Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pustakawan Utama di Kemenristek dan Dikti Tidak Ada, Mengapa?

9 April 2019   13:18 Diperbarui: 9 April 2019   13:56 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: pixabay.com

Meniti karir sampai puncak adalah impian semua orang yang mempunyai status sebagai ASN, TNI dan Polri. Kalau ASN menduduki golongan pangkat IV/e Pembina Utama, sedang TNI dan Polri adalah Jenderal Bintang Empat. Semua itu dapat dicapai, asal dapat memenuhi syarat dan ketentuan yang diakui sangat rumit, berat dan perlu perjuangan. 

Namun bukan berarti tidak mungkin tergapai, modalnya bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga spriritual dan emosional. Kompetensi di bidangnya pasti, bahkan harus melalui serangkaian diklat dan ujian lahir dan batin. Semakin tinggi jabatan/pangkat yang akan diraih, tingkat kesulitannya semakin tinggi dan persyaratan semakin rumit. Tidak semua ASN yang mempunyai ijazah sarjana (S1) dapat berakhir pada pembina utama (IV/e), dan tidak semua TNI/Polri dari lulusan Akabri/Poltri mencapai Jenderal Bintang Empat.

Walaupun mulai masuk pada pangkat/jabatan yang sama, namun dalam perjalanannya ada intervensi baik dari internal maupun eksternal, yang menyertai perjalanan karier seseorang. Kalau sudah begini berarti ada pihak-pihak lain yang dapat memperlancar dan menghambat (disengaja atau tidak disengaja) laju jalan yang harus dilalui. 

Artinya usaha seperti apapun kalau ada pihak-pihak (biasanya atasan langsung, bagian SDM secara berjenjang mulai dari lingkup di institusi sampai pusat), ada perbedaan persepsi dalam menafsirkan suatu aturan, maka yang terkena akibatnya adalah ASN yang bersangkutan. Belum koordinasi lintas institusi yang lebih mengedepankan ke"ego"an institusi apabila telah nyata-nyata melanggar aturan main (ketentuan) yang telah dibuat secara bersama-sama.

Demikian juga untuk jabatan fungsional pustakawan, walaupun sudah ada peraturan yang telah dibuat oleh Menpan dan RB, Kepala Perpustakaan Nasioanal RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), fakta di lapangan hal ini tidak ada artinya di lingkungan Kemenristek dan Dikti.

Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menpan dan RB No.9 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya dan Peraturan Bersama Kepala Perpustakaan Nasional RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) No.8 Tahun 2014, No.32 Tahun 2014. Secara hukum ketiga peraturan ini berlaku sejak tanggal 4 Maret 2014, dan sudah mempunyai kekuatan hukum ketika diundangkan Berita Negara RI Tahun 2014 No.289 dan No.1696. 

Artinya siapa pun yang mempunyai kepentingan untuk jabatan fungsional pustakawan, aturan angka kredit, jenjang jabatan yang mengakui ada jabatan fungsional "Pustakawan Utama" (IV/d -- IV/e), dengan minimum 850 angka kredit berhak mendapatkan kenaikan jabatan menjadi pustakawan utama.   

Namun sayangnya di Kementeristek dan Dikti yang notabene tempat berkumpulnya para ilmuwan dan intelektual ternyata tidak ada jenjang jabatan Pustakawan Utama (Pustama). Alasannya karena ada Peraturan No.49 Tahun 2015 tentang Kelas Jabatan di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, diundangkan tanggal 31 Desember 2015, dimuat dalam Berita Negara Tahun 2015 No.2080, "tidak mencantumkan nomenklatur kelas jabatan pustakawan utama". 

Artinya nomenklatur untuk jenjang jabatan pustakawan hanya sampai maksimum (mentok) pustakawan madya. Berarti memang tidak ada jabatan pustakawan utama di lingkungan Kemenristek dan Dikti. Tragisnya, perubahan hasil evaluasi jabatan di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi telah memperoleh persetujuan Menpan dan RB berdasarkan Surat Nomor B/3362/M.PANRB/10/2015. Masalahnya yang belum mendapat jawaban adalah mengapa jabatan pustakawan utama ditiadakan, tercecer, entah disengaja atau tidak oleh para pemangku kepentingan Sementara di kementerian lain tetap ada jabatan pustakawan utama.

Kenapa keluar Permenristek dan Dikti No.49 Tahun 2015 ?. Hal ini karena ketentuan pasal 6 (1) Permenpan dan RB No.39 Tahun 2013 tentang Penetapan Kelas Jabatan di lingkungan Instansi Pemerintah, perlu menetapkan Kelas Jabatan di lingkungan Kemenristek dan Dikti. Sampai disini sudah sesuai dengan ketentuan, karena Kelas Jabatan ini berguna untuk menentukan besarnya Tunjangan Kinerja (Tunkin). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun