Pertemuan reuni bukan sekedar mengenang cerita masa-masa ketika masih menjadi siswa/mahasiswa, nonton bareng (nobar), dolan bareng (dolbar), makan-makan bareng, hura-hura, namun memberi nilai lebih untuk kemlasahatan bagi yang membutuhkan.Â
Hal ini membuktikan bahwa reuni bukan sekedar menjalin silaturahmi yang diyakini dapat memperpanjang umur, namun sebagai modal sosial yang memberi manfaat lebih besar dan lebih luas. Diakui, untuk dapat mengumpulkan para alumni, apalagi mempunyai tujuan sosial tidaklah mudah.Â
Tidak semua anggota reuni langsung memahami makna "gotong royong", kekeluargaan, di tengah masyarakat "hedonis", "egois", dan kapitalis. Perlu "kesadaran hati nurani" dan "kepekaan sosial" tingkat tinggi, yang tidak bisa dipaksakan.
Pesan sosial reuni bukan sekedar menjalin hubungan antar manusia secara horisontal, sekaligus hubungan vertikal dengan TuhanNya. Disinilah sebenarnya makna sila-sila Pancasila tanpa disadari telah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui reuni. Secara spontan, sukarela, tanpa basa-basi, tidak perlu diumumkan melalui media sosial dan media massa kepedulian sosial dapat direalisasikan.Â
Oleh karena itu bagi yang sudah merasakan manfaat reuni, pasti selalu "merindukan" saat-saat indah untuk bertemu lagi, dan berbagi. Tempat yang jauh, waktu yang tersita oleh kesibukan duniawi, bukan menjadi halangan untuk mendatangi acara reuni, demi mendapatkan manfaat kehidupan yang hakiki.Â
Kalau sudah begini, mengapa masih "berat" kaki melangkah untuk acara reuni?
Yogyakarta, 25 Maret 2018 pukul 21.53
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H