Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mendambakan Lingkungan Ramah Anak

25 Juli 2018   13:01 Diperbarui: 25 Juli 2018   13:05 1652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Anak-anak sebagai generasi milenial menghadapi tantangan yang lebih berat, dibanding generasi sebelumnya. Ruang gerak untuk bermain semakin terbatas seiring dengan berkurangnya fasilitas publik yang ramah anak. Khususnya di kota-kota besar, ruang publik terbuka telah disulap menjadi perumahan, mall, hutan beton yang menjulang tinggi. 

Sekolah pun berdiri diantara gang sempit, gedung tinggi, tanpa halaman sekolah untuk berolah raga, yang sering dikorbankan untuk lahan bisnis. Kondisi lingkungan yang sudah tidak mempunyai daya dukung dapat berakibat pada perkembangan secara fisik, psikologis anak. Apalagi ditambah "banjir"nya informasi yang menyesatkan (hoax), dan tidak sehat dari dunia maya.  

Anak sebagai generasi penerus bangsa, perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. Keluarga sebagai pemberi lingkungan yang pertama dan utama, sebelum anak keluar dalam lingkungan yang lebih besar yaitu sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu orang tua (ibu dan ayah) menjadi orang yang paling bertanggung jawab untuk membentuk fondasi yang kokoh dalam pemahaman masalah keagaamaan, etika pergaulan, sopan santun, kejujuran, kepekaan sosial, solidaritas. Bibit radikalisme dapat dicegah dimulai dari keluarga. 

Masalahnya masih ada orang tua yang mengabaikan hal-hal kecil ini, akibatnya ketika anak dalam lingkungan sosial terkecil (keluarga) tidak mendapatkan informasi yang benar dari orang tua, anak mencari pemahaman dari orang lain yang justru "menyesatkan".  

Lingkungan yang baik adalah hak asasi anak yang semestinya dapat dinikmati oleh anak-anak agar dapat tumbuh kembang secara sehat fisik dan psikisnya. Anak-anak yang terbiasa dengan lingkungan keluarga yang baik (mempunyai rasa tenggang rasa, saling menyayangi, menghormati, toleransi), akan terbawa dalam pergaulan ketika di sekolah dan masyarakat. Sebaliknya lingkungan keluarga yang biasa tidak jujur, egois, kasar dalam bertindak, keras ketika bersuara dapat berpengaruh pada sikap dan perilaku anak-anaknya. 

Dalam bahasa Jawa ada peribahasa:"Kacang ora ninggal lanjaran (Kacang tidak meninggalkan lanjaran/alat penopang dan tempat menjalarkan tanaman menjalar). Artinya perilaku anak itu menurun dari orang tuanya. Akhlak anak tidak jauh beda dengan akhlak orang tuanya, maka berhati-hatilah orang tua dalam bertindak dan bersikap, karena semua itu masuk dalam memorinya dan akan ditiru oleh anak.

Memberikan lingkungan yang baik untuk anak bukan hanya lingkungan fisik, tetapi juga lingkungan psikis dan sosialnya. Kenapa ada tawuran antar sekolah, gang, kelompok "klitih" yang meresahkan masyarakat karena membacok orang tanpa sebab di jalan raya pada dini hari. Dimana orang tuanya, dan mengapa ketika "ayam" peliharaan tidak pulang ke rumah saat hari sudah senja (menjelang Magrib),  dicari ke tetangga, di kebun belakang rumah, di pepohonan. Namun aneh, ketika anaknya tidak pulang sampai menjelang dini hari tidak pernah dicari, di telepon, di WA, dibiarkan, diabaikan, pergi kemana dengan siapa untuk acara apa.

Ini masalah komunikasi antara orang tua dengan anak-anaknya. Herannya lagi, orang tua piawi memberi nasehat, petuah, membimbing, mendidik anak orang lain, justru anaknya sendiri dilupakan dan diabaikan. Padahal menjadi orang tua itu tidak dapat di"wakilkan" kepada orang lain siapapun dia (guru kelas/guru agama, kakek nenek, saudara).  

Munculnya anak-anak bermasalah karena jiwanya kosong, tidak mendapatkan teladan dari lingkungannya yang positif. Anak-anak merasa "kesepian" disaat membutuhkan pengarahan, bimbingan tetapi orang tua sibuk bekerja di luar rumah dengan alasan "demi memenuhi kebutuhan anak". 

Bahwa asupan gizi seimbang bagi anak sangat penting agar tidak menjadi generasi "stunting", yang berpengaruh dengan tumbuh kembang secara fisik. Selain itu yang tidak kalah penting adalah asupan gizi rohani, sehingga jiwanya pun dapat tumbuh kembang untuk menjadi generasi yang kuat, berkarakter, berbudi pekerti, berkepribadian mulia.

Hak anak untuk mendapatkan lingkungan yang ramah anak itu diberikan sejak dari dalam kandungan, sampai anak berusia 18 tahun (sebutan anak menurut UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak). Masalahnya tidak semua orang tua memahami kewajibannya sebagai orang tua yang merupakan hak anak-anaknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun