Dari zaman dulu petani identik dengan kemiskinan. Hal ini selaras dengan data BPS yang menunjukkan dari 27,76 juta penduduk miskin di Indonesia, Â ada 17,28 juta penduduk miskin desa. Kebanyakan mereka berprofesi sebagai petani.Â
Profesi petani juga masuk ke dalam golongan kelas menengah yang susah kaya. Seperti di desa saya, banyak petani yang yang biasa-biasa saja. Istilahnya gali lubang tutup lubang, bahkan kurang. Situasi ini bukan tanpa sebab. Tentunya ada hal-hal yang tampa disadari menghambat untuk kaya.Â
Definisi KayaÂ
Definisi kaya beragam, pada umumnya orang kaya memilki harta yang melimpah, gaya yang wah. Orang berdasi, bersepatu, Â memiliki mobil, sering dikatakan orang kaya.Â
Oleh karena definisi kaya itu ambigu, mengutip dari laman Nova.id, Meta Lakshmi, ahli perencanaan keuangan dari Allianz Indonesia mengatakan, orang kaya itu punya pengeluaran minim tetapi pemasukannya banyak.Â
Saya jadi teringat salah seorang teman yang tinggal di Jakarta. Ketika saya berkunjung ke rumahnya sempat kagum dengan gaji suaminya hampir Rp180 juta per bulan. "Kaya tenan iki wong," batin saya.Â
Istrinya bilang jika pemasukan besar, pengeluaran pun besar. Berarti jika mengacu pada teori Lakhhmi, teman saya bukan tergolong orang kaya. Apalagi setelah 3 tahun dia mengatakan telah pindah dari kawasan rumah mewahnya dan mengontrak.Â
Lepas dari kisah teman saya, kaya
bagi sebagian petani bukan banyaknya pemasukan atau jumlah harta benda yang dimiliki, tetapi bagaimana bersyukur akan hasil panen. Mereka hidup ayem tentram di kampung. Ini salah satu alasan mengapa petani susah kaya dari segi materi.
Alasan Petani Susah Kaya
Mayoritas penduduk di desa berprofesi sebagai petani. Lahan yang mereka garap pada umumnya dari orang tua atau warisan. Profesi menjadi petani juga warisan. Dari sekian banyak petani, rata-rata susah untuk naik kelas dari kelas bawah, menengah ke kelas atas.Â
Hemat saya ada beberapa alasan mengapa petani susah kaya:
Satu, terjerat utang kepada tengkulak
Petani dan tengkulak tidak bisa dilepaskan. Mereka saling membutuhkan. Tengkulak membutuhkan hasil panen petani untuk dijual. Petani pun memerlukan campur tangan  tengkulak dalam hal permodalan.Â
Ketika modal tanam dari tengkulak, petani wajib menjual hasil panennya kepada tengkulak tersebut. Harga jangan harap tinggi, mesti ada selisih, pastinya lebih rendah dari umumnya.Â
Modal bukan saja untuk biaya produksi padi, dalam keseharian pun petani kecil pinjam sana sini dengan jaminan panen bayar. Jika memiliki sawah hanya satu petak. Hasil panen habis untuk bayar utang, tidak ada sisa untuk investasi.Â
Dua, tidak ada pemasukan lain
Petani pada umumnya tidak memiliki sumber pemasukan lainnya.  Ketika musim tanam selesai, banyak petani yang duduk di warung sambil sesekali merawat tanamannya. Tipe petani seperti ini sulit untuk kaya.Â
Meski ada petani yang kreatif, seperti berternak kambing, sapi atau kerja bangunan, gaji itu untuk kelangsungan hidup keluarganya. Namun, golongan ini pun masih susah kaya karena penghasilan serabutan tidak seberapa dan tidak pasti. Â
Tiga, gaya hidup
Gaya hidup di kampung konon sederhana, tidak membutuhkan biaya banyak. Benar sekali jika kita mau berhemat. Namun, tidak semua petani bahkan warga desa yang bisa hidup hemat.Â
Era digital, justru mendorong warga atau petani kelas bawah bergaya hidup mewah. Misalnya, setiap anggota keluarga memiliki ponsel, motor, sepeda. Memaksakan diri bangun rumah bagus dari hasil utang dan lain sebagainya. Padahal jika ingin berhemat, kendaraan yang sifatnya konsumtif bisa ditunda.Â
Akhir kata
Kaya tidak bisa diukur dengan seberapa banyak pemasukan atau aset yang dimiliki. Petani bisa disebut kaya jika bisa lepas dari utang tengkulak dan cerdas mengelola hasil panen.Â
Terima kasih telah singgah. Salam.Â
Bahan bacaan 1Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H