Dalam menghadapi hujan badai, tempat berlindung dan pasrah hanya Alloh SWT, berserah diri, berdoa, agar diberi keselamatan, kesehatan dan hujan badai segera berhenti. Dalam suasana yang sangat menakutkan, mencekam itu, masihkah para jamaah sombong, angkuh, pongah, menepuk dada sebagai jawara, pejabat, profesor, "public figure", orang terkenal, hebat, milyader, cerdik pandai ?. Semua sama kedudukannya dengan baju ihram yang sama putih, tidak ada yang dibanggakan, kecuali takwanya.
Berkumpul di padang Arafah yang sangat menguras tenaga fisik, dan perasaan untuk berdzikir, berdoa hanya kepada Alloh SWT, teringat dosa-dosa yang telah dilakukan, histeria dalam doa dan air mata, sungguh semakin berada di titik nol. Perjuangan secara fisik belum usai karena harus mabit (bermalam) di Muzdalifah.Â
Mabit di Mina untuk melempar jumrah yang memerlukan kekuatan fisik, karena dinilai terberat dengan jarak tempuh rata-rata lebih dari 4 km, berarti pergi pulang menempuh jarak 8 km, yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut, jadi menempuh jarak 24 km. Hanya keprasahan, dan keikhlasan, usaha dan doa semua dapat dilalui dengan lancar dan tetap semangat. Begitupun setelah kembali ke Indonesia, semestinya keprasahan itu tetap menjadi nafas dalam kehidupannya.
Yogyakarta, 24 Agustus 2018 Pukul 19.11
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI