Wabah Covid-19 menurut WHO sebagai pandemi telah melanda 185 negara, menurut laman CSSE Johns Hopkins University per 2 April 2020 pukul 15.30 menunjukkan jumlah kasus mencapai 939.436 pasien.
Secara global kematian akibat Covid-19 sebanyak 47.273 jiwa, sedang pasien yang sembuh berjumlah 194.405 orang. Â Khusus di Indonesia yang postif Covid-19 jumlahnya 1.790 pasien, sebanyak 1.508 menjalani perawatan, sembuh 112 orang, sedang jumlah kematian 170 jiwa (https://tirto.id/eKrg).
Presiden Jokowi tanggal 2 Maret 2020, mengumumkan di Indonesia ada warga positif  Covit-19 sebagai pasien nomor 1 dan 2. Penyebaran Covid-19 yang masif, perlu upaya serentak, komprehensif untuk memutus  mata rantainya. Para pemimpin negeri, para tenaga medis sebagai garda terdepan, dan seluruh rakyat Indonesia perlu berpartisipasi.
Saatnya bersatu padu, bergotong royong, berperilaku hidup bersih, sehat, mengikuti arahan pemerintah untuk belajar, bekerja, beribadah di rumah, menghindari kerumunan, menjaga jarak aman dan "menahan diri" untuk tidak mudik. Maksud himbauan agar warga tidak mudik lebaran, agar Covit-19 tidak meluas, sehingga mengurangi  warga yang  terpapar dapat ditekan.
Menghadapi Covid-19 dan himbauan tidak mudik, sangat dilematis untuk mengambil keputusan, bagaikan buah simalakama serba sulit dan beresiko. Namun keputusan harus diambil dengan cepat, tepat, dan tetap mempertimbangkan dampak sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, psikologis, hukum, dan lain-lain.
Sebagai warga negara, wajib mengikuti dan mendukung keputusan pemerintah. Walaupun diakui hidup di Jakarta tanpa Covid-19 pun perlu mental baja, kesabaran tingkat dewa.
Salah satu untuk melepaskan kepenatan itu adalah ketika mudik lebaran, bertemu dengan orang tua dan sanak saudara di daerah dengan bercekerama, kulineran dan rekreasi. Kebersamaan itu menjadi "sesuatu" yang sangat berharga ditengah terkikisnya kontak fisik karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Â
Namun karena kondisi darurat, ada himbauan untuk tidak mudik lebaran tahun ini, agar wabah Corvit-19 tidak berpindah ke daerah lain. Penularan Covid-19 melalui kontak dengan benda yang sering tersentuh, telapan tangan, droplets ketika batuk dan bersin, interaksi dengan orang banyak, kerumunan massa berdesakan, melakukan kegiatan di luar rumah.
Padahal saat mudik dipastikan  terjadi kerumunan, sehingga jarak aman tidak mungkin terjadi. Di stasiun, bandara, pelabuhan, terminal pasti terjadi lonjakan penumpang, sehingga jarak aman tidak dapat dipenuhi. Kalaupun naik kendaraan pribadi, setelah sampai kampung halaman pasti berinteraksi dengan orang tua, saudara, tetangga, kenalan, komunitas melalui salaman dan cipika cipiki.
Mengingat Covit-19 ini adalah virus yang kasat mata, sehingga perlu hati-hati dan tetap waspada, walaupun tidak paranoid tetap saja ada rasa takut dan khawatir. Kondisi ketidakpastian dan ketidak nyamanan ini dapat menurunkan daya tahan tubuh.
Pemerintah menghimbau tidak mudik, kalaupun "terpaksa" mudik harus siap dengan resiko tranportasi sulit karena tidak beroperasinya kereta api sejak tanggal 1 April untuk jarak jauh, dan pengurangan armada penerbangan.