Saya sering melihat tetangga, panggil saja Pak Yanto berkebun di lahan kosong sekitar sungai Madiun atau tangkis. Pak Yanto bukan satu-satunya warga yang memanfaatkan lahan pemerintah tersebut.
Tanama pisang, ketela, jagung menjadi pilihan mereka untuk ditanam karena mudah, murah dalam perawatan juga cepat panen. Namun ada risiko yang disadari warga, jika air sungai tiba-tiba meluap berpotensi gagal panen. Atau ketika jelang panen, buah pisang dicuri.
Risiko lain ialah jika pemerintah meminta mengosongkan lahan, warga harus legowo karena tidak ada perjanjian Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL).
Tanaman tersebut mungkin tidak menghasilkan banyak dibandingkan bertani padi. Akan tetapi karena bertani harus memiliki tanah sawah minimal beli tahunan. Lahan kosong jadi solusi menambah pemasukan.
Kita tahu warga tradisional sangat bergantung pada tanah sebagai sumber penghasilan. Bahkan semua manusia di bumi ini membutuhkan tanah sebagai hunian atau lainnya.
Sementara ketersediaan tanah semakin menipis seiring berjalannya waktu. Hal ini karena pertambahan penduduk meningkat dan pengelolaan tanah tidak seimbang.
Untuk itu negara punya kewajiban memenuhi hak warganya untuk mendapat lahan. Badan Bank Tanah menjadi solusi setiap permasalahan terkait pertanahan. Lalu apa itu Badan Bank Tanah?
Badan Bank Tanah
Mendengar kata bank kita berpikir ini sebuah badan usaha yang menyediakan jasa keuangan.
"Oh itu bank yang bisa untuk pinjam uang dengan jaminan tanah." Sepintas saya berpikir seperti itu.
Ternyata bukan, itu pentingnya kita mencari tahu apa Badan Bank Tanah agar tidak salah paham.