Tahun 2018 ini telah diumumkan serentak di seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah propinsi, kabupaten/kota pendaftaran menjadi CPNS, yang telah ditutup jam 23.59 tanggal 15 Oktober 2018. Sampai detik terakhir penutupan jumlah pendaftar CPNS sebanyak 3,782 juta, sangat fantastis.
Bandingkan dengan tahun 2014 yang jumlahnya 2,6 juta, dan tahun 2017 menurun menjadi 2,4 juta (KR, 17/10/2018).
Dalam setahun meningkat 1,382 juta, atau 36,54 persen tenaga kerja produktif mulai SMA sampai S1. Formasi CPNS 2018 ini tersedia 238.015 dengan rincian 51.271 untuk mengisi lowongan di 76 kementerian/lembaga dan 186.744 formasi di 525 pemerintah daerah.
Tenaga pendidik dan kesehatan tetap mendominasi formasi terbanyak, namun mengangkat guru dan tenaga kesehatan kategori K-2 honorer sebagai PNS tanpa memperhatikan kualitas, bukan solusi terbaik. Pengalaman mengangkat honorer K-2 sebagai PNS pada 2007 tanpa tes, melalui porto folio, ternyata kinerjanya monoton/stagnan.Â
Hal ini terjadi karena tenaga honorer itu direkrut tanpa analisis jabatan sesuai kebutuhan, latar belakang pendidikan, serta penuh dengan nuansa kolusi, korupsi, nepotisme (KKN). Orang yang kompeten dan jujur waktu itu justru kalah bersaing dengan yang "tidak kompeten" dan tidak jujur karena mempunyai "backing" orang berpengaruh.
Hal ini tidak ingin diulang lagi sehingga para guru dan tenaga kesehatan K-2 tetap harus mengikuti seleksi secara terbuka, bila lulus diangkat CPNS, namun yang tidak lulus dibuka kesempatan mengikuti tes PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Bila lulus diangkat sebagai PPPK, bila tidak lulus diberi kesempatan bekerja sesuai kebutuhan serta peraturan yang berlaku, Â dengan gaji sebesar Upah Minimum Regional (UMR) di wilayahnya.Â
Jadi tenaga honorer K-2 ini tidak langsung diangkat, tetapi diakomodasi untuk mengikuti seleksi melalui jalur khusus.
Saat ini yang terdata di Kepmenpan dan RB ada 735.825 orang sebagai K-2. Hal ini yang belum bisa dipahami oleh para honorer K-2, karena kedepan diperlukan PNS yang mempunyai kompetensi tinggi, bukan sekedar pengabdian dan loyalitas.
Perlu dipahami, setiap era/rezim mempunyai aturan main sendiri dalam menghadapi ketenagakerjaan, intinya untuk kesejahteraan rakyat tanpa mengabaikan kualitas dan kompetensi.
Hal ini mengingat konsumen yang dihadapi saat ini menuntut dan mempunyai ekspektasi terhadap pelayanan yang berkualitas prima, berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Jadi PNS Â harus menyesuaikan dengan tuntutan dan merubah pola pikir, pola kerja, dan pola tindak yang tidak lagi menunggu perintah, monoton, stagnan, tetapi harus inovatif, kreatif, dan profesional tanpa melupakan wewenang dan tanggung jawab.