Perubahan nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang masif berdampak pada hubungan individualis, egois, pragmatis, penuh perhitungan ekonomis dan matematis. Semuanya diukur dengan nilai rupiah, untung rugi, dan kompensasi.
Beruntung saya masih menemukan orang dengan sikap terpuji, memegang teguh norma agama dan nilai-nilai kejujuran, keikhlasan, yang mampu menggerakkan energi positif untuk lingkungan sosialnya.
Pola hidup hedonisme, snobisme, yang terjadi disekelilingnya tidak melunturkan kesederhanaan pikirannya. Sosok tersebut tidak menyandang gelar sarjana, tetapi pernah sekolah di SD Swasta berbasis agama (Islam) di desanya. Pola pikir dan pola hidupnya sederhana seperti orang kebanyakan.
Dibalik kekurangan pendidikan, ternyata dia jujur, ikhlas berkorban, ringan mengulurkan tangan  membantu dengan penuh tanggung jawab. Sering menghadiri pengajian, untuk menambah ilmu agama sebagai  pedoman hidupnya.
Tokoh itu kami menyebutnya Mbak Suti, nama lengkapnya Sutinem lahir di Bantul 31 Desember 1962. Dibalik kesederhanaan berpikirnya, mempunyai sikap jujur, ikhlas berkorban, ringan tangan, mempunyai dedikasi dan komitmen. Aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan, walaupun sejak tahun 2000 sampai saat ini (2019) sebagai "Asisten Rumah Tangga (ART) di rumah saya dengan sistem datang pagi, pulang siang. Bahkan sejak saya masih SD sudah mengenalnya karena tetangga dusun.
Gajinya masih dibawah UMR Yogyakarta, mengingat durasi kerjanya 4 jam (08.00 -- 12.00). Hari kerja Senin--Sabtu, Minggu libur, tetapi kalau ada pekerjaan berarti lembur, sehingga saya selalu memberi uang ekstra.
Pekerjaan utamanya memasak, mencuci, setrika, dan bersih-bersih rumah sebagai kewajiban rutin.Haknya berupa gaji yang dibayarkan setiap awal bulan. Selain itu ada uang THR sebesar gaji, plus bingkisan bahan pokok. THR bertambah karena anak-anak yang sudah bekerja juga memberi uang lebaran, walau tidak pulang di tranfer lewat tabungan saya.
Gaji itu tidak harus semuanya berupa nilai rupiah, tetapi memberi kesejahteraan berupa barang dan jasa, rasa senang, aman, nyaman serta "memanusiakan" ART sebagai subyek bukan obyek, ternyata melebihi segalanya.
Jalan-jalan keluar kota yang bagi kita adalah hal biasa, ternyata bagi mbak Suti merupakan "sesuatu banget", apalagi naik pesawat menjadi pengalaman yang luar biasa. Makan bersama di restoran, mengunjungi tempat wisata, semuanya kami tanggung dan memperlakukan seperti keluarga dapat memberi kebahagiaan tersendiri. Â
Semua itu kami lakukan sebagai balas jasa mengingat kontribusinya dalam membantu membereskan rumah, belanja, dan menyediakan masakan untuk keluarga. Apalagi saat saya masih aktif sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN/PNS) secara langsung tenaganya telah didedikasikan untuk kelancaran tugas dan karier saya. Tanpa kehadirannya, kami menjadi kerepotan dalam membereskan rumah dan menyiapkan makanan keluarga.