Nak..ayo ikut Ibuk ya..” kata Imoeng sambil duduk di sebelah anaknya yang masih berbaring.
“ Badanmu panas, kita ke dokter dulu ya…”
‘ Tapi Dwi gak mau ikut ke Kalimantan Bu..”
“ Sudahlah…yang penting kita pergi berobat dulu sekarang”.
Betapa sedihnya hati seorang ibu mendapati anaknya hidup seperti seorang gelandangan, dengan menahan sakit dan demam sendiri. Hatinya terasa tercabik-cabik mendapati kenyataan ini, bagaimana pun Dwi anaknya yang kurang mendapat perhatiannya sejak kecil, dan juga sama sekali tidak mendapat kasih sayang bapaknya. Karena tiga bulan setelah melahirkan Dwi dulu, Imoeng resmi bercerai dengan suami pertamanya. Setelah itu mantan suaminya tidak pernah lagi menenggok anaknya, sampai Dwi besar seperti ini Dwi belum pernah melihat wajah bapaknya.
Sekarang yang penting Dwi harus sembuh dulu, setelah itu Imoeng harus bisa merayu Dwi agar mau ikut ke Kalimantan, karena di sana banyak rencana untuk Dwi, agar Dwi bisa mempunyai masa depan yang baik. Di Kalimantan akan banyak asa yang bisa dibangun agar Imoeng dan anak-anaknya tidak lagi mengalami hidup sengasara di Jawa.
Bersambung….ya