Masa sekolah mulai dari TK sampai SMA, dilanjutkan dengan kuliah (bagi yang mempunyai kesempatan), adalah masa-masa yang sudah berlalu, menjadi kenangan yang menyenangkan maupun menyedihkan, semua membekas di dalam sanubari. Masa-masa itu hampir separuh waktunya dihabiskan untuk bersama dengan teman-teman sekolah.Â
Mulai belajar di kelas, mengerjakan tugas/pekerjaan rumah, koreksi bersama, ulangan harian, ujian tengah smester (UTS), ujian akhir smester (UAS), ujian sekolah/nasional, bercengkerama di kantin "mbok/pak bon" berdiskusi, main ke rumah teman, nonton bioskop, foto, rekreasi, semuanya dilakukan bareng-bareng.Â
Tanpa terasa waktu terus berjalan, hubungan pertemanan/persahabatan itu "terpaksa" terputus oleh kelulusan dan melanjutkan sekolah yang lebih tinggi di tempat yang berbeda kota, daerah bahkan negara. Di sekolah tempat menuntut ilmu menjadi saksi bisu proses kehidupan dan perjuangan para siswa untuk meraih cita-citanya.
Proses selanjutanya sekolah di tingkat yang lebih tinggi, atau kuliah di universitas yang menjadi dambaan untuk mewujudkan impiannya. Masing-masing sudah mempunyai kesibukan sendiri baik yang lanjut sekolah/kuliah maupun yang "harus" berhenti karena pilihan hidup tidak melanjutkan pendidikan karena membina keluarga.Â
Tidak ada yang salah ketika usia sudah 16 tahun bagi perempuan, dan 19 tahun bagi laki-laki untuk membina rumah tangga (sesuai dengan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Saat ini syarat itu oleh BKKBN telah dirubah menjadi usia 20 tahun untuk perempuan, dan 25 tahun untuk laki-laki.
Setelah berpisah puluhan tahun (tidak ketemu selama 40 tahun), tibalah acara reuni artinya pertemuan kembali bekas teman sekolah, kawan seperjuangan, dan sebagainya setelah berpisah cukup lama (KBBI).Â
Sekolah atau perguruan tinggi ketika peringatan dies, salah satu acaranya reuni lintas angkatan. Waktu belum ada internet dan gadget untuk menghubungi sesama teman dengan nomor telepon rumah (kalau ada), bila tidak ada dicari alamat rumah.Â
Saat ini media sosial seperti di facebook, twitter, whatsapp, line sebagai sarana yang paling efektif dan efisien untuk mengumumkan, memberitahu, mewartakan, informasi tentang reuni. Disebut satu angkatan bila tahun lulus sekolah bersamaan, atau tahun masuk kuliah.
Hubungan pertemanan/persahabatan yang telah terputus karena jarak, tempat dan kesibukan dapat terjalin lagi melalui media sosial. Tali silaturahmi tersambung lagi, kenangan masa-masa sekolah/kuliah kembali terajut indah.Â
Reuni yang bermanfaat mempunyai tujuan utama menjalin silaturahmi, semua anggota ketika reuni melepas jabatan, pangkat, kedudukan. Tidak membahas soal agama, politik, warna kulit, suku, ras, bahasa, menjunjung persatuan, kesatuan dalam bingkai "bhineka tunggal ika", mengutamakan kebersamaan. Intinya "guyup, rukun, gayeng, gotong royong", bukan hanya dalam ruang lingkup untuk para anggota, namun untuk lingkungan yang lebih luas.Â
Memupuk rasa kepedulian dengan sesama, misalnya ketika terjadi musim kekeringan dengan "saweran", memberi beasiswa, menyumbang air bersih, bantuan bencana alam, penghijauan, anjangsana ke guru/dosen yang telah berjasa "mencerdaskan" murid dan mahasiswanya.
Pertemuan reuni bukan sekedar mengenang cerita masa-masa ketika masih menjadi siswa/mahasiswa, nonton bareng (nobar), dolan bareng (dolbar), makan-makan bareng, hura-hura, namun memberi nilai lebih untuk kemlasahatan bagi yang membutuhkan.Â
Hal ini membuktikan bahwa reuni bukan sekedar menjalin silaturahmi yang diyakini dapat memperpanjang umur, namun sebagai modal sosial yang memberi manfaat lebih besar dan lebih luas. Diakui, untuk dapat mengumpulkan para alumni, apalagi mempunyai tujuan sosial tidaklah mudah.Â
Tidak semua anggota reuni langsung memahami makna "gotong royong", kekeluargaan, di tengah masyarakat "hedonis", "egois", dan kapitalis. Perlu "kesadaran hati nurani" dan "kepekaan sosial" tingkat tinggi, yang tidak bisa dipaksakan.
Pesan sosial reuni bukan sekedar menjalin hubungan antar manusia secara horisontal, sekaligus hubungan vertikal dengan TuhanNya. Disinilah sebenarnya makna sila-sila Pancasila tanpa disadari telah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui reuni. Secara spontan, sukarela, tanpa basa-basi, tidak perlu diumumkan melalui media sosial dan media massa kepedulian sosial dapat direalisasikan.Â
Oleh karena itu bagi yang sudah merasakan manfaat reuni, pasti selalu "merindukan" saat-saat indah untuk bertemu lagi, dan berbagi. Tempat yang jauh, waktu yang tersita oleh kesibukan duniawi, bukan menjadi halangan untuk mendatangi acara reuni, demi mendapatkan manfaat kehidupan yang hakiki.Â
Kalau sudah begini, mengapa masih "berat" kaki melangkah untuk acara reuni?
Yogyakarta, 25 Maret 2018 pukul 21.53
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H