Ayah bertandang tanpa mengetuk pintu pun ucap salam. Itu tidak sopan. Aku sampai jenuh mengingatkan tapi tidak digubris.
Datang hanya menatap dengan sorot mata  tajam tanpa mengeluarkan kata. Perilakunya membuatku heran. "Kenapa sih, Yah?". Setelah beberapa  saat kemudian  menghilang  laksana angin buritan. Â
Kedatangan pertama pada suatu malam dibulan Desember. Membawa sehelai dasi panjang, memintaku untuk memakaikan. Hal yang aneh, malam-malam membawa dasi. Tapi memang benar, ayah mengalami kesulitan.
"Bagas, Tolong ayah".
Aku tak habis pikir, bagaimana mungkin ayah tidak bisa menjalin dasi dilehernya. Mustahil. Bukankah dulu  ayah selalu berdasi jika ke kantor.
Karena kedatangannya bermaksud begitu, ya mau apalagi? Segera  kukerjakan. Selesai. Cepat kok. Ayahku cakep. Ini yang mungkin membuat Ibu jatuh cinta.
"Ayah ingin memelukmu, Gas".
Kubiarkan tubuhku dipeluk erat. Hampir dadaku sesak. Â Kubiarkan dekapan itu berlangsung lama. Ayah menangis. Isaknya menusuk sanubari. Selama dewasa, Â ayah sudah tidak pernah memelukku. Yang aku ingat adalah ketika berumur 5 tahun.
Heran saja, bila datang pasti menangis. Kenapa? Apa doaku kurang?
Padahal setiap sholat tak lupa kupanjatkan doa untukmu.
Dan kenapa selalu aku yang kau datangi? Anakmu bukan hanya aku. Lagian, kitakan pernah berseteru. Caci maki aku gelontorkan karena dulu Ayah sungguh menjengkelkan.