Detik, menit, jam, hari, bulan terus berjalan tanpa dapat dihentikan perputaran waktu tanpa lelah yang beakumulasi menjadi 365 hari, genap setahun. Dalam duabelas (12) bulan, ada satu bulan yang kehadirannya sangat dinantikan oleh umat Islam dengan suka cita yaitu bulan Puasa (Ramadan). Puasa Ramadan termasuk rukun Islam yang ke-3 setelah mengucapkan syahadat, mendirikan sholat, puasa Ramadan, membayar zakat, dan menjalankan ibadah haji bagi yang mampu.
Bulan Ramadan adalah bulan istimewa, karena penuh barokah, rahmad dan ampunan. Kebajikan yang dilakukan pada bulan Ramadan mendapat pahala yang berlipat 10 sampai 700 kali. Keistimewaan lain, datangnya malam lailatul qadar (malam seribu bulan) pada malam sepuluh hari terakhir, yang menjadi rahasia Alloh SWT kapan tepatnya malam itu datang. Oleh karenanya dalam sepuluh hari terakhir, umat Islam melakukan i’tikaf (berdiam diri) di masjid.
Untuk menyambut bulan yang istimewa ini perlu persiapan yang harus dilakukan oleh umat Islam, sebagaimana menyambut kedatangan tamu “agung”/istimewa di rumah kita. Kalau kedatangan tamu saja sebagai hubungan antar manusia, kita selalu mempersiapkan diri dan rumah agar kelihatan bersih, tertata rapi, indah dipandang mata, tuan rumah dengan ramah, salam, sapa, senyum, sopan, santun menjamu dengan ikhlas , agar tamu tersebut mempunyai “kesan baik/positif”. Apalagi bulan Ramadan ini sebagai hubungan manusia/umat dengan Sang Pencipta, Alloh SWT, sudah semestinya dipersiapkan dengan lebih istimewa.
Maksud istimewa disini bukan berarti belanja dengan menumpuk/memborong bahan makanan sebanyak-banyaknya seakan esok sudah tidak ada hari lagi/tidak ada orang yang menjualnya. Namun belanja wajar, biasa sesuai kebutuhan (bukan keinginan/hawa nafsu), apalagi memanfaatkan “kartu kredit”, demi untuk memenuhi ambisi membeli semua bahan makanan.
Sungguh hal ini sangat tidak dianjurkan oleh norma agama, karena puasa Ramadan hakekatnya adalah menahan “hawa nafsu”, termasuk hawa nafsu untuk belanja. Perang yang paling berat adalah melawan “hawa nafsu”, pada diri sendiri, karena hawa nafsu itu adalah bujukan setan yang menggoda umat yang sedang menjalankan ibadah puasa.
Persiapan menyambut bulan Ramadan yang perlu diperhatikan oleh umat Islam yang akan menjalani adalah:
- Mensucikan diri secara lahir, ada tradisi “padusan” ini harus hati-hati apalagi mandi secara bersama-sama di tempat umum, terbuka, campur laki-laki dan wanita. Kondisi ini justru dapat mencemari niat baik untuk membersihkan diri, karena munculnya “nafsu setan” antara laki-laki dan wanita. Sebaiknya mensucikan diri bisa dilakukan di rumah atau kalau pun di tempat umum semestinya terpisah antara laki-laki dan perempuan, supaya tidak menimbulkan “fitnah”.
- Mempersiapkan dengan niat tulus, ikhlas menjalankan ibadah puasa Ramadan karena Alloh SWT, bukan karena niat yang lain (takut dengan pimpinan, orang tua, biar mendapat pujian). Bahwa puasa Ramadan pahalanya langsung dihitung oleh Alloh. Orang tidak akan melihat apakah benar menjalankan puasa atau hanya pura-pura , hanya Alloh yang Maha Melihat. Disini kejujuran menjadi ujian paling berat bagi orang munafik untuk mengelabuhi perbuatannya.
- Membeli bahan makanan untuk persiapan buka puasa dan sahur “secukupnya”, bukankah dalam Islam ada aturan:”makanlah ketika sudah lapar, dan berhentilah sebelum kenyang”. Jadi tidak perlu “balas dendam”, karena seharian puasa maka ketika buka puasa menyiapkan berbagai makanan dan minuman. Hal ini tanpa disadari dapat memicu berbagai penyakit fisik, sehingga mengganggu pelaksanaan puasa.
- Bila waktu buka, pertama minumlah yang hangat dan manis. Setalah itu menjalankan sholat Magrib. Habis sholat baru dilanjutkan dengan makan nasi, lauk, sayur, buah secukupnya. Bila terlalu kenyang dikawatirkan akan cepat mengantuk, sehingga tertidur dan ketinggalan sholat Isya berjama’ah di masjid dan sholat taraweh.
- Bersegeralah pergi ke masjid tanpa lupa untuk mengunci pintu rumah, karena bulan puasa bukan berarti bebas orang berbuat kejahatan (pencuri). Bulan puasa Ramadan harus tetap waspada karena tindak kejahatan itu muncul ketika ada “niat” dan “kesempatan”.
- Melakukan tadarus Al Qur’an, belajar membaca Al Qur’an bagi yang belum mempunyai waktu karena kesibukan, bulan puasa Ramadan adalah bulan yang baik untuk melakukannya. Hal ini mengingat bagi para pegawai, pekerja biasanya mendapat mengurangan jam kerja.
- Bangun untuk makan sahur, adalah sunat agar dalam melaksanakan puasa dari pagi sampai sore mempunyai energi, tidak lemas, sehingga tetap dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
- Sebaiknya setelah makan sahur tidak langsung tidur lagi, menunggu sholat Subuh berjama’ah di masjid karena mendapat 27 kali pahalanya dibanding sholat sendiri di rumah. Mendengarkan “kultum” untuk siraman rohani sebagai asupan gizi batiniah, agar selalu ingat dan sadar untuk melakukan kebaikan, bukan kerusakan, kejahatan, apalagi kezaliman di muka bumi ini.
- Pulang dari masjid bukan untuk tidur, namun mempersiapkan untuk melakukan aktivitas yang biasa dilakukan. Tidur setelah Subuh itu “menjauhkan rejeki”, maka jemputlah rejeki itu dengan niat tulus, ikhlas, dan pasrah, sehingga pikiran selalu positif. Tidak merasa iri bila ada orang lain mendapat rejeki lebih baik dan lebih banyak.
Yogyakarta, 15 Mei 2018 pukul 23.38
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H