Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bersama Menahan Rindu Tidak Mudik

26 April 2020   14:16 Diperbarui: 30 April 2020   22:53 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi:https://kalbar.antaranews.com/nasional/berita/Antara 2020

Dalam sepekan ini di media sosial membahas dua istilah "mudik" dan "pulang kampung", menurut istilah KBBI istilah "mudik" berarti berlayar, pergi ke udik (hulu sungai, pedalaman), pulang ke kampung halaman. Orang yang pulang ke kampung halaman (udik) disebut pemudik. Menurut ilmu perpustakaan, seseorang kalau mencari arti istilah rujukannya adalah kamus, dictionary (untuk istilah asing). Selama ini awam juga setuju saja dengan apa yang ditulis dalam kamus (KBBI) bahwa istilah mudik itu mempunyai dua (2) arti yaitu "pergi ke udik" dan "pulang kampung".
Namun dua istilah mudik dan pulang kampung menjadi perdebatan karena setiap orang mempunyai persepsi sendiri dalam memberi arti istilah tersebut.  

Menurut Presiden Jokowi, istilah  "mudik" berbeda dengan pulang kampung. "Mudik" merupakan pergerakan orang ke kampung yang dilakukan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Sedangkan "Pulang kampung" itu bekerja di Jakarta, tetapi anak-istrinya ada di kampung. (Jokowi dalam acara Mata Najwa yang disiarkan Trans7 pada Rabu, 23 April 2020). Hal ini menjadi perbincangan yang menarik antara Najwa sebagai host dalam wawancara eksklusif dengan Pak Jokowi. Dilanjut diskusi, untuk membahas kedua istilah tersebut di media sosial, dan media massa.

Kemudian menurut Prof. Dr. Rahayu Surtiati Hidayat (guru besar linguistik, FIB UI), sependapat dengan pak Jokowi, yang menyatakan:"mudik dan pulang kampung memang berbeda arti, bukan sama arti seperi ditulis di KBBI". Selanjutnya dikatakan: "bahasa percakapan anti kaidah, arti pulang kampung beda dengan mudik yang kerap dipakai dalam bahasa percakapan. 

Mudik artinya pergi ke udik atau hulu, pulang kampung kembali ke kampung halaman. Istilah mudik dalam konteks Idul Fitri, pulang kampung tidak berkaitan dengan Idul Fitri. Mungkin karena dahulu sebagian besar wilayah Indonesia berupa kampung, banyak warga lahir di kampung (halaman). Diakui banyak pekerja di Jakarta yang meninggalkan keluarganya di kampung (https://news.detik.com).

Terlepas dari istilah mudik dan pulang kampung berbeda, yang pasti pemerintah tanggal 9 April 2020 telah telah mengeluarkan larangan mudik untuk ASN/PNS, TNI/Polri, dan pegawai BUMN. Kalau yang 900.000 orang sudah mencuri start pulang kampung karena zona merah Covid-19 (Jabodetabek) sudah tidak bekerja, artinya tidak ada penghasilan akibat ada ketentuan "di rumah saja"/stay at home dilanjut dengan PSBB. Padahal ketentuan di rumah saja dan PSBB itu tujuannya untuk memutus penyebaran infeksi Covid-19. Namun kenyataannya penyebaran Covid-19 semakin masif, sehingga mulai tanggal 24 April 2020 semua orang yang berada di Jabodetabek dilarang mudik. Alat tranportasi umum darat, udara, laut berhenti beroperasi sampai Juni 2020, dengan segala resikonya.

Diakui larangan mudik karena Covid-19 ini sebagai simalakama yang sangat berat, tetapi harus dilakukan agar virus corona segera lenyap dari bumi Indonesia. Caranya, mobilitas orang dari dan ke zona merah (Jabodetabek) dikunci, tidak bisa keluar dan masuk seenaknya. Semua jalan propinsi dijaga ketat aparat keamanan, perhubungan. 

Menghadapi kondisi darurat ini kita harus sabar, tawakal, ikhlas, menahan rindu sementara untuk bertemu keluarga (anak, cucu, mantu) karena Idul Fitri tahun 2020 ini tidak dapat mudik. Kita tidak sendirian, banyak orang tua yang mengalami hal seperti ini. Rela berkorban tidak berkumpul, bertemu, bersilaturahmi secara fisik, saling maaf-maafan di Hari Raya Idul Fitri, adalah bentuk partisipasi aktif dalam menanggulangi wabah pandemi Covid-19.

Silaturahmi secara fisik dapat diganti dengan silaturahmi melalui dunia maya, yang dapat mempertemukan kapan dan dimana saja asal ada jaringan internet. Kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi mempermudah yang jauh menjadi dekat, walau kadang menjauhkan yang sudah dekat. 

Silaturahmi dapat dilakukan melalui vidio call, telepon, media sosial (whatsapp, twitter, istagram, facebook, dan lain-lain). Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dapat menghilangkan rasa rindu yang mendalam. Mensyukuri apa telah dikaruniakan, tidak berkeluh kesah, apalagi memprotes kebijakan yang telah ditentukan, disiplin dan berdoa mohon kekuatan dari Alloh SWT, menjadi penyemangat lahir batin.

Ingat, dalam kondisi serba darurat ini di luar sana banyak orang yang lebih susah, hidup prihatin, serba kekurangan, tanpa fasilitas, kurang beruntung, dan menanggung beban berat. Untuk makan saja masih gambling "hari ini makan apa tidak", sedang kita mampu berkata "besok makan apa". 

Bahkan bingung menentukan "besok makan dimana", yang saat ini pun harus ditahan dan ditunda karena mentaati aturan di rumah saja. Menikmati masakan rumahan yang dimasak bersama lebih nikmat daripada yang dihidangkan di luar sana, selain harganya mahal, untuk saat ini tidak boleh berkerumun, jaga jarak aman, dan harus memakai masker.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun