Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Harga Ayam dan Telur Melangit, IRT Menjerit

27 Juli 2018   13:41 Diperbarui: 27 Juli 2018   17:00 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Suatu pagi ketika mau membeli lauk ayam bagian paha goreng tepung di warung makan dekat rumah, tidak  tersedia, karena barangnya tidak ada di pasar tradisional. Kalaupun ada harganya selangit, yang terus naik setiap hari. Hukum ekonomi berlaku ketika  permintaan banyak, barang sedikit harga pasti naik. Sebaliknya ketika barang melimpah namun permintaan sedikit, otomatis harga turun.

Kondisi ini terjadi karena pasokan ayam ras dan telur dari produsen (peternak) juga tersendat. Kalau ditelusur peternak pun mempunyai permasalahan dengan harga pakan yang terus melambung. Bukan kompetensi penulis untuk membahas masalah perternakan, politik harga pakan ternak, dan ketahanan pangan. Namun yang pasti kondisi melambungnya harga ayam dan telur berdampak pada isi dompet dan keuangan keluarga, karena biasanya Ibu Rumah Tangga (IRT) yang mengelola keuangan keluarga. Jadi harus pandai-pandai untuk menyiasati Anggaran Pendapatan dan Belanja Keluarga (APBK).

Apalagi bulan-bulan baik untuk menyelenggarakan hajadan (pernikahan, sunatan) dan syukuran pamit haji, permintaan ayam ras dan telur pasti banyak. Selain itu bulan Juni anggaran terkuras untuk lebaran, Juli adalah saat dimulainya tahun ajaran baru, dan Agustus selain ada acara 17 an juga Idul Qurban. Artinya sejak bulan Juni -- Agustus keuangan keluarga tersedot untuk kebutuhan rutin tahunan.

 Walaupun bagi PNS dan pegawai perusahaan mendapat THR dan gaji ke-13, yang sedikit banyak dapat meringankan beban untuk lebaran, mudik, membayar sekolah, UKT (Uang Kuliah Tunggal), namun perlu merubah APBK, dengan sebutan APBK-Perubahan. Jadi keluarga itu bagaikan inti dari negara, perlu ada RABPK supaya dapat terdeteksi masuk dan keluarnya uang, apakah defisit atau ada saldo.

Masalah muncul ketika tidak ada pendapatan yang rutin setiap bulan, namun pengeluaran harus dilakukan karena untuk memenuhi kebutuhan fisik, jasmani dan raganya. Kalaupun mempunyai pendapatan, besarnya dan perolehannya tidak menentu, artinya untuk membeli daging ayam ras dan telur dengan harga selangit semakin tidak terjangkau. 

Kondisi ini bila tidak segera diatasi dampaknya semakin meluas, munculnya gangguan ketertiban, dan tindak kejahatan akibat adanya kesenjangan sosial yang semakin lebar antara si kaya dengan si miskin. Walaupun untuk orang miskin sudah mempunyai Kartu Miskin dari pemerintah, yang dapat dimanfaatkan di e-warung untuk membeli keperluan sehari-hari.

Ibu rumah tangga paling merasakan ketika harga ayam ras dan telur terus menaik, dan upaya pemerintah dengan operasi pasar dapat sedikit menurunkan harga ayam ras dari Rp 45.000,- - Rp 50.000,- per kilogram, menurun menjadi Rp 42.000 -- Rp 44.000,-. Harga telur dari Rp 30.000,- turun menjadi Rp 23.000,-, dan masih fluktuatif, mengingat permintaan telur untuk berbagai keperluan terus meningkat. 

Akibatnya di warung-warung makan, penjual sate harga daging ayam ras dan telur ayam mempunyai kebijakan harga tetap, namun potongan dikecilkan sedikit. Hal ini untuk menghindari dagangan tidak laku kalau dinaikkan, karena pembeli akan berganti dengan lauk lainnya.

Harga ayam ras di pasar-pasar tradisional tergantung dari distributor yang masih memasang harga tinggi. Pedagang di pasar hanya mengikuti dari distributor yang mematok harga masih tinggi, sehingga yang merasakan dampak kenaikan ini langsung konsumen yang notabene adalah para IRT. Padahal daging ayam ras dan telur ini sebagai protein hewani yang masih terjangkau dibandingkan dengan harga ayam dan telur negeri yang dipatok Rp 60.000 per kilogram, dan telur Rp 2.000 per butir. 

Ayam dan telur negeri inipun saat ini tidak dibebaskan untuk mencari makan, tetapi dikandangkan. Hal ini karena lahan yang semakin sempit, untuk perumahan sehingga ayam harus dikandangkan karena dapat diprotes tetangga bila memelihara ayam di perumahan demi kebersihan lingkungan.  

Ketika harga ayam ras dan telur melambung, para IRT dalam memenuhi gizi seimbang bagi keluarganya dengan mengganti protein hewani menjadi nabati (tahu, tempe, kacang kedelai, kacang polong). Pandai-pandainya IRT untuk menyiasati dalam memenuhi kebutuhan protein bagi anggota keluarganya. Apalagi yang masih mempunyai anak-anak batita dan balita agar menjadi generasi  GENIUS (Gesit, Empati, BeraNI, Unggul, Sehat). Kualitas dan asupan gizi seimbang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak agar tidak menjadi "stunting" (gizi kronis) karena asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, yang terjadi sejak dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Suatu pilihan yang berat bagi para IRT, namun pertumbuhan dan perkembangan anak tetap prioritas utama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun