Kalau menyimak teori dari Maslow tentang hierarki kebutuhan manusia  mulai dari kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang, penghargaan, dan aktualisasi diri.Â
Kebutuhan level pertama sebagai kebutuhan yang paling dasar (fisiologis), paling kuat dan paling jelas untuk mempertahankan hidupnya secara fisik. Termasuk kebutuhan dasar yaitu makan, minum, tidur, tempat berteduh, oksigen, bahkan  seks. Apabila kebutuhan fisiologis sudah terpenuhi, kemudian berusaha menggapai kebutuhan akan rasa aman dan tenteram secara fisik dan psikis dari gangguan, ancaman, rasa khawatir, cemas, takut, dibully, persekusi, bencana alam, kerusuhan, kriminalitas.
Selanjutnya  kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, saling memiliki, menyayangi, kebutuhan membina rumah tangga, dekat dengan keluarga, kerabat, menjalin persahabatan, komunitas (sosial, bisnis, kesehatan, pendidikan).Â
Tidak semua orang dapat terpenuhi kebutuhan dicintai dan disayangi (rumah tangga yang broken home), anak-anak dipastikan kurang terpenuhinya kebutuhan dicintai dan disayangi oleh orang-orang terdekatnya (orangtua, saudara kandung).
 Level atasnya adalah kebutuhan akan penghargaan, egonya akan mewujudkan impiannya untuk berprestasi  dan memiliki prestise. Ada yang menempuh dengan kejujuran, sesuai dengan aturan main, namun tidak sedikit yang asal sepak , sikut kanan kiri, menginjak bawah dan menjilat atas.
Kebutuhan paling tinggi adalah aktualisasi diri, keberadaan diri, dengan memaksimumkan penggunaan kemampuan dan potensi diri. Kebutuhan untuk menunjukkan dan membuktikan kemampuan dirinya pada lingkungan.Â
Aktualisasi diperlukan agar keberadaan seseorang dalam lingkungannya "diakui" dengan potensi yang dimiliki. Anehnya untuk aktualisasi diri ini kadang tidak mengenali potensi diri, sehingga perlu orang lain untuk membantu menggalinya. Lebih gawat lagi tidak mengenal dirinya sendiri (who am I), dengan segala sifat, karakter  negatif dan positifnya. Akibatnya tidak kenal diri, yang muncul justru sikap "jumawa", menepuk dada, rasa bangga dan merasa menang. Padahal sejatinya aktualisasi diri perlu ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk. Â
Menuangkan ide/gagasan/pikiran dengan merdeka terbebas dari rasa takut dan tekanan adalah aktualisasi diri. Masalahnya menulis masih menjadi kendala untuk dapat berekpresi  secara bebas dengan batasan dan aktualisasi diri.Â
Ilmu dan pengetahuan sudah berjimbun, namun berkegiatan menulis belum menjadi kebutuhan. Bahkan menulis itu masih menjadi "momok" yang sangat menakutkan khususnya bagi para mahasiswa dan ASN yang memilih jabatan fungsional. Padahal konsekwensi berstatus sebagai mahasiswa dan memilih jabatan fungsional, mempnyai konsekwensi harus menulis.Â
Suka tidak suka, mau tidak mau, harus menulis karya ilmiah dari hasil penelitian ataupun studi pustaka, sebagai tugas akhir untuk meraih gelar kesarjaan dan naik jabatan/pangkat bagi ASN.Â
Bimbingan menulis, dengan istilah keren "workshop" menulis karya ilmiah sudah jamak dilakukan dimana-mana baik yang berbayar maupun tidak berbayar alias gratis.