Mohon tunggu...
Sri Srisinaga
Sri Srisinaga Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa di Universitas Negeri Medan, dengan Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, stambuk 2022.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kegelisahan Hati

17 April 2024   15:40 Diperbarui: 17 April 2024   16:35 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 Berkisah di sebuah desa, hiduplah seorang anak  perempuan bernama Sinta. Sinta merupakan seorang anak yang ceria dan memiliki semangat yang begitu besar. Sinta dikenal oleh orang sebagai anak yang memiliki aktivitas yang banyak. Dia mengikuti beberapa kegiatan di sekolah. Di hidupnya, Sinta hanya memiliki orang tuanya. Bagi Sinta keluarga adalah sumber kebahagiaan dalam hidupnya. Ibu dan Bapaknya merupakan sosok yang selalu memberikan kasih sayang baginya.

Namun, semuanya kini telah berubah. Sudah beberapa tahun Ibunya sakit, hal tersebut membuat sikap ceriah Sinta kini telah berubah menjadi murung. Melihat kondisi ibunya yang sering sekali jatuh sakit membuat Sinta merasa takut dan cemas. Dia selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan jika Ibunya sudah meninggal. Sekarang Bapaknya sibuk bekerja demi dapat membiayai segala pengobatan istrinya.

Di sekolah, Sinta duduk dengan tatapan kosong. Sinta memandangi temannya yang membawa bekal, dia merasa iri kepada temannya. Sinta berpikir bahwa teman-temannya beruntung sekali, setiap hari segala kebutuhannya diperhatikan oleh Ibu mereka. Tiba-tiba seorang teman sekelasnya menemui Sinta lalu berkata "Kasihan sekali kau Sinta, mempunyai orang tua yang sakit-sakitan, sebentar lagi orang tuamu pasti akan meninggal. Dan kau akan di rawat oleh orang lain". Mendengar ucapan temannya, Sinta semakin murung.

 Sepulang sekolah, Sinta selalu berada di rumah untuk menjaga Ibunya. Karna hanya Sinta yang dapat menjaga, sedangkan Bapak Iwan pergi bekerja. Oleh karena itu, Sinta tidak memiliki waktu bermain, seperti anak-anak pada umumnya. Sinta duduk di samping Ibunya, sambil memandangi wajah Ibunya yang pucat karena sakit. Tangisnya tak tertahankan melihat Ibunya yang terbaring lemah tak memiliki kekuatan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.  Hari demi hari berlalu, tetapi kondisi Ibu Sinta tak kunjung membaik. Sinta semakin murung melihat kondisi Ibunya, yang tak kunjung sembuh. Di satu sisi Sinta sedih melihat kondisi Ibunya. Namun, disisi lain Sinta juga ingin memiliki orang tua yang sehat seperti orang tua teman-temannya. Sinta berpikir bahwa teman-temannya sangat beruntung memiliki orang tua yang sehat. Tidak seperti orang tuanya, yang sering sakit-sakitan.

 Suatu malam, Sinta pergi menemani Ibunya di kamar.  "Sejujurnya kapan aku bisa melihat Ibu sembuh" ucap Sinta sambil memijat badan Ibunya yang lemas. "Aku sangat ingin memiliki orang tua yang sehat selalu, orang tua yang mampu menyiapkan aku bekal setiap pagi ke sekolah, aku sangat iri kepada teman-temanku, setiap pagi Ibu mereka menyiapkan bekal ke sekolah, memiliki waktu bermain bersama teman. Tidak seperti aku yang hanya menemani Ibu yang sakit". Mendengar curahan hati anaknya Ibu Sinta merasa bersalah, karna dirinya anaknya menjadi kurang kasih sayang darinya. Karna dirinya anaknya tak memiliki waktu bersama dengan temannya. "Ibu mengerti perasaan mu Sinta, Ibu juga tidak ingin sakit-sakitan seperti ini, Ibu ingin sehat, dapat melakukan segala aktivitas seperti orang pada umumnya" ucap Ibu Sinta sambil memeluk anaknya. Mendengar curahan hati Ibunya, sinta jadi merasa bersalah, ia bersalah karna menyalahkan kondisi Ibunya yang sakit.

  Pagi harinya, Sinta memutuskan mencari cara untuk menghibur ibunya yang sedih karna dia. Sinta mengingat bahwa Ibunya sangat senang menanam bunga di kebun belakang rumahnya. Dengan penuh semangat Sinta berjalan ke taman belakang rumahnya, untuk merangkai bunga yang indah. Beberapa jam kemudian, Sinta kembali ke rumah dengan membawa rangkaian bunga yang indah. Senyumnya tak bisa disembunyikan ketika ia melihat senyum di wajah Ibunya saat menerima karangan bunga tersebut. Meskipun senyum sesaat, tapi mampu memberikan harapan kepada Sinta, bahwa Ibunya dapat sembuh kembali.

Saat di sekolah, Sinta terkejut mendengar kabar bahwa Ibunya Nia meninggal dunia akibat kecelakaan. Sinta mengingat bahwa kemarin Nia yang mengatakan padanya bahwa Ibunya tidak akan lama lagi akan meninggal. Tapi, siapa yang dapat menebak, bahwa orang tua Nia yang sehat, yang terlebih dahulu meninggal dunia. Sinta menjadi bersyukur masih memiliki orang tua, walaupun dalam keadaan sakit.

  Setiap hari Sinta, menjalani hari-harinya dengan merawat Ibunya. Sinta semakin memperhatikan kondisi Ibunya. Dan tak lupa juga memberikan dukungan dan meyakinkan Ibunya bahwa ia akan sembuh. Sinta merenung di samping Ibunya, memendangi dengan penuh kasih sayang. Dia merenung tentang segala hal yang telah terjadi. Dia yakin bahwa yang terbaik yang bisa dilakukannya adalah dengan memberikan cinta dan perhatian sepenuh hati kepada Ibunya. Soal takdir tuhan telah menentukan yang terbaik kepada Ibunya. Sinta menggemgam tangan Ibunya, dia memejamkan mata dan berdoa dengan tulus agar ibunya mendapat kesembuhan. Sinta berjanji bahwa dia akan tetap kuat dan tegar, meskipun keadaan begitu berat.

 Di malam hari, Sinta terbangun karena Ibunya menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang "Kamu adalah kekuatan bagi Ibu Sinta, Ibu memiliki semangat untuk melawan penyakit ini, karena dorongan darimu nak. Ibu berterima kasih karna engkau terlahir menjadi anakku". Mendengar ujaran Ibunya, air mata mulai mengenang di mata Sinta. Sinta bersyukur karna memiliki ibu yang sangat mencintainya.

 Sementara itu Bapak Iwan kembali ke rumah dengan membawa obat-obatan untuk istrinya. Dia melihat Sinta yang duduk di ruang tamu dengan buku pelajarannya. Tanpa berkata apa-apa bapak Iwan mendekati Sinta dan memeluknya. "Sinta terima kasih telah merawat Ibumu, selama Bapak pergi bekerja" kata bapak Iwan dengan suara lembut. Sinta membalas pelukan hangat Bapaknya dengan erat. Dia merasa hangat dipelukan Bapaknya, dan Sinta tahu bahwa selama mereka bersama-sama, mereka akan dapat menghadapi segala tantangan yang ada.

Hari-hari berlalu, dan kondisi Ibu Sinta mulai membaik perlahan-perlahan berkat perawatan dan dukungan penuh dari Sinta dan Bapak Iwan. Meskipun masih ada perjalanan panjang untuk pemulihan sepenuhnya, namun kebersamaan dan cinta yang mereka bagi menjadi sumber kekuatan bagi mereka semua. Sinta belajar bahwa keberanian bukanlah tentang tidak merasakan ketakutan, tetapi tentang mampu melawan ketakutan itu untuk orang-orang yang kita cintai. Dan dengan cinta dan kebersamaan, segala sesuatu menjadi mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun