Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kemenangan "Hakiki", Hadiah Lebaran Paling Berkesan

8 Juni 2018   16:38 Diperbarui: 10 Juni 2018   00:51 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: readingsocially.com)

Lebaran sebagai hari kemenangan setelah sebulan puasa Ramadan, menahan hawa nafsu lahir batin, ujian, godaan duniawi. Pertentangan batin dengan sejuta perasaan untuk menata hati dalam menentukan putusan yang paling besar. Bagi orang lain “pensiun” adalah peristiwa biasa, alami, wajar, yang patut disyukuri, dinikmati, terbebas dari rutinitas, friksi-friksi yang menguras energi dan perasaan.

Jangan salah, ternyata orang berprestasi walaupun membanggakan institusi, menjadi “duri” dan “musuh” bagi para pecundang yang tidak bisa menyamainya. Jalan pintasnya dengan menghancurkan dan membinasakan secara halus atau kasar, rahasia atau terang-terangan.  

Ketika ada kesempatan selubang jarum pun para pecundang itu sudah kasak-kusuk untuk “menghilangkan” musuh bebuyutannya. Aksinya sering gagal, karena musuhnya justru dapat menunjukkan prestasi, kejujuran, ketulusannya untuk mengabdi, dan mendapat dukungan pimpinan. Kondisi ini semakin membuat ambisius para pecundang segera menghilangkan musuhnya.

Puncaknya, ketika orang kecil yang sudah memenuhi syarat, ketentuan, dengan penuh semangat untuk mencapai jabatan tertinggi, pecundangpun bereaksi dengan jurus maut “memperdaya pimpinan” yang mudah percaya. Kelicikan dan kecerdikan pecundang berhasil menggagalkan usaha dan perjuangan orang kecil. Walaupun orang kecil juga mempunyai jejaring secara lintas institusi untuk mengawal berkas-berkasnya, sehingga dapat mendeteksi dimana berkas itu berhenti, dan siapa aktornya.

Intinya pecundang berupaya menggagalkan dan kalau terbukti ketahuan mana ada pencuri yang mengakui ?. Justru pecundang semakin membabi buta, dengan memutar balikkan fakta, data dan informasi yang tidak benar. Orang kecil disalahkan karena terlambat menyerahkan berkas dan berani melawan penguasa.

Rakyat kecil yang diperlakukan tidak adil berani melawan tirani dengan melaporkan ke lembaga yang independen untuk menengahi. Awalnya lembaga independen menyalahkan institusi, dan ada 2 (dua) lembaga non departemen yang membela rakyat kecil, serta kepala badan langsung meloby dengan tangan kanan orang nomor satu di negeri ini.

Hasilnya yang semula ada sinar terang, justru semakin redup dan mati, tidak ada harapan lagi. Penentu terakhir tidak bersedia memberi rekomendasi, alasannya kalau membuat diskresi, nanti akan terkena maladministrasi. Padahal orang kecil mengabdi di institusi tersebut, dan pejabat itu pernah menjadi pimpinannya, jadi saling sangat mengenal baik.

Justru karena kenal inilah yang menjadi kunci kegagalannya, padahal bawahan siap melaksankan asal ada disposisi. Disinilah liciknya  pecundang membentuk kroni kejahatan, walau tidak kenal penentu kebijakan melalui jalan tikus tetap bisa menghadang orang kecil untuk melaju. Pecundang semakin meradang karena orang kecil mempunyai jaringan komunikasi lintas institusi.

Melihat orang kecil kelimpungan dan gagal meraih jabatan tertinggi, pecundang dan kroninya bersorak bahagia, tertawa, gembira ria telah berhasil membinasakan dan menghilangkan musuh bebuyutan hengkang dari institusi tempat mengabdi. Ketahuilah sebenarnya ini kemenangan semu, duniawi, yang pada saatnya ada pengadilan dengan hakim yang seadil-adilnya, tidak bisa disuap, tidak ada intervensi dari siapapun dan manapun yaitu pengadilan dengan hakim Alloh SWT yang Maha Adil dan Bijaksana.

Siapapun yang telah berbuat dzalim terhadap orang kecil telah dilaporkan/diadukan kepadaNya, dalam setiap bangun di sepertiga malam. Inilah tempat bersandar, mengingat lapor/mengadu kepada manusia hanya PHP (Pemberi Harapan Palsu). Intinya semua mencari aman, takut kehilangan penghasilan bila membela orang kecil, apalagi ini berhadapan dengan “bos besar”.

Oleh karenanya pengaduan, laporan orang kecil dengan sekuat tenaga diredam, untuk menutupi ketidak profesionalnya mengurusi nasib orang yang menjadi amanahnya. Takut posisinya digeser, dengan berbagai cara dikeluarkan peraturan agar kelihatan ada dasar hukum dan secara legal formal sah, dan konstitusional.

Walau sebenarnya kalau dianalisa semua itu sangat lucu, dipaksakan, tidak masuk akal, yang justru semakin kelihatan tidak piawinya menghadapi orang kecil yang mencari keadilan. Sangat naif sekali, untuk menghancurkan dan membinasakan orang kecil yang tidak punya siapa-siapa kecuali Alloh, harus berjama’ah. Padahal di “pites”/dibunuh pun dengan mudah dapat dilakukan.  

Diakui, orang kecil sempat ada di titik nol, titik paling rendah, tidak ada gairah, semangat, dan sangat traumatik, terluka hatinya sangat dalam, namun karena Alloh lah semangat itu muncul lagi semakin menggebu. Juga tidak lepas dari peran keluarga (suami, anak-anak, mantu-mantu, dan cucu-cucu), orang-orang yang masih peduli memberi semangat, untuk tetap melanjutkan perjuangan pengakuan profesinya.

Walaupun oleh teman-teman seprofesi ditertawakan, didiamkan, dicuekin, diacuhkan dan dituduh “terlalu berani” melawan penguasa. Ini membuktikan tidak ada rasa senasib sepenanggungan/solidaritas sesama profesi seperti dokter yang sangat solid. Dalam kondisi ini semakin jelas dapat diketahui mana teman tetapi musuh, teman biasa, dan mana teman tetapi sahabat sejati (orang yang selalu ada dalam kondisi suka dan duka).

Pecundang tidak hanya menggagalkan orang kecil meraih jabatan tertinggi, tetapi semua akses di stop, anggota WA pun di putus sepihak padahal dulu memasukkan juga tidak pernah konfirmasi. Semua pintu rejeki ditutup rapat-rapat, gaji, tunjangan, di stop sejak tanggal 1 Mei 2017, dan sudah di “rumahkan” tanpa selembar suratpun sejak tanggal 3 Juli 2017.

Maksudnya supaya tidak melakukan upaya hukum yang bagi pecundang sangat merepotkan, karena harus membongkar berkas-berkas yang sudah ditutup, sehingga ketahuan niat jahatnya. Intinya pecundang iri hati orang kecil kalau berhasil mencapai jabatan puncak, pensiun sampai 65 tahun. Buktinya pecundang kepingin menyamainya, tetapi terbentur aturan yang melarangnya karena tidak memenuhi syarat.

Kasak-kasuk tetap dilakukan walaupun pecundang harus pensiun tetapi mengajukan perpanjangan. Siapa yang sebenarnya tidak legowo pensiun ?. Siapa yang mengalami “post power syndrom”. Pecundang atau orang kecil ?

Sementara orang kecil di puasa Ramadan ini telah memutuskan “pensiun”, setelah satu (1) tahun berjuang menata hati. Ini sebagai kemenangan hakiki karena telah membuat sadar penguasa tertinggi di institusinya yang masih memiliki hati nurani dengan meminta maaf dan terima kasih perjuangannya telah membongkar tirani dan menjadi pembelajaran yang sangat berharga di institusi ini. Berjanji akan memperbaiki sistem agar lebih transparan, adil, tidak membedakan dan “like and dislike”.

Mendoakan orang kecil dengan tulus, santun:”semoga tetap semangat, terima kasih pengabdiannya dengan prestasi yang luar biasa, semoga bersama keluarga selalu sehat dan sejahtera”. Orang kecil hanya bisa terharu  mendapat apresiasi pucuk pimpinan di instansinya, dengan mantap dan lantang tetap akan menulis terus diblog kompasiana sebagai tempat berlabuh.

Inilah hikmah dari semua kejadian yang dialami, dirasakan, orang kecil, kenapa tidak “legowo” pensiun ?. Kenapa mesti “post power syndrome” ?. Bukan ini masalahnya, tetapi karena profesinya telah dilecehkan oleh para pecundang yang mempunyai pengakit hati yaitu iri hati dan dengki.

Yogyakarta, 8 Juni 2018 Pukul 15.16

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun