Gagal menghadiri acara Kompasianivall  2018 di Jakarta, ternyata  dapat menghadiri acara Pameran Foto Sulkerkultur berjudul "Jogya yang Hilang", di Bentara Budaya Yogyakarta yang berlangsung  tanggal 4 -- 12 Desember sampai 2018.Â
Acara ini sekaligus sebagai kopi darat sebagian anggota Kompasianer Yogyakarta yang tergabung dalam KJOG. Foto-foto yang dipajang mengandung nilai sejarah berupa bekas pabrik gula yang ada di Yogyakarta. Tidak pernah menyangka kalau Yogyakarta pada awal abad 19 telah berdiri 19 pabrik gula.
Dibalik hasil-hasil jepretan untuk acara pameran ini, ternyata melalui perjuangan luar biasa agar  mendapatkan gambar yang bagus sesuai konsep. Apalagi untuk mendapatkan data dan informasi yang melengkapi cerita sejarah dibalik foto yang dihasilkan.Â
Bukan kompetensi saya untuk mengulas masalah fotografi, walaupun ketika SMP pernah mengikuti kegiatan ekstra kulikuler fotografi. Waktu itu tahun 1971 -- 1973 di SMP kegiatan fotografi masih memakai roll film, dan hasilnya dicetak di ruangan yang gelap dengan cairan kimia, yang menghasilkan foto hitam putih.
Dalam artikel ini lebih menekankan pada perjuangan penelusuran untuk mendapatkan referensi yang melengkapi informasi dari pameran. Pameran foto ini mempunyai tujuan agar generasi milenial dapat mengetahui bahwa penjajah (Belanda) di Yogyakarta  pada waktu itu mendirikan  pabrik gula  untuk diekspor.Â
Sayangnya, bangunan bekas pabrik gula dan lingkungannya (perkantoran, Â perumahan pegawai), ada yang masih utuh dan dialih fungsikan, ada yang tinggal puing-puing bangunan ditumbuhi rumput liar, ada yang hilang tidak berbekas dan sudah menjadi jalan, perkambungan warga. Padahal ini semua menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan sejarah "pergulaan" di Indonesia.
Terselenggaranya acara pameran foto ini patut mengapresiasi anak-anak milenium (mas Aga, mas Lengkong) yang tergabung dalam Komunitas "Roemah Toea". Mereka secara tidak sengaja menemukan buku tua berjudul:"Twentieth Century Impressions of Netherlands", terbitan tahun 1909 yang memuat foto-foto pabrik gula di Yogyakarta.Â
Artinya dari buku terbitan tahun 1909 bagi anak milenial sudah dianggap "out of date", tetapi isinya masih memberi insipirasi untuk membuat event pameran foto. Sebagai pustakawan secara pribadi saya bangga karena buku bukan sekedar membuka wawasan, tetapi dapat menggerakkan tindakan positif untuk menggali potensi budaya, sejarah, arkeologi, melalui buku-buku cetak, walaupun di era digital ini.Â
Jangan melihat buku hanya dari fisiknya saja, cobalah untuk membaca isinya, minimum membaca judul dan daftar isinya. Â
Dukungan berbagai pihak untuk melancarakan acara yang digagas oleh anak-anak milenial, sungguh patut diapresiasi. Museum Dirgantara yang dengan antusias memberi dukungan untuk terselenggaranya acara ini. Bentara Budaya Yogyakarta yang berlokasi  di Jln. Suroto No.2 Kotabaru Telp:0274 (580404) menjadi tempat terselenggaranya acara pameran ini.Â
Walaupun diakui justru pihak terkait yang seharusnya menaungi nilai-nilai sejarah kebangsaan kurang memberi perhatian apalagi apresiasi. Padahal pameran ini dapat memberi informasi sejarah yang terjadi pada abad ke-19.Â