Kehadirannya dirasa sungguh tiba-tiba. Diujung malam tanpa pertanda. Ketukan yang  diletupkan pada pintu bagaikan desingan peluru di medan pertempuran. Menggetarkan gendang telinga, menyobek keheningan, mengagetkan penghuni rumah.
"Rusmini..."
Yang dipanggil tersentak. Tak hanya sekali nama itu disuarakan. Bak menagih utang. Segera beranjak. Bunyi pijakan dilantai tanah memberi isyarat buat si pemanggil agar menyudahi pukulan pada papan pintu.Â
Derit engsel menyibak. Dihadapannya berdiri sosok ganjil. Tampilannya sungguh miskin. Menyandang bedil, granat nanas, untaian peluru dengan ransel berwarna hijau kumal penuh lubang.
"Bung siapa?"
Serdadu itu enggan menjawab. Ia masih menatap tajam wajah perempuan pemilik rumah.
"Tidakkah aku kau persilahkan duduk, Rus?"
Perempuan itu kian bingung. Sulit mengerti, siapa pria ini? yang dengan beraninya memanggil namanya. Isyarat ia lemparkan, disuruhnya lelaki itu masuk. Serdadu itu letakkan ransel, sebelum tubuh terhempas dikursi. Napasnya berat, seberat medan laga di kawah pertempuran.
"Lupakah kau padaku?"
Perempuan yang dipanggil Rusmini dipaksa mengencangkan pikir. Perempuan muda itu sulit mengerti, kenapa memorinya jadi beku. Siapa serdadu busuk ini?