Mohon tunggu...
Sri Sarining Diyah
Sri Sarining Diyah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

A traveller since being a kid and will never be stop to measure her unlimited world. Loving mountains peaks, caves, rivers, forests, mother earth. I'm a radio announcer in Jakarta. My footprints: http://srisariningdiyah.multiply.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Depok: Menyeberang Saja Susah!

23 Mei 2010   19:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:01 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi pemakai jalan raya ternyata ada tingkatannya, berdasarkan besar kecil kendaraan yang dipakai. Makin besar ukuran kendaraan yang dipakai, maka semakin tinggi gengsinya dan merasa wajar untuk melecehkan pengguna jalan yang lebih kecil ukuran kendaraannya. Misalnya mobil lebih besar dari motor, maka ketika berada di jalan raya mayoritas pemakai mobil merasa berhak untuk lewat di jalan. Mungkin karena merasa sudah membayar pajak lebih besar. Apalagi kalau kendaraan yang digunakan adalah bus yang bisa mengangkut banyak orang, maka sang supir biasanya dengan jumawa tanpa peduli kendaraan di sekitarnya akan mencoba salip kanan salip kiri demi kejar setoran. Tapi diantara semua pengguna jalan, ada satu jenis pengguna jalan yang khususnya di Jakarta ini selalu disepelekan dan tidak dipedulikan kepentingannya. Mereka adalah para pejalan kaki. Coba perhatikan trotoar di sepanjang ibukota, apakah sudah ramah terhadap para pejalan kaki? Bahkan bilapun ada trotoar maka kebanyakan sudah beralih fungsi menjadi lahan untuk berjualan, atau parkir. Tak cukup dengan masalah tersebut, pejalan kaki juga harus menghadapi problem ketika menyeberang jalan. Tempat menyeberang jalan yang umum ada di kota Jakarta dan sekitarnya adalah jembatan penyeberangan dan zebracross.

Masalahnya, pemerintah daerah juga belum serius menangani perawatan jembatan penyeberangan yang digunakan para pejalan kaki, sehingga banyak ditemukan jembatan penyeberangan dengan besi keropos bahkan bolong. Ini tentu sangat membahayakan para pejalan kaki sehingga tidak salah bila akhirnya mereka memilih menyeberang jalan tidak melalui jembatan. Belum lagi masalah penyelahgunaan jembatan untuk lahan berjualan dan ramai dengan pengemis, sehingga para pejalan kaki benar-benar tidak mempunyai pilihan terbaik selain menyeberang jalan dengan melanggar lalu lintas, termasuk melompati pagar pembatas jalanan. Mungkin zebracross merupakan pilihan terbaik daripada memakai jembatan penyeberangan yang keropos dan membahayakan jiwa penyeberang jalan. Namun sepertinya pemerintah daerah juga sekali lagi kurang peduli dengan pembuatan zebracross yang tidak dirawat berkala sampai catnya mengelupas hilang, dan masih kurangnya zebracross terutama di tempat strategis. Banyak juga tips menyeberang jalan yang ditulis dan disebarkan di milis-milis ataupun kita bisa cari dengan cara searching di internet. Rata-rata menganjurkan para pemakai jalan terutama pejalan kaki harus menyeberang jalan dengan cara yang baik, selain menggunakan jembatan penyeberangan dan zebracross. Tentu menyeberang jalan dengan cara yang baik dan benar harus diketahui oleh semua pejalan kaki, misalnya memperhatikan arah datangnya kendaraan, dan memperkirakan kecepatan kendaraan yang hendak dilewati sehingga tidak membahayakan jiwa pejalan kaki. Namun demikian, tidak bisa selamanya pejalan kaki harus membahayakan jiwanya dengan bertarung nyawa di jalan raya hanya untuk menyeberang, apalagi bila mereka sudah mematuhi peraturan dengan menyeberang di jembatan dan zebracross. Pemerintah daerah harus lebih memperhatikan kepentingan salah satu pengguna jalan ini, karena pejalan kaki tentunya adalah pemakai jalan terbanyak bila dibandingkan jumlah kendaraan yang melewati jalan raya. Setiap saat ada pejalan kaki, dan setiap saat mereka harus bertarung nyawa hanya untuk menyeberang jalan. Sebut saja jalan raya Margonda di Depok, yang saat ini sudah memperlebar pembangunannya di satu sisi jalan mengarah ke Depok dengan jumlah tiga jalur. Sementara untuk jalan arah Jakarta masih 2 jalur untuk kendaraan setelah pelebaran dilakukan pada tahun 1998. Dengan adanya 5 jalur kendaraan ini tentu makin membuat pejalan kaki sulit untuk menyeberang dengan aman. Sedangkan pembangunan pelebaran jalan tidak diikuti dengan pembangunan jembatan penyeberangan yang strategis di tempat-tempat tertentu. Zebracross-pun seperti kehilangan gregetnya, banyak pejalan kaki yang sudah menggunakan zebracross, tapi masih saja sulit menyeberang terutama karena dengan makin lebar jalan raya membuat pengguna kendaraan baik motor dan mobil seenaknya menggunakan kecepatannya dalam berkendara dengan maksimal. Tentu ini bukan hal yang bagus, mengingat setiap pengguna jalan mempunyai haknya masing-masing dalam menggunakan jalan raya dan harus saling menghormati. Bukankah kita semua membayar pajak? Jl. Margonda Raya Depok adalah jalan yang saya lewati setiap hari untuk bekerja. Saya pernah menyeberang jalan sudah berhati-hati di zebracross, setelah sebelumnya menunggu selama 5 menit, namun ternyata ada pengguna motor yang memaki dengan keras sewaktu saya melintasi zebracross tersebut. Hei, padahal saya sudah melaksanakan kewajiban dengan baik sebagai pejalan kaki. Ada juga kali lain pengguna mobil yang menyerobot kami penyeberang jalan, padahal kendaraan lain sudah memberikan kami jalan untuk menyeberang. Semua ingin mendahului kepentingan yang lain tanpa ampun! Apakah kami para pejalan kaki harus membalas makian, agar mereka sadar bahwa pejalan kaki juga punya hak memakai jalan raya, apalagi di atas zebracross! Tentu hal ini tidak dapat dibiarkan terus menerus, harus ada solusi yang baik agar semua pengguna jalan bisa saling menghormati. Saya melihat Universitas Indonesia sudah menerapkan pemakaian zebracross dengan bentuk polisi tidur yang lebar, jadi tidak membahayakan pengguna kendaraan yang akan melintas. Tentu mereka harus menurunkan kecepatannya sebelum melintasi zebracross tersebut. Dan ini menjadi situasi yang saling menguntungkan bagi semua pengguna jalan. Paling tidak hal ini merupakan solusi tercepat dan termurah daripada harus membangun jembatan yang lama pengerjaannya dan belum tentu bisa dirawat dengan baik hingga menghamburkan dana kas daerah. Pembuatan zebracross seperti yang digunakan di kompleks Universitas Indonesia juga harus diawasi mutu dan bentuknya, agar tidak membahayakan pengguna jalan. Perawatan juga harus dilakukan berkala, maka ini kembali kepada mental para pihak yang berkepentingan dalam hal ini. Rakyat tentu sangat berharap dengan adanya keseriusan pemerintah dalam menangani masalah jalan raya ini, karena dengan penanggulangan masalah jalan raya, bisa jadi masalah kemacetan dapat ditangani dengan baik.
Kita tunggu saja, satu jalur bekas trotoar ke arah Jakarta sudah dibereskan, tampaknya akan segera dibangun lagi pelebaran jalan yang pastinya bakal makin menyulitkan pejalan kaki untuk menyeberang! Ini baru masalah pejalan kaki. Belum angkutan umum! . Juga ditulis disini: http://srisariningdiyah.multiply.com/journal/item/659

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun