Teori tentang tulis menulis sudah banyak dibukukan oleh para penulis sekaliber Aswendo Atmowiloto, yang katanya "Mengarang itu Gampang". Ada juga yang mengatakan dalam buku berjudul "Menulis itu semudah "ngomong". Benarkah ?. Padahal kenyataan semua buku tentang tulis menulis sudah terbeli, dibaca, namun belum juga menghasilkan tulisan. Dimana salahnya ?. Sebagai orang yang belajar menulis, sudah "berani" mengatakan bahwa menulis bukan "bakat", namun sangat berhubungan dengan masalah 3 (tiga) K yaitu kemauan (niat) yang kuat, membara, kemampuan, dan kesempatan.
Setiap orang tanpa disadari sudah memiliki 2 (dua) K yaitu kemampuan dan kesempatan. Minimal kemampuan baca huruf dan angka, yang sudah dipelajari sejak SD, walaupun daya tangkap, daya paham untuk memaknai suatu kalimat setiap orang berbeda. Ada yang cepat, normal, namun ada yang lambat, bahkan sangat lambat untuk memahami suatu kalimat ataupun satu kata. Hal ini tentu sangat tergantung dari kecerdasan intelektual setiap orang, karena mempunyai intelligence quotient (IQ) yang berbeda-beda.
Kesempatan, ini tergantung bagaimana mengatur (memanage) waktu yang dimiliki. Setiap orang mempunyai waktu yang sama dalam sehari semalam 24 jam, satu bulan 30 hari, satu tahun 365 hari. Namun ada orang yang dapat memanfaatkan waktu sangat efisien efektif, tetapi ada juga yang membuang-buang waktu tanpa menghasilkan apapun. Sungguh sangat merugi bila waktu berjalan begitu saja tanpa hasil yang kasat mata, apalagi yang tidak bisa dilihat dan diukur oleh panca indera. Padahal waktu itu berjalan terus, tidak bisa diulang sedetikpun dan tidak bisa di stop agar berhenti. Banyak orang terlena termasuk penulis, tahu-tahu usia sudah menjelang senja. Sungguh sangat merugi ketika ada waktu luang hilang percuma.
Menulis mengeluarkan ide, gagasan, pikiran seseorang yang dituangkan dalam tulisan. Ini memerlukan kemauan yang kuat untuk mewujudkannya. Tanpa kemauan (niat), walau mempunyai kemampuan dan kesempatan, maka tidak mungkin menghasilkan tulisan yang dipahami orang lain. Keruntutan dalam berpikir, berargumen dan menganalisa suatu fenomena menjadi modal untuk menulis. Walaupun dalam menulis perlu memperhatikan juga kaidah-kaidah yang berlaku misalnya tata bahasa, ejaan yang disempurnakan, dan etika menulis yang menghargai karya orang lain, menghindari plagiat, memperhatikan gaya selingkung (dalam karya tulis ilmiah).
Sekarang yang menjadi masalah adalah pernahkan para penulis itu kehabisan ide untuk menulis ?. Apa yang dilakukan ketika ide itu benar-benar kering, stagnan, nol, kosong. Ide itu bagaikan sumur yang mempunyai sumber air, semakin diambil airnya semakin lancar air itu mengalir dengan deras dari sumber air. Namun ketika musim kering, dan permukaan air tanah sudah semakin menyusut karena tersedot oleh "jet pump", maka dapat dilakukan dengan memperpanjang pipa air, agar masuk ke tanah untuk mencapai sumber air.
Demikian juga ketika ide sudah kering, maka perlu melakukan "relaksasi", mencari inspirasi dengan melihat suasana di sekitar, membaca media massa cetak/digital, nonton TV, silaturahmi, jalan-jalan pagi, reuni dengan teman-teman SMP, SMA, kuliah. Pokoknya apa saja yang dapat menimbulkan gairah untuk memunculkan ide/gagasan. Kalau tetap tidak muncul, tidur efektif untuk mengistirahatkan jiwa dan raga yang sedang penat. Setelah bangun tidur mencoba untuk membuka laptop, handphone, untuk mengecek email, berita di sosial media (facebook, twitter, line, instagram).
Setiap orang mempunyai cara dan kebiasaan yang berbeda untuk menumbuh kembangkan agar ide/gagasan selalu ada di dalam pikiran, sebagai kekayaan intelektual yang tidak dapat dicuri kecuali diomongkan kepada orang lain. Namun demikian tidak semua orang dapat mengambil ide/gagasan orang lain, karena perlu "kepekaan" nurani untuk mengendapkan, mengurai, dan menganalisis sesuai dengan situasi dan kondisi. Ketika ide sudah muncul pun tidak bisa langsung diwujudkan dalam suatu karya tulis baik fiksi maupun non fiksi.Â
Semua perlu "suasana lahir batin" untuk merealisasikan ide/gagasan dalam tulisan. Kondisi lingkungan juga berpengaruh untuk dapat menuangkan ide dalam tulisan. Ini pengakuan jujur seorang yang sedang belajar menulis, belum jadi penulis beneran. Andaikan diberi waktu untuk dapat berjumpa dengan para penulis yang profesional, seperti Andrea Hirata, Dewi Lestari, Ayu Utami, Tere Liye, Remy Sylado, Asma Nadia, Aswendo Atmowiloto, Habiburrahman, Ahmad Fuadi, akan bertanya:"Pernahkan Kehabisan Ide ?".
Yogyakarta, 18 Juli 2018 Pukul 21.10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H