Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ombusdman Lembaga yang Independen

4 April 2018   23:16 Diperbarui: 5 April 2018   06:57 1139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(http://aceh.tribunnews.com)

Ketika kewajiban sudah dilaksanakan namun haknya tidak diberikan sebagaimana mestinya, sangat wajar bila menanyakan, mengurus, mengadukan hak itu ke orang/lembaga yang mempunyai kompetensi dengan “keadilan”. Siapa orang/lembaga yang berwenang ?. Pimpinan dimana orang yang kehilangan haknya itu bekerja, bila tidak bekerja lapornya berjenjang mulai dari RT sampai bupati, gubernur, dan presiden.

Orang-orang yang diangkat menjadi pimpinan mulai dari level terendah (RT) sampai level tertinggi (presiden) “dianggap” dapat bersikap “adil dan bijaksana”, bisa melindungi, mengayomi anggota/rakyatnya dari rasa tidak aman dan tidak nyaman. Masalahnya untuk mencari pimpinan yang “pro rakyat” itu bagaikan mencari jarum dalam jerami, sulitnya setengah hidup. Gampang-gampang susah, namun lebih banyak susahnya, walau ketika kampanye berjanji “mengabdi untuk kepentingan rakyat”. Bisa jadi rakyat yang berani mengadukan haknya diteror, ditekan, diplintir, dipolitisir, dan dilaporkan balik “pencemaran nama baik”.

Saat reformasi belum bergulir tahun 1998, praktek maladministrasi pelayanan publik jamak dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan, karena tidak ada lembaga pengawas eksternal yang efektif mengontrol tugas aparatur. Pengawasan internal yang dilakukan pemerintah tidak obyektif dan diragukan akuntabilitasnya. Maka untuk mewujudkan reformasi birokrasi dikeluarkanlah Keputusan Presiden No.44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional.

Pertimbangan pembentukan Komisi Ombusdman Nasional untuk melakukan pengawasan, agar penyalahgunaan kekuasaan, wewenang ataupun jabatan oleh aparatur dapat diminimalisasi, dan memberikan pelayanan publik dan perlindungan hak-hak masyarakat untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan. Komisi Ombudsman ini bersifat mandiri, berwenang melakukan klarifikasi, monitoring/pemeriksaan laporan masyarakat atas penyimpangan dalam melaksanakan tugas atau pelayanan publik oleh aparatur pemerintah.

Tahun 2008 dibentuk lembaga independen Ombudsman RI dengan UU No.37 Tahun 2008 tentang Ombusdman. Pengertian Ombudsman menurut UU No.37 Tahun 2008 tentang Ombudsman, adalah:”Lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan kewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya”.

Prinsip lembaga Ombudsman ini melakukan “mediasi” bila ada pengaduan yang berkaitan dengan pelayanan publik. Ketika belum dibentuk lembaga Ombudsman, bila ada pelayanan publik yang merugikan masyarakat, pengaduan dilaporkan ke instansi yang bersangkutan. Laporan aduan ditangani oleh pejabat di instansi tersebut, yang penyelesaiannya tidak berpihak pada masyarakat yang dirugikan, tetapi menjaga “nama baik dan prestige” instansi dan pejabat yang lebih tinggi.

Selain itu penyelesaian pengaduan pelayanan publik, dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan melalui pengadilan, namun proses persidangan memerlukan waktu cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Menang kalah pasti mengeluarkan biaya, apalagi memanfaatkan jasa pengacara, yang berkelas dan senior. Walaupun dalam pasal 2 ayat 4 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dikatakan bahwa:”Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan”.

Untuk menangani pengaduan/laporan masyarakat tentang pelayanan publik, dengan memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat sehingga terwujud aparatur negara yang efektif, efisien, jujur, bersih, terbuka, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme maka dibentuk lembaga Ombudsman RI. Lembaga ini berkedudukan di ibukota negara yaitu di Jakarta dengan biaya APBN, bila di propinsi diperlukan, dapat dibentuk dengan biaya APBD. Ombudsman merupakan lembaga negara yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya (eksekutif, legislatif dan yudikatif).

Setiap WNI atau penduduk berhak menyampaikan laporan kepada Ombudsman, yang tidak dipungut biaya atau imbalan dalam bentuk apapun (pasal 23 ayat 1 dan 2). Dalam memeriksa laporan, Ombudsman wajib berpedoman pada prinsip independen, non diskriminasi, tidak memihak, dan tidak memungut biaya (pasal 29 ayat 1). Terlapor dan atasan Terlapor wajib melaksanakan rekomendasi Ombudsman (pasal 38 ayat 1).

Dalam pasal-pasal tersebut sudah sangat jelas, tidak ada pasal “karet” yang lentur sesuai dengan kebutuhan. Tidak ada multi tafsir, bahwa lembaga Ombudsman adalah lembaga indipenden/mandiri, yang tidak dapat dipengaruhi oleh siapapun, tidak boleh memihak kepada siapapun, walaupun “rakyat biasa” yang tidak mempunyai pengaruh, dan tidak mendapat dukungan dari siapapun. Melaporkan ke Ombudsman bukan untuk membongkar praktek ketidak beresan dan ketidak profesionalan aparatur dalam memberi pelayanan kepada masyarakat.

Kalau lapor Ombudsman “dianggap” sebagai tindakan yang terlalu berani melawan lembaga (baca aparatur yang tidak melaksanakan kewajibannya), dimana makna “reformasi birokrasi” dan memberi pelayanan sebaik-baiknya ?. Bila Ombudsman berdasarkan laporan, monitoring, koordinasi, telah menyimpulkan ada “maladministrasi”, di lembaga terlapor, rekomendasinya tidak dilaksanakan, apa sanksinya bagi terlapor dan atasan terlapor ?.

 Yogyakarta, 4 April 2018 pukul 22.54

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun