Pesta demokrasi untuk memilih caleg dan pilpres tinggal menghitung hari, yang akan dilaksanakan dilaksanakan 17 April 2019. Sudah siapkan dengan pilihan sesuai dengan hati nurani ?. Siap tidak siap harus siap untuk memilih.Â
Siapa pilihan kita, tidak perlu diumumkan lewat media sosial maupun secara lisan diucapkan di lingkungan sosial. Bukankah pemilu itu bebas tetapi rahasia ? Seperti yang selama ini menjadi asas pemilu langsung, umum, bebas, rahasia (luber), jujur, adil (jurdil).
 Di bilik suara nanti hanya suara hati yang mengarahkan paku untuk mencoblos gambar siapa, tanpa ada pihak lain ikut campur tangan atau mengintimidasi.
Sebelum memilih semestinya pemilih sudah mempunyai referensi nama-nama para caleg  lengkap dengan identitas dan latar belakangnya. Para caleg tersebut kalau terpilih akan mengemban amanah  menyuarakan suara rakyat, bukan suara pribadi, kelompok, golongan dan kroninya.Â
Duduk di kursi empuk, ruangan ber AC, gaji, menikmati segala fasilitas negara, semestinya selalu ingat rakyat yang mengantarkan untuk mendapatkan semua itu. Ingat ketika kampanye memberikan janji-janji indah, mempesona dan memberi harapan. Setelah terpilih secara sah ditetapkan sebagai anggota legislatif, disumpah sesuai dengan agama dan dibawah/disamping kitab sucinya, apakah etis melupakan janji-janjinya dan sering "mangkir" menghadiri sidang ?.Â
Bagaimanapun janji adalah hutang yang harus dilunasi (direalisasikan), walaupun diakui memerlukan perjuangan dan argumentasi yang logis dapat diterima akal sehat.
Oleh karena itulah untuk menjadi caleg semestinya disyaratkan minimal lulusan S1 bukan SMA, agar logika berpikirnya runtut, jelas, mudah diterima orang lain, mempunyai landasan untuk memperkuat ulasannya. Bukan yang asal bunyi (asbun), provokatif, menyerang lawan, menang-menangan, suara lantang berapi-api sampai keluar otot lehernya dan menimbulkan ujaran kebencian.Â
Apalagi hal itu disampaikan di layar kaca yang dapat dilihat dan didengarkan oleh siapapun (termasuk anak-anak). Sangat tidak elegan bukan ?. Memberi contoh yang kurang baik untuk generasi penerus bangsa. Berbantah-bantahan, perbedaan pendapat itu sah-sah saja, wajar, karena setiap orang mempunyai pemikiran yang tidak sama.Â
"Rambut sama-sama hitam, hati masing-masing", artinya setiap orang mempunyai pemikiran yang berbeda. Perbedaan adalah kodrati, harmoni yang indah, pelangi yang warna-warni memberi pemandangan indah dan menyenangkan bukan menakutkan dan membosankan.
Kembali ke masalah pemilih, perlu mengetahui identitas caleg, supaya tidak seperti "membeli kucing dalam karung". "Tidak kenal maka tidak sayang", artinya perlu mengenal identitas secara wajar, sifat, sikap, perilaku, jati diri.Â
Demikian juga caleg semestinya mengenal konstituennya, sehingga ada sinergi harmonis, memahami permasalahan di akar rumput bukan sedekar ABS (Asal Bapak Senang), AIS (Asal Ibu Senang). Diakui KPU sudah mengumumkan nama dan identitas para caleg lewat media massa (cetak dan elektronik).Â