Lagi-lagi orang tua khususnya ibu yang harus selalu mendampingi, bila suatu saat anak mengalami kegagalan, jiwa raganya dapat menghadapi kenyataan dapat menerimanya dengan sabar, tawakal, dan ikhlas.
Kegagalan tidak saja dalam prestasi akademik, tetapi juga dalam menjalin hubungan sosial dengan lingkungannya, termasuk dalam hal "cinta". Jalan pintas dapat ditempuh ketika sudah tidak menemukan jalan lurus yang lebar dan bebas hambatan.Â
Tindakan tragis dan menggenaskan bisa saja diambil sebagai upaya untuk mengakhiri persoalan yang mendera. Peran ilmu agama sangat dominan agar anak dapat memahami bahwa:"diatas langit itu masih ada langit", tidak ada yang sempurna dan kekal di dunia  ini. Tidak ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan.Â
Setelah kegagalan ada kesuksesan. Mundur selangkah, maju tujuh langkah. Jadi kegagalan adalan sukses yang tertunda, skenario Alloh SWT lebih indah daripada skenario manusia. Menghadapi kegagalan perlu manajemen emosi, agar anak genius ketika gagal tidak meledak-ledak yang dapat merugikan dan membahayakan diri dan orang lain. Â Â
Selain orang tua yang bisa mendampingi anak genius ketika mengalami kegagalan, sahabat sejati bisa mengurangi beban persoalan yang dialami. Masalahnya, apakah  anak genius mempunyai sahabat sejati ?
Hal ini mengingat anak genius suka menyendiri, tidak mau berbaur dengan teman sebayanya sehingga dari penilaian orang awam, anak genius itu "kadang" mempunyai perilaku aneh.Â
Pernah tahun 2009 satu bis dengan anak genius, juara olimpiade dunia bersama dengan para orang berprestasi diajak ke Dufan. Dalam perjalanan kepingin buang hajad kecil, tanpa pikir panjang minta pak sopir bis agar menghentikan laju kendaraan. Setelah berhenti dipinggir jalan, dengan cuek, santai tanpa malu membuang hajad kecil dibalik roda bis. Ini contoh kecil dan sepele, bagi awam pasti minta berhenti di pom bensin, atau tempat umum yang ada toiletnya.
Jadi mempunyai anak genius pastinya sebagai orang tua sangat bangga, tetapi yang tidak boleh dilupakan adalah menanamkan ilmu agama sebagai landasan hidupnya, supaya bila suatu saat mengalami kegagalan dalam kehidupannya tidak "limbung" dan kosong jiwanya.Â
Selain itu bersosialisasi dan bermain dengan teman sebaya adalah hal yang perlu dilakukan, karena dari situlah dapat mengenal kehidupan orang lain yang mempunyai aneka kegagalan dalam kehidupannya, tetapi tetap tegak berdiri, tidak mudah putus asa. Apalagi sampai depresi berat yang dapat mengakhiri hidupnya. Tragis bukan ?.
Yogyakarta, 19 Juni 2019 Pukul 10.38
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H