Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Remisi Khusus Bagi Pembaca Buku(?)

1 Maret 2018   13:34 Diperbarui: 1 Maret 2018   13:37 1279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:makasar.tribunnews.com

Program dari Kementerian Hukum dan HAM berupa pemberian remisi khusus bagi warga binaan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) akan segera diberlakukan. Remisi khusus itu berupa rajin membaca buku, minimal 400 halaman. Terlepas dari yang pro dan kontra, membaca buku sebagai remisi menjadi hal baru di dunia pemasyarakatan. 

Hal ini sebagai langkah konkrit dari lapas dan rutan untuk berperan dalam mencerdaskan anak bangsa, termasuk warga binaannya. Menurut Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, remisi adalah:"pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak  pidana yang telah  memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam  peraturan  perundang-undangan".

Sesuai dengan Keputusan Presiden No.174 Tahun 1999 tentang Remisi, bahwa setiap narapidana dan anak pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat diberikan remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana (pasal 1 ayat 1). Ada dua (2) macam remisi yaitu remisi umum, yang diberikan pada hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI, tanggal 17 Agustus. 

Sedang remisi khusus, diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut oleh napi dan anak pidana yang bersangkutan. Artinya untuk yang beragama Islam pada Hari Raya Idul Fitri dan bagi yang beragama Nasrani, pada Hari Natal, serta agama lainnya sesuai dengan agama yang dianutnya. Bila dalam satu tahun ada lebih dari satu hari besar, maka yang dipilih adalah hari besar yang paling dimuliakan oleh penganut agama yang bersangkutan.

Masalah remisi dan baca buku ini mengemuka saat temu literasi di lapas Maros Sulawesi Selatan pada tanggal 23-25 Februari 2018 yang dihadiri oleh Dirjen Pemasyarakatan Kemenhum dan HAM, dan Kepala Perpustakaan Nasional RI. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengkaji kemungkinan literasi dikaitkan dengan pemberian remisi, seperti di Brasil dan Italia. Bahkan menurut Arwendo, tidak hanya napi yang membaca buku, namun yang menulis buku bisa diberi remisi (Kompas, 26/2/2018). Menulis itu perlu semangat, sempat, mau dan mampu, yang materinya diperoleh dari membaca, jadi orang bisa menulis karena membaca. Namun karena sering membaca, tidak mempunyai waktu untuk menulis. 

Buku adalah jemdela dunia, yang dapat merubah wawasan pikiran seseorang menjadi terbuka karena mendapat ilmu pengetahuan. Ketika raga/badan napi dibatasi oleh tembok tebal dan jeruji besi, bukan berarti jiwanya dibiarkan "mati", tetap perlu asupan gizi berupan pengetahuan dengan membaca buku. Tokoh-tokoh nasional seperti Sukarno dan Bung Hatta, ketika dipenjara banyak membaca buku dan setelah keluar penjara menulis buku berjudul:"Mencapai Indonesia Merdeka". Bung Hatta ketika di penjara mengisi waktu 6 - 8 jam untuk membaca, karena prinsipnya:"Dengan buku, kau boleh memenjarakanku di mana saja. Karena dengan buku, aku bebas!".Demikian juga ibu R.A. Kartini ketika dipingit (serasa dalam penjara karena tidak boleh keluar rumah) saat usianya mencapai 12 tahun, namun menghasilkan karya spektakuler berjudul:"Habis Gelap Terbitlah Terang".

Warga binaan dalam menunggu hari-hari panjang diisi dengan membaca buku dapat memberi manfaat untuk kehidupan setelah kembali dalam masyarakat. Buku dapat menjadi modal intelektual bagi si pembaca, apalagi ilmunya dapat dibagikan dalam bentuk tulisan (artikel, buku). Jadi warga binaan yang rajin membaca dan menulis dapat diusulkan untuk mendapat remisi khusus, sebagai apresiasi atas kebiasaan membaca dan hasil karyanya .  Menurut Arswendo, tempat terbaik untuk menjadi pengarang itu ada di dalam lapas. Namun, untuk menjadi pengarang tidak harus masuk lapas dan rutan, dimanapun dan kapanpun, asal mempunyai kemauan, kesempatan, dan kemampuan.

Kegemaran membaca sudah diatur dalam pasal 48 ayat 1 UU No.43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, yang mengatakan:"pembudayaan kegemaran membaca dilakukan melalui keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat". Agar keluarga mempunyai kegemaran membaca, perlu ada buku murah yang berkualitas. Hal ini sudah sering dilakukan oleh pihak swasta yang mengadakan pameran buku di berbagai kota dan daerah dengan diskon besar-besaran. Sedang pihak pemerintah dan pemerintah daerah "kurang" berminat untuk mengadakan pameran buku, kalaupun ada bersamaan hari pendidikan nasional atau tujuh belasan. Selain itu keluarga di Indonesia jarang yang mengalokasikan dana untuk membeli buku, majalah. Namun anehnya, untuk membeli pulsa, rokok, barang-barang bergerak (sepeda, motor, mobil) dan barang-barang tetap (tanah, rumah), ada dana. Hal ini karena membaca "dianggap" belum   menjadi kebutuhan pokok, padahal sejatinya ini termasuk investasi yang tidak  kalah  penting dengan kebutuhan pokok lainnya.

Di lingkuangan satuan pendidikan dengan memanfaatkan perpustakaan sekolah sebagai proses pembelajaran. Masalahnya, kondisi perpustakaan sekolah masih jauh dari ideal. Ketika Mendiknasbud Anis Baswedan sudah mengeluarkan regulasi tentang literasi. Permendikbud No.21 dan 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Bekerti, didalamnya terkandung tentang Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Intinya untuk pengembangan potensi diri peserta didik secara utuh ada kegiatan wajib membaca buku selain buku pelajaran selama 15 menit setiap hari. 

Kemudian di masyarakat, kegemaran membaca dilakukan dengan penyediaan sarana perpustakaan di tempat-tempat umum yang mudah dijangkau, murah dan bermutu. Lapas dan rutan menjadi sasaran upaya pembudayaan kegemaran membaca dengan daya tarik pemberian remisi khusus tambahan. Hal ini menarik karena dapat memberi keuntungan ganda, yaitu warga binaan mendapat remisi sekaligus membudayakan kegemaran membaca dari lingkungan lapas dan rutan. Setelah keluar dari lapas dan rutan warga binaan ini menyebarkan "virus" membaca di lingkungan keluarga dan masyarakat.

Yogyakarta, 1 Maret 2018 pukul 12.48

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun