Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setelah Tantangan Samber THR Kompasiana Usai, Terus Mau Apa?

27 Juni 2018   13:56 Diperbarui: 27 Juni 2018   14:29 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Selama 32 hari para kompasianer yang menerima tantangan dibuat sibuk untuk menayangkan tulisan dengan tema yang sudah ditentukan setiap hari satu tulisan. Bagi penulis membuat tulisan dengan tema berbeda secara maraton sungguh menjadi pengalaman yang menarik sepanjang hidup. Sungguh tantangan dari Kompasiana ini dapat menumbuhkan semangat untuk menulis, menulis, dan menulis. Tiada hari tanpa menulis, yang bukan sekedar iming-iming hadiah yang diberikan, tetapi menjajal kemampuan, mengisi kesempatan, dan menguji kemauan.

Kalau hanya tertarik pada hadiah yang diberikan, tentunya motivasi untuk menulis sudah pupus sejak awal ketika melihat besarnya hadiah. Tanpa maksud mengesampingkan hadiah yang diberikan pihak Kompasiana untuk setiap "event" yang digelar, sudah menjadi rahasia umum bahwa apresiasi, hadiah dalam dunia tulis menulis diakui masih sangat rendah bila dibandingkan dengan dunia olah raga. 

Coba simak para atlet setiap lomba selalu dijanjikan bila pulang membawa medali mendapatkan bonus dari daerahnya selain hadiah dalam "event" tersebut. Kalau penulis protes, pasti mendapat jawaban, "jadilah atlet, kalau ingin mendapat hadiah yang besar". Hal ini persis ketika tenaga akademik (tendik) yang membandingkan dosen dalam hal jam kerja, kedisiplinan jawaban dari pimpinan yang notabene sebagai dosen dengan enteng:"jadilah dosen bukan tendik".

Tantangan dari Kompasiana ini juga berbeda ketika penulis masih menjalani profesi, selalu ada tuntutan untuk menulis ketika naik jabatan, mengikuti lomba karya tulis, hibah peneliian, dan "call for paper". Semua itu ada jeda waktu yang cukup panjang, bahkan sering diundur karena minimnya peserta yang mengikuti lomba ataupun memasukkan tulisan untuk presentasi. 

Selain itu ada perbedaan yang pokok yaitu jenis tulisan, untuk proposal, makalah, berupa karya ilmiah dengan standar baku yang sangat "perfect" syarat dan ketentuannya. Demikian juga ketika menulis artikel untuk majalah profesi, membuat laporan penelitian, semuanya harus mengikuti standar baku memakai bahasa Indonesia sesuai EYD, dengan pola kalimat subyek, predikat, obyek dan keterangan (SPOK).

 Perbedaan lain tantangan dari Kompasiana dalam bulan Ramadan kemarin, jenis tulisan termasuk karya tulis populer, bahasa sehari-hari yang dipakai dalam percakapan, sehingga tidak terikat dengan tatabahasa yang baku, baik dan benar. Hal yang menarik lagi ada tema misteri karena baru diumumkan sehari sebelum hari "H", dan ada 4 (empat) tema misteri yang berbeda juga selama bulan Ramadan. 

Tema-tema yang telah ditentukan dalam program "Samber" THR (Tebar Hikmah Ramadan) itu nampak sederhana, namun memerlukan energi untuk menyiapkan tulisan, mengingat tema itu bisa jadi harus mengaduk-aduk perasaan ketika menuliskan masa kecil. Bahwa tidak semua orang melalui masa kecil yang indah, bahagia, dan berkesan.

Tulisan fiksi dan non fiksi juga menjadi tantangan tersendiri bagi yang tidak terbiasa membuat fiksi, karena memilih kata-kata yang puitis, romantis, perlu keahlian yang tidak setiap orang memiliki. Apalagi menulis dialog dalam tulisan fiksi, sungguh perlu perjuangan lahir dan batin untuk mewujudkannya. Namun demi untuk memenuhi target menulis dari tantangan Samber THR, maka  karya fiksi itu dapat terwujud, walau masih banyak kekurangannya. Namun bagi yang ahli membuat karya fiksi tantangan ini dengan mudah diselesaikan.

Apapun hasilnya, dapat menuliskan 32 topik selama bulan Ramadan nonstop ini menjadi kemenangan yang tidak dapat dinilai dengan apapun. Artinya "gairah" menulis itu muncul karena mendapat dorongan eksternal, yang dimbangi dengan kesempatan, kemampuan, dan kemauan dari internal para penulis. Sekarang yang menjadi masalah adalah, setelah tantangan itu usai, apakah gairah menulis itu hilang begitu saja ?. 

Disinilah secara alamiah para penulis itu terus ditantang untuk menghasilkan karya-karyanya. Ada atau tidak ada apresiasi dalam wujud apapun (materi,  komentar, nilai tertinggi, terpopuler, headline, hightlight), sebagai penulis sejati pasti tetap setia dan loyal, konsisten, berkomitmen menyebarkan "virus" untuk menulis.

Iming-iming untuk pindah ke tempat lain atau membuat blog sendiri terus "menggoda", namun tetap bertahan sesuai dengan idealisme, bahwa apresiasi itu tidak melulu berwujud nominal "nilai rupiah", walau itu perlu. Artinya tulisan-tulisan yang ditayangkan mendapat apresiasi dari para Kompasianer dan editor Kompasiana sudah merupakan "sesuatu" wujud perhatian yang sangat membanggakan dan menumbuhkan gairah untuk tetap menulis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun