Kehidupan keluarga muda di era digital ini mengalami perubahan yang luar biasa bila dibandingkan dengan era tahun 80-an. Pada waktu itu bila suami masak di dapur, sepertinya tidak mempunyai wibawa, kalah pamor, suami takut istri.Â
Bagi suami "darah biru/ningrat", walau hubungan darahnya sangat jauh, melakukan pekerjaan memasak adalah tabu/larangan. Seseorang dikatakan keturunan ningrat, bila di depan namanya ada huruf "R/Raden, RR/Raden Rara, KRT/Kanjeng Raden Tumenggung".
Keluarga ningrat yang tinggal di desa sangat dihormati dan menjadi panutan para tetangganya, karena tutur kata halus, menjaga sikap, perilaku, tindakan dan sopan santun. Bahasa Jawa "kromo madya" menjadi bahasa sehari-hari, sebagai bentuk rasa hormat anak muda kepada yang lebih tua.Â
Dalam keluarga ini ada pembagian peran secara tegas antara laki-laki dan perempuan. Nyaris tidak ada tukar peran yang dapat dilakukan antara suami/istri dalam keluarga yang masih kental rasa feodalnya.
Suami mempunyai peran sebagai kepala keluarga, berkewajiban mencari nafkah. Istri menjadi ratu rumah tangga, mendidik anak-anak, cakupan pekerjaannya sekitar sumur, dapur dan tempat tidur.Â
Dari keluarga yang masih memegang teguh tradisi lama, istri seperti mengabdikan dirinya untuk kepentingan suami. Bukan sekedar belanja dan memasak, tetapi menyajikan sekaligus mengambilkan hidangan bila suami makan dan minum, menyediakan teh panas saat pulang kerja wajib dikerjakan.
Kewajiban yang dilakukan istri secara bersamaan dalam satu waktu. Istri bekerja secara "multitasking", memasak, membereskan rumah, belanja, mencuci, setrika baju, menyapu, mengepel, mengawasi anak, nyaris 24 jam kerjanya.Â
Pekerjaan kerumahtanggaan tidak pernah ada jeda, tetapi terus menerus melebihi jam kerja kantor. Apalagi anak-anaknya masih batita, memerlukan perhatian dan tenaga ekstra untuk mengurusnya. Mencari Asisten Rumah Tangga (ART) saat ini pun bukan perkara mudah, bisa "makan hati" kalau belum ketemu yang cocok.
Masa pandemi Covid-19 ini pekerjaan para istri bertambah, selain melaksanakan pekerjaan rutin bagi yang mempunyai anak sekolah harus menggantikan posisi guru kelas belajar di rumah.Â
Kondisi ini sungguh menguras pikiran, tenaga, emosi, fisik dan psikologis. Kerempongan istri mendampingi anak-anak belajar secara daring menyebabkan emosinya cepat "meledak" bila tidak mempunyai kesabaran dan keikhlasan tingkat tinggi. Disinilah para istri diuji lahir batin untuk dapat melewati masa pandemi Covid-19 dengan sukses.
Seiring perubahan peradaban, suami tidak lagi mendapat pelayanan istimewa seperti "raja". Berganti peran melaksanakan tugas rumah tangga antara suami istri adalah hal biasa, bukan hal yang "tabu".Â