Seperti kita ketahui, pada bulan Ramadan konsumsi beras meningkat, tetapi tidak diimbangi ketersediaan barang. Meski beberapa wilayah sudah panen raya, tetapi untuk menjadi beras membutuhkan proses panjang. Itu sebabnya ketersediaan bahan pokok ini masih minim.
Dengan ketersediaan terbatas, harga beras susah untuk turun. Hal ini seperti sudah menjadi tradisi, di mana permintaan bahan pokok masyarakat tinggi, harga akan mengalami lonjakan. Harga beras menjadi sangat krusial saat Ramadan untuk memenuhi kebutuhan.
2. Memakai modal lama
Alasan kedua mengapa pedagang belum menurunkan harga beras adalah modal yang dipakai untuk membeli beras atau padi.
Beras yang sekarang dijual, membelinya saat harga beras tinggi. Ketika harus menjual dengan harga sesuai HET tentunya akan merugikan pedagang.
Misalnya ketika membeli beras dengan modal Rp13.800 per kilogramnya, tiba-tiba harga jual turun di bawah Rp13.000. Anggap saja harus menjual sesuai HET, Rp11.800. Itu artinya pelaku usaha menanggung rugi Rp2.000 per kilogramnya. Situasi ini tidak diharapkan oleh semua pedagang.
Akhir Kata
Beras bahan makanan pokok masyarakat Indonesia. Jika harga terus meroket, rakyat pun menjerit. Namun, jika harga GKP turun drastis, petani yang menjerit.
Untuk membantu masyarakat, pemerintah gelar pasar murah Saya perhatikan masih belum tertib. Banyak warga yang berdesakan berburu beras murah. Pemandangan seperti ini sangat memprihatinkan.
Harapannya, sebagai negara agraris, penghasil beras terbesar keempat di dunia, masyarakat tidak kesulitan mendapatkan beras, meski produksi beras semakin berkurang.
Terima kasih telah singgah