Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

THR Membawa Berkah atau Bikin Susah?

6 Juni 2018   22:04 Diperbarui: 6 Juni 2018   22:26 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara nalar ketika berpuasa Ramadan anggaran belanja mengalami penurunan, biasa makan 3 (tiga) kali menjadi 2 (dua) kali, minum, cemilan dibatasi waktu. Namun fakta sebaliknya, anggaran belanja membengkak, selain untuk kebutuhan rutin, ada belanja ekstra untuk memenuhi kewajiban dan keinginan.

 Kewajiban umat Islam di bulan Ramadan, membayar zakat fitrah, zakat mal, infak, sodaqoh. Selain itu ada ekstra pengeluaran menyediakan makanan pembuka puasa di masjid, buka bersama, membeli baju dan sepatu baru untuk anak-anak, belanja persiapan lebaran, hari H, dan H+ untuk transportasi, rekreasi, makan bersama keluarga besar, arisan keluarga yang diadakan tiap tahun.  

Anggaran rutin untuk kebutuhan tiap bulan/hari tidak bisa ditunda pembayarannya, kalau ditunda berarti bencana, bisa kena denda sampai disegel. Membayar SPP, listrik, PAM, langganan surat kabar,  TV Kabel, uang saku, belanja rutin, LPG, telepon, langganan Speedy, gaji asisten rumah tangga (ART), transportasi, pulsa adalah kebutuhan bulanan/harian. Anggaran untuk memenuhi keinginan misal memberi parcel besan, kakak, THR ART, service kendaraan, mudik, mengecat rumah, pesan kue kering, belanja persediaan kebutuhan pokok selama pasar dan toko masih tutup saat lebaran.

Bagi PNS, pegawai BUMN, pegawai swasta, perusahaan, pada hari raya keagamaan mendapat uang ekstra di luar gaji yang disebut Tunjangan Hari Raya (THR). Khusus untuk PNS dan pensiunan tahun ini mendapat THR dan gaji ke-13 yang besarnya seperti “take home pay.” THR yang diberikan untuk pekerja di perusahaan diberikan saat hari raya keagamaan sesuai denga agama pekerja (Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha), dasar hukumnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No.6 Tahun 2016. Untuk PNS, TNI dan Polri, pensiunan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 2018.

Uang ektra THR ini diberikan oleh pemerintah dan perusahaan tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan PNS, TNI dan Polri serta pensiunan yang telah berjasa mendarmabaktikan tenaganya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakt. THR ini menjadi berkah sebagai rejeki yang patut disyukuri, dinikmati, dan dimanfaatkan untuk memenuhi anggaran ekstra bulan Ramadan dan menyambut Hari Raya Idul Fitri.

Pemanfaatan uang THR bukan untuk kebutuhan rutin bulanan/harian, karena ini sudah ada dana yang didapat setiap bulan. Ibu, umi, bunda, simbok, sebagai “menteri keuangan” dalam keluarga harus hati-hati mengelola uang THR, mengingat THR dapat menjadi bumerang. Rencanakan dan perhitungkan besarnya THR dan gaji ke-13 agar berkah, bukan menjadi masalah dan bikin susah

. Kok bisa THR bikin susah ?. Salah mengatur keuangan keluarga ini pokok persoalannya. Semestinya setiap keluarga mempunyai Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Keluarga (RAPBK). Artinya antara pendapatan dan belanja itu minimum harus seimbang. Tidak “besar pasak daripada tiang”, pengeluaran lebih besar dari pendapatan, artinya kekurangannya ditutup dengan hutang.  

RAPBK kalau ada defisit, tanpa perhitungan ditutup dengan hutang yang menimbulkan celaka. Bahkan ada THR yang “diijonkan” artinya sistem ijon THR, jadi belum dapat THR nya sudah dijadikan “borg”/jaminan hutang, pas saat THR keluar sudah habis untuk membayar hutang. Artinya penerima THR tidak mendapat berkah, tetapi justru bikin susah.

 Lebih tragis lagi kalau gaji ke-13 pun sudah diijonkan, biasanya lintah darat yang siap untuk membeli dengan sistem “ijon”. Bahkan voucher belanja di koperasi pun dijadikan jaminan untuk hutang. Kalau sudah begini bagaimana THR dan gaji ke-13 dapat meningkatkan kesejahteraan yang ujungnya tuntutan kinerja ?.

Disinilah pentingnya menteri keuangan keluarga (ibu) yang perlu mempunyai perencanaan keuangan keluarga dengan perhitungan cermat, bukan berarti pelit. Pos-pos untuk dana sosial tetap dianggarkan sehingga tidak model “kiyak-kiyok”/sistem anggaran yang fleksibel, comot sana, comot sini, pinjam pos sana, pos sini. Seorang ibu yang ditakdirkan mempunyai sifat cermat, teliti, hati-hati, sabar, dalam mengatur keuangan keluarga harus bijaksana. Ingat membeli barang apapun karena “butuh/perlu” bukan “ingin”. 

Secara ilmu matematika pendapatan kecil, namun dapat mencukupi kebutuhan anggaran keluarga sesuai kebutuhan, kewajiban, dan keingingan. Kuncinya “merasa cukup” dan mensyukuri nikmat dan karunia Alloh yang diberikan, tidak perlu membanding-bandingkan “rumput tetangga lebih hijau”. Rumput sendiri kalau dirawat, disiangi dari gulma, disirami, dan dipupuk akan hijau juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun