Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sertifikasi Kompetensi Pustakawan

1 Mei 2018   18:33 Diperbarui: 1 Mei 2018   19:18 3467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbicara sertifikasi pustakawan dalam benak pertama kali terbayang "nilai rupiah", yang dapat menambah tebalnya kantong/dompet para pustakawan. Harapan boleh saja, namun kenyataan kadang tidak sesuai akibatnya membuat hati kecewa dan suasana hati menjadi "bad mood", yang dapat berpengaruh pada jasa pelayanan. Walaupun perpustakaan dalam memberikan jasanya bersifat "nir laba" (tidak memikirkan keuntungan), namun tetap harus memperhatikan tuntutan masyarakat dengan pelayanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

Kualitas produk dan jasa pelayanan perpustakaan tetap harus mengikuti perkembangan yang terjadi disekitarnya. Cepat berubah dan menyesuaikan tuntutan pemustaka "zaman now" sebagai generasi milenial yang akrab dengan gadget. Selain itu tuntutan pasar global tahun 2020 di Asia Pasifik, mengharuskan profesi pustakawan harus meningkatkan daya saing, mengingat era desrupsi 4.0 yang menakutkan bagi yang tidak siap menghadapinya. Kondisi ini dapat menjadi kekhawatiran yang berlebihan bagi profesi pustakawan, bila tidak mempunyai bekal ilmu kepustakawanan dan kompetensi.

Oleh karena itu menjalani profesi pustakawan dan profesi apapun perlu mempunyai daya juang dan daya tahan yang kuat, agar tidak mudah diombang-ambingkan oleh perubahan zaman. Sertifikasi bagi pustakawan mempunyai makna kompetensi sebagai kunci untuk menjalani profesinya. Untuk mendapatkan sertifikasi pustakawan harus menjalani serangkaian proses agar mendapat sertifikat kompetensi yang tidak ada kaitannya dengan "nilai rupiah".

Inilah yang membedakan dengan sertifikasi dosen dan guru, sertifikat kompetensi menjadi syarat untuk mendapatkan tunjangan profesi yang besarnya satu kali gaji pokok (pasal 16 ayat 2 UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Untuk sertifikasi kompetensi pustakawan tidak mendapatkan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok. Namun bagi pustakawan yang berstatus PNS mendapat tunjangan fungsional pustakawan.

Menurut Peraturan Presiden No.71 Tahun 2013 besarnya sesuai dengan jabatan yang dimiliki, antara Rp 350.000,- (pustakawan pelaksana) sampai Rp 1.300.000,- (pustakawan utama). Bagi pustakawan non PNS, besarnya tunjangan fungsional disesuaikan dengan kemampuan keuangan lembaganya. Bisa lebih besar dari pustakawan yang PNS, namun yang sering terjadi besarnya tunjangan lebih kecil, atau tidak mendapat sama sekali. Inilah yang menyebabkan ada diskrimasi dan kesemburuan sosial antara pustakawan PNS dan pustakawan non PNS.  

Sertifikasi kompetensi pustakawan ini tidak mendominasi hanya pustakawan PNS, namun juga pustakawan non PNS. Sedang uji kompetensi pustakawan menurut pasal 33 ayat 1 Peratutan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi:"untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme, pustakawan yang akan naik jabatan harus mengikuti dan lulus uji kompetensi". 

Pelaksanaan uji kompetensi di Jakarta (Perpustakaan Nasional) dilakukan 2 (dua) kali setiap bulannya, pada hari Rabu minggu pertama dan minggu ketiga. Ujian tetulis dengan waktu 150 menit, dan pendaftaran paling lambat 6 bulan sebelum naik jabatan. Namun bagi yang telah memiliki sertifikat kompetensi pustakawan dibebaskan uji kompetensi.   

Jadi perbedaan mendasar uji kompetensi dengan sertifikasi kompetensi adalah bila uji kompetensi menjadi syarat wajib untuk setiap kenaikan jabatan pustakawan. Dalam jabatan pustakawan ada pustakawan terampil meliputi pustakawan tingkat pelaksana, peustakawan pelaksana lanjutan dan pustakawan penyelia. Sedang pustakawan tingka ahli meliputi pustakawan pertama, pustakawan muda, pustakawan madya, dan pustakawan utama.

Sedang sertifikasi kompetensi pustakawan merupakan proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu pada standar kompetensi kerja nasional Indonesia dan/atau Internasional. Sertifikasi diperlukan karena tuntutan kualitas dan keamanan produk dan jasa, tuntutan persaingan global. Penguji sertifikasi kompetensi pustakawan adalah Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pustakawan, sebagai lembaga independen yang telah mendapat lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). 

Sesuai pasal 18 ayat 2 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa:"pengakuan kompetensi kerja dilakukan melalui sertifikasi kompetensi". Kemudian Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.83 Tahun 2012 tentang Penetapan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI), Sektor Jasa Kemasyarakatan, Hiburan, dan Perorangan Lainnya Bidang Perpustakaan Menjadi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). 

Tahapan sertifikasi menurut BNSP meliputi standar kompetensi, lembaga sertifikasi profesi (LSP), materi uji kompetensi (MUK), tempat uji kompetensi (TUK), asesor terdiri dari asesor kompetensi dan asesor lisensi. Sampai saat ini Perpustakaan nasional bekerjasama dengan BNSP sudah  menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun