Perjalanan dari Yogyakarta ke Jakarta selama 7 (tujuh) jam, membuat badan terasa kaku, dan kaki terasa berat untuk melangkah. Walaupun kursi dapat diatur sesuai posisi duduk yang paling enak dengan kaki dapat menjulur dengan menopang pada penyangga dapat diatur sesuai kebutuhan. Perjalanan darat dengan kereta api dari stasiun Tugu Yogyakarta -- stasiun Gambir Jakarta.Â
Namun dengan berbagai pertimbangan memutuskan turun di stasiun Jatinegara, disambung dengan KRL Commuter Line menuju ke Depok. Untuk mendapatkan tiket harus keluar stasiun dulu, baru ke loket pembelian dengan harga Rp 14.000,-. KRL Commuter line di di jalur 5, sehingga harus jalan lagi menyeberang rel yang paling ujung. Dalam kondisi begini tidak boleh malu bertanya, karena dapat tersesat di jalan. Tempat yang paling aman untuk bertanya adalah petugas stasiun.
Beruntung Commuter line sudah siap dan beberapa saat berjalan perlahan menyusuri rel dari stasiun Jatinegara. Tempat duduk masih banyak yang kosong, leluasa lega, sehingga dapat memilih mana yang disuka. Pertimbangan turun di Jatinegara, bukan di Gambir karena tidak berganti-ganti angkutan, mengingat barang bawaan  2 (dua) tas, ditenteng dan didorong, cukup merepotkan.Â
Kalau turun di Gambir harus naik angkutan umum (bajaj, gojek) selain repot, stasiun di Manggarai jalannya harus lewat lorong yang naik turun tangga. Ternyata kursi yang tadinya kosong, di setiap stasiun yang disinggahi penumpang terus masuk, semakin banyak karena bertepatan dengan jam pulang kantor.
Sejak dari stasiun Rajawali, Kampung Bandan, Duri, Tanah Abang, Lenteng Agung, Universitas Pancasila, dan Universitas Indonesia, penumpang terus bertambaha. Tas dorong saya ternyata mengurangi jatah orang berdiri, sehingga di pindah ke atas atas jasa baik bapak yang duduk disebelah. Sebenarnya ada gebong khusus perempuan di depan dan paling belakang.Â
Juga ada prioritas untuk orang tua (lansia), ibu hamil, anak kecil untuk duduk di kursi. Lainnya berdiri berpegangan pada kolongan tali yang menggelantung, bila tinggi badan kurang berpegangan pada besi dekat pintu.
Dalam kondisi begini, sungguh merasakan angkutan umum yang bebas macet, murah, tepat waktu ini sangat diperlukan oleh warga di Jabodetabek. Masalahnya rangkaian gerbong berjumlah 8 (delapan) ternyata tidak sebanding dengan jumlah penumpang yang ribuan.Â
Apalagi saat jam pergi dan pulang kantor, sehingga dalam Commuter line benar-benar hanya memberi ruang sekujur badan ini, tidak kurang dan tidak lebih. Pantas kalau penumpang perempuan dan laki-laki di bedakan, supaya menghindari hal-hal yang tidak baik (pelecehan ulah orang iseng). Jumlah penumpang yang tidak sebanding dengan gerbong, berakibat pada saat turun dan posisi di tengah.Â
Untuk menuju pintu perlu perjuangan, mengeluarkan tenaga, dan tetap harus waspada dengan barang bawaan berharga (dompet, HP, tas). Masih terlihat tertib, karena penumpang yang turun mendapat kesempatan terlebih dahulu, dibanding yang naik.
Satu hal yang patut diacungi jempol, jiwa sosial, empati, suka menolong itu masih ada diantara penumpang Commuter line. Buktinya ketika saya akan keluar sudah dipandu dan ada bapak yang menolong untuk mengambilkan tas, serta meneriakkan agar diberi jalan keluar. Setelah melalui himpitan orang untuk menuju ke pintu, akhirnya dapat keluar dengan barang bawaan yang masih utuh.Â
Sampai dibawah, ada seorang ibu yang menolong untuk antri menukarkan kartu Commuter line (biasanya langsung dibawa saja), sehingga dapat kembalian uang Rp 10.000,-. Artinya ongkos naik angkutan umum Commuter line dari stasiun Jatinegara ke stasiun Universitas Indonesia sebesar Rp 4.000,- (Rp 14.000,- - Rp 10.000,-).Â